Kerajaan Proksia harus menyiapkan acara pernikahan untuk Putri Metania dan Pangeran Bara dalam waktu dekat. Sang Ratu sangat bersyukur Putri masih mau menikah dengan Putranya, karena Beliau sangat takut kalau sampai Putri menolak dan sakit hati, tentu akan ada peperangan dari kedua Kerajaan yang harusnya bersatu itu. Putri Metania bagaimanapun telah terlanjur mencintai Bara, seumur hidupnya baru kali ini lah dia dipertemukan dengan lawan jenisnya karena sejak kecil kerajaan-kerajaan yang ada memang sangat ketat dalam menjaga Putra dan Putri Mahkota mereka agar tetap terjaga pandangannya. Jangan sampai mereka jatuh hati kepada orang lain yang bukan anak keturunan Raja.
Putri Metania akhirnya pasrah. Bagaimanapun benarlah Ratu berkata bahwa menjadi hal yang biasa seorang pangeran calon Raja menikahi selir disamping menikahi seorang Putri, apalagi Bara berjanji hanya akan menikahi satu saja. Maka meskipun dengan berat hati. Putri Metania berusaha untuk menerimanya. Ia akan mencoba menjalaninya lebih dulu. Begitu juga sama dengan Neira. Dia akan mencoba juga untuk menjalani dulu. Karena Kerajaan juga tidak ingin berlama-lama, juga kedua belah pihak telah setuju Bara dan Metania untuk menikah, maka segeralah tersebar undangan ke seluruh penjuru Negeri dan juga Kerajaan-kerajaan tetangga untuk menyaksikan hari kebahagiaan Raja August-17 beserta keluarganya itu.
Putri Metania tak perlu kembali ke Kerajaanya karena semua kebutuhan pernikahan akan dipersiapkan oleh Kerajaan Proksia baginya.
Pernikahan yang sangat megah sepanjang sejarah Kerajaan Proksia akan tercipta segera, di istana kebanggaan Kerajaan Proksia. Penyatuan dua Kerajaan besar akan terjadi dalam satu waktu itu juga.
Bara sungguh tidak tahu apa dia harus berbahagia? ataukah harus terbebani? Dia hanya tahu dirinya sudah sangat bahagia karena Neira telah menjadi istrinya. Ia tak menginginkan selebihnya, dan Pernikahan dirinya dengan sang Putri adalah demi kebahagiaan Ayahanda dan Ibundanya karena wilayah Kerajaan akan semakin melebar dan makin menjadi besar, juga untuk melanjutkan keturunan mereka.
Tentu masalah selir adalah tidak ada yang diberi tahu, karena seharusnya pernikahan dengan selir hanya dengan cara tertutup dan harusnya setelah terjadi pernikahan utama dengan Sang Putri. Semua tidak ada yang tahu kecuali siapa-siapa kemarin yang menyaksikan acara Bara dan Neira itu.
Bahkan Putri Metania tak tahu kalau Neira telah menjadi istri Bara mendahului dirinya.
Sebelum terjadi acara pernikahan yang ramai, padat dan pasti menyita waktu Bara, Bara telah lebih dahulu berbicara kepada Neira, bahwa pernikahan dengan seorang Putri bisa terjadi sampai beberapa hari karena tamu yang berdatangan tidak akan cukup hanya satu hari, karena itu dia memohon kepada Neira dan Naya untuk sementara tinggal di kamarnya dan tidak keluar istana, jika membutuhkan apa-apa, ada pelayan dan pengawal yang berada di depan pintunya itu.
Neira sangat bersedih atas perlakuan yang ia terima, ia seperti gadis selingkuhan yang harus disembunyikan dari khalayak umum. Dia merasa dirinya adalah istri pertamanya. Serasa tidak adil jika harus seperti ini. Bisa dikatakan ini ada membuat dirinya seperti seorang yang dikurung.
Bara menguatkan hatinya dan mengatakan agar Neira lebih bersabar, menunggu beberapa hari kedepan. Ia berjanji ada saatnya ia akan mengumumkan kepada khalayak umum siapa Neira dan bagaimana posisi dia di hati Bara sebenarnya. Ia hanya ingin menyelesaikan acara untuk Ayahnya ini. Itu saja. Bara pun menyampaikan ia tak menginginkan ini, tapi demi kedamaian juga demi rakyatnya ia tak punya pilihan lain kecuali menikahi Putri.
Acara yang digelar benar-benar membuat pasang mata siapa saja berdecak kagum tiada hentinya, hiasan dan pernak-pernik pernikahan yang sangat cantik dan indah bertebaran di seluruh sudut ruang istana. Koridorpun tak luput dari hiasan rangkaian bunga. Putri Metani tampak sangat berbunga-bunga meskipun memendam segores luka, tapi bagaimanapun ini adalah pernikahan impiannya. Pernikahan yang megah dengan seorang Pangeran tampan yang telah menjadi pujaan hatinya. Berbeda dengan kemeriahan yang ada. Bara lebih memikirkan perasaan Neira, apa yang ia lakukan di kamarnya? Pasti dirinya sedang menangisi acara ini. Sungguh Bara menggenggam rasa sedih mengalami perasaan dan situasi seperti ini.
***
Sang Ratu segera menggandeng tangan Putri Metania, dia membawanya menuju kamar khusus yang telah disiapkan oleh Kerajaan. Kamar untuk dirinya bersama Bara kelak dan seterusnya. Sama halnya dengan kamar pengantin Neira kemarin. Kamar ini juga disulap sedemikian rupa menjadi sangat indah dan penuh keromantisan dengan lampu-lampu yang tidak terlalu terang. Sang Putri terlihat sangat bahagia. Ratu segera memeluk menantu barunya ini dan menghadiahi seutas senyuman. Lalu Ratu berpamitan kepadanya untuk mengajak Putranya memasuki kamar pengantin.
Bara digandeng oleh Ibunya dan mengantarkan sampai di sebelah Putri Metania.
"Kalian sudah menjadi suami istri. Aku sangat bahagia karena akan hadir di istana ini Bara-bara kecil, cucuku. Berbahagialah dan jangan menunggu lagi. Berikan kami cucu, Sayang." Ratu pun undur diri dari kamar pengantin mereka. Lalu Bara dan Putri? Mereka saling bertatapan canggung. Bara tak mencintainya karena itu dirinya bingung harus memulai darimana. Ia merasakan hal yang berbeda saat malam pertamanya dengan Neira, semua rasa mengalir dengan sendirinya, tapi bagaimanapun Metania adalah istrinya yang ditugasi bakal melahirkan anak-anaknya secepatnya. Putri Metania langsung memeluk Pangeran Bara, buliran halus membasahi pipinya.
"Aku sangat mencintai dirimu Yang Mulia. Aku tak tahu apakah aku bisa menerima selirmu itu nantinya?" ucapnya terbata-bata.
"Maafkan aku Putri, aku akan berusaha seadil-adilnya kepadamu dan kepadanya kelak," bahkan di malam pertamanya Bara masih membahas selirnya itu. Pikir Metania.
Bara berinisiatif mematikan lampu. Agar dirinya terbawa suasana. Ia tak bisa merasakan apa-apa di hati dan dadanya kepada Metania, bagaimana bisa hadir seorang anak jika ia tak memiliki gairah sama sekali karena tak ada rasa cinta darinya.
Entah bagaimana suasana itu mereka mulai, Bara berusaha melepaskan pakaian sang Putri dengan harapan akan membangkitkan hasratnya. Dia bekerja dengan keras untuk memulai aktivitas malam pertamanya ini. Dia mencium gadis ini diikuti gerakan tangannya yang ia paksakan menjadi tangan dan jari yang nakal. Menggerayai tubuh gadis ini. Putri Metania terlihat terbawa oleh suasana yang dihadirkan suaminya. Ia membalas segala belaian dari Pangerannya ini. Dia jatuh cinta kepada satu-satunya pria dan Pangeranlah menjadi yang pertama dihati dan dalam hidupnya.
***
Pagi harinya ia segera bangun dan benar-benar merindukan Neira, ia perlahan bangkit dari ranjangnya karena Metania sedang tidur dengan kepala berada di dada Bara. Ia segera menggesernya ke bantalnya sendiri. Ia segera memakai pakaian dan meninggalkan kamar pengantinnya. Ia tergopoh-gopoh ingin mengetahui keadaan kekasih hatinya Neira, istrinya juga, menuju ke kamar gadis itu.
"Bara masuk tanpa sapa tanpa kata. Ia buka-buka saja pintu kamar Neira. Disana masih ada Naya yang mengelus rambut Neira.
"Sayang, kau menangis lagi?"
"Aku bukan menangis lagi, tapi menangis terus. Aku tak tidur semalaman memikirkanmu. Bagaimana aku bisa tidur dikala suamiku bermalam pertama dengan gadis lain?" ucapnya masih berbaring di ranjang.
"Naya, apa kau sudah siapkan air mandi untuk Neira?"
"Sudah Yang Mulia, bahkan rempah harum dan bunga-bungaan sudah aku tabur di Tempat mandinya"
"Baiklah, bisa aku berdua saja dengan Neira?"
"Silahkan Yang Mulia, aku keluar dulu." Naya berjalan meninggalkan kamar Neira yang semalaman menemaninya dengan setia untik mensupport sahabatnya yang sedang terluka.
"Bangunlah Sayang, lihat wajah cantikmu jadi kusam. Jangan bersedih. Aku sangat mencintaimu. Kau tahu sepagi ini aku meninggalkan dia dan kemari ke pelukanmu? Apa kau tak merasakan perasaanku lebih kepadamu?"
"Entahlah Yang Mulia, yang aku rasakan adalah sangat sakit di ulu hatiku,"
"Kemarilah, Bara berusaha menggendong Neira lalu sekarang membawanya.
"Aku ingin mandi bersamamu, mungkin akan membuat perasaanmu jadi lebih baik," pinta Bara sambil melangkah menuju kamar mandi yang bak besarnya itu telah dipenuhi oleh bunga-bunga yang harum dan cantik segala warna.
Begitulah hari-hari mereka isi dengan rutinitas yang ada. Pangeran Bara berusaha adil terhadap kedua istrinya, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa Neira lah yang paling dicintai, tapi Putri Metania adalah satu-satunya yang dipersiapkan untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya penerus keluarga, jadi jangan sampai hatinya terluka dan akan berdampak tidak baik juga terhadap kesehatannya juga keadaanya yang ingin segera diharapkan memiliki Putra atau Putri kecil. Pangeran Bara harus selalu menjaga juga perasaan Putri Metania.
Apabila terjadi perseteruan atau kesalahpahaman, maka Ratu yang akan turun tangan untuk merangkul kedua menantunya. Dengan harapan mereka berbahagia bersama selamanya.
***
SELESAI