Setelah kebahagiaan sudah tercipta dengan perlahan, Ratu harus menerima kepahitan karena Raja menginginkan gadis muda lain dan membagi cinta antara dirinya dan gadis lain itu. Raja mengambil keputusan tanpa bisa dicegah, Raja menikahi gadis-gadis yang Raja suka tanpa perdulikan Ratu setuju atau tidak, dari satu selir, dua, hingga kini tujuh selir. Ratu berbagi suami dan bergilir membagi hari dan waktu dengan mereka.
"Semua memang berat Neira pada awalnya, tapi lama-lama kau akan terbiasa, lagipula aku sangat yakin Putraku itu tak akan mungkin membagi cintanya kepada gadis lain lagi. Cintanya hanya untukmu. Hanya saja mungkin dia harus membagi dirinya untuk Permaisurinya itu, meskipun dia tidak mencintainya. Dialah yang kelak menjadi Ratu sepeninggalku. Dia begitu mengerti akan lukaku selama ini. Dan dia sangat menyayangi aku sebagai Ibunya. Dia tak mungkin mencari selir lagi dan menyakiti hati perempuan, karena Ibunya ini juga perempuan.
"Kemarikan jarimu, Nak," panggilnya. Beliau memberikan satu cincin indah berhiaskan Ruby berwarna jingga dan memakaikannya di jari Neira.
"Nah, Pas! Ini hadiah dariku. Cincin ini adalah temanku sejak belia, karena sekarang sudah tak muat dengan jariku, cincin ini buatmu Neira?"
"Aku tak pantas menerima ini Yang Mulia, ini sangat Indah." Ratu tersenyum dan memaksa Neira tetap menerimanya.
Neira masih menangis dengan derasnya. Dia begitu terluka mendengar kenyataan ini, juga takjub dengan kekuatan hati wanita paruh baya ini yang dibuat luluh lantah oleh Sang Raja, Ayahanda Bara. Betapa sakit yang ia rasakan sungguh tidak ada apa-apanya dengan sakit yang dialami Sang Ratu sejak masih belia sampai sekarang ini lukanya tak berujung. Tujuh selir? Beliau harus merelakan suaminya meniduri sebanyak tujuh selir dan juga harus menerima ketika dirinya di minta untuk melayani Raja saat Raja maukan dirinya? Otak Neira seketika patah, tak mampu memikirkan sampai sedalam itu.
Sungguh ia takkan mampu sekuat itu seperti Ratu, dalam cerita dongeng, menjadi seorang Putri Raja bahkan Ratu adalah hal yang sangat membahagiakan. Dalam kisah yang berada di penjuru dunia, menikah dengan Pangeran adalah impian semua gadis, tapi kisah yang berkeliaran ternyata tak sama dengan kenyataan yang ada. Dirinya hendak dinikahi seorang Pangeran, tapi batinnya sungguh terasa sangat pilu.
Ia akhirnya meminta izin untuk meninggalkan kamar Sang Ratu, dengan sopan ia berterima kasih sambil mencium tangan sang Ratu. Dia sudah merasa cukup dengan semua penjelasan dan sudah tak kuat lagi berada disini. Neira keluar dan berlari sekencang-kencangnya, diiringi kucuran air mata. Ia menutupi wajahnya sampai mendekati kamar yang tadi diberitahukan Bara. Bara menunggunya di sisi lorong dan ingin menyambutnya.
"Neira! Ada apa?," Muka senyum Bara berubah drastis menjadi masam melihat gadisnya berlarian sambil menangis, tapi dirinya tak diindahkan dan dilewati oleh Neira seakan tak mendengar panggilan Bara. Naya yang menyambutnya di depan pintu juga terkejut dengan ekspresi Neira. Neira melompat dari jarak yang tidak terlalu dekat ke arah Naya dan memeluknya erat, lalu dia mengajak Naya masuk dan menutup pintunya rapat. Dia menumpahkan segala rasa dan tangisnya yang meluber itu ke pelukan Naya. Bara segera berlari menemui Ibunya untuk tahu apa yang terjadi terhadap gadis yang dicintainya itu.
"Apa yang terjadi Nei?" tanya Naya heran.
"Aku bukan seorang Putri, Nay. Aku juga tak punya Kerajaan atau rakyat. Aku bisa dinikahi pangeran hanya sebagai selir, sedangkan Hero tetap akan dinikahkan dengan Putri Raja pilihan Ayahandanya. Ayo kita kemasi barang kita Nay, kita segera pergi dan tinggalkan semua ini. Aku tak akan sanggup dikungkung dalam aturan Kerajaan ini."
"Jangan terburu-buru Nei, cerna dan pikirkan baik-baik dengan kepala dingin"
"Tidak! Aku akan membunuh perasaanku kepadanya, akan aku matikan rasa cintaku untuknya!! Aku tak bisa hidup disini, ayo! kita pulang Nay." Tangisnya semakin membuat siapa saja trenyuh melihatnya. Naya ikut larut dalam kesedihannya.
Naya memeluk erat sahabatnya,
"Jadi Pangeranmu akan menikah dengan seorang Putri? lalu kalian bila ingin bersatu harus menikah hanya sebagai selirnya Pangeran Bara?" Neira mengangguk.
"Sungguh semuanya terasa berat Nei, tapi bagaimana lagi? kamu ... kita dalam keadaan yang tak punya pilihan, Negara kita masih lemah dan masa pemulihan Nei. Rasanya Negara kita masih membutuhkan Pangeran Bara dan mungkin bantuan kerajaan ini kelak Nei. Coba kau pikirkan lagi."
"Negara kita sudah merdeka Naya, semua sudah baik-baik saja, sungguh menikah denga dokter Vigian mungkin lebih bahagia daripada harus berbagi dirinya untuk wanita lain."
"Tidak Nei, tataplah masa kelak, bukan masa saat ini. Saat ini memang Negara kita sudah terbebas dari perang, tapi siapa yang jamin kalau pihak Adidaya itu tidak menyusun rencana yang lebih dahsyat lagi untuk Negara kita kelak?, mereka sangat malu di mata dunia dengan kekalahan mereka yang hanya dikalahkan dengan ilmu sihir menurut pandangan mereka."
Neira tampak berfikir tapi tetap dalam tangisnya.
"Katakan saat kau sudah memutus hubunganmu dengan Bara, lalu dimensi kalian juga terputus. Siapa yang jamin disaat dirimu tua nanti akan ada Perang Dunia ke-IV atau ke-V? Siapa yang akan membantu menyelamatkan Negara kita. Bayangkan saat itu kita sudah tua, kamu dan aku bisa apa? yang ada anak cucu kita akan sengsara dan hancur Nei!"
Neira tampak tertegun mencerna ucapan Naya.
"Lalu sekarang bayangkan seandainya kamu menikah dengan Bara, kamu tak akan bisa tua! Kalian bisa sesukanya memantau Negeri Zendonevia, dua tahun sekali, atau tiga tahun kalian bisa memastikan Negara kita itu aman, dan jika ada Negara lain yang macam-macam maka Kerajaan ini tidak akan diam. Bara yang kelak menjadi Raja akan selalu menyelamatkan Negara dan rakyat kita."
Neira masih tak bisa berkata apa-apa,
"Bara sudah mengorbankan dirinya menyelamatkan Negara kita dari perang tanpa imbalan apa-apa dan ia tak meminta apa-apa, Apa berat bagimu mengorbankan perasaanmu demi Negara kita itu Nei? demi Kesejahteraan rakyat Zendonevia selamanya Nei. Kamu adalah Sang Putri Negara Kerajaan Zendonevia, hanya saja Putri tak Bermahkota.
sekarang semua keputusan ada ditanganmu, pergi dari sini dan siap menerima segala resiko atau marabahaya yang tidak tahu seperti apa? atau tetap disini walau harus mengorbankan diri demi Negara kita dan Negara tetangga kita, yang tergabung dengan Negara kita. Selamanya Nei. Keselamatan selamanya. Aku akan jadi pengikut setiamu, aku akan selalu menemanimu dalam suka dan dukamu. Kita berdua akan jalani bersama asal Negara kita sampai kapanpun tetap terjaga kemerdekaannya dari Peperangan.
"Aku bingung, dan kepalaku sangat pusing dengan apa yang terjadi hari ini Nay, aku tak mampu memberi jawaban apa-apa,"
"Iya, aku tahu semua ini sangat berat, oke beristirahatlah sejenak." Naya membiarkan sahabatnya untuk beristirahat.
.