Hari ini semua menyambut kedatangan Raja dan keluarga kerajaan Batuyata. Terlihat Putri Metania berbunga-bunga karena dirinya telah mendapat kabar bahwa Pangeran Bara telah di Istana. Dia sangat ingin bertemu dengan Pangerannya. Dia tak peduli dengan penyambutan itu, dia segera turun dari kudanya dan segera memasuki istana untuk mencari Lelaki yang dicintainya itu.
Pengawal yang menjaga pintu kamar pangeran dengan sopan menghentikan Putri Metania.
"Maaf Yang Mulia Putri, Pangeran sedang beristirahat, semalam beliau sedang ada acara hingga larut,"
"Aku calon istrinya, apa aku tidak boleh masuk membangunkannya? Aku sudah lama tak bertemu Pangeran. Dia pun pasti sama merindukanku," dalih Putri Metania.
"Yang Mulia, tunggulah Pangeran terbangun sendiri, itulah pesannya. Kami tidak bisa melanggar perintah. Maafkan kami Yang Mulia Putri," balas mereka tegas.
Putri Metania tidak mau menimbulkan kebisingan, jadi dia memilih menunggu dan ia kembali ke acara sambutan di depan istana.
"Katakan aku menunggunya disana kalau Pangeran sudah bangun," pesannya seraya meninggalkan ruangan itu.
Bara seperti mendengar suara hingar bingar dari luar istana, menyebabkan dirinya terbangun. Bara tersenyum bahagia, ia masih melihat istrinya yang cantik itu tengah pulas disamping dirinya, ia lalu mengecup kening Neira dan bangkit dari posisinya. Ia tahu bahwa Ayah beserta rombongan datang pada hari ini, maka ia bergegas mandi dan ingin menyambut Ayahnya juga.
Bara segera berlari menuju Acara penyambutan itu. Sebelum menuju ke depan, dia menemui Naya dan mengatakan bahwa dirinya meminta tolong agar Naya menjaga Neira di kamarnya, juga memohon agar kedua gadis itu jangan keluar kamar sebelum Bara memanggilnya. Naya pun berjanji akan mematuhinya.
Bara segera berlari mencari Ayahnya, namun tanpa ia duga Putri Metania langsung memeluk dirinya. Dengan sangat erat.
"Pangeran, aku sangat senang kau telah kembali dari dimensi lain itu. Aku sangat merindukanmu. Apa kau juga Pangeran?" Putri Metania sangat senang tampaknya.
"Ehm ... Putri, aku harus segera bertemu Ayahku. Beliau pasti mencariku," ucap Bara.
Ia dan Putri Metania segera menemui Ayahnya itu menuju deoan istana.
Ketika Pangeran bertatap muka dengan Ayahnya, Bara langsung memeluknya, lalu menyampaikan sesuatu di telinga Ayahnya.
"Ayah, aku ingin menyampaikan sesuatu, Ibu dan Paman juga sudah setuju, tinggal Ayah saja yang belum tahu."
"Katakan saja sekarang," jawab Raja.
"Ayah kapan aku menikah dengan Putri Metania Ayah?" tanya Bara yang ternyata didengar oleh Putri. Dia begitu berbunga-bunga mendengar Pangeran seakan tak sabar ingin menikahinya. Padahal Bara tak ingin berlama-lama menyembunyikan Neira, jika ia sudah menikah dengan Putri Metania, maka ia akan segera memperkenalkan Neira di muka umum bahwa dia juga istrinya meskipun hanya sebagai selir, selir satu-satunya, namun istri pertama yang dinikahi dan yang dicintainya.
"Ooh kamu ingin segera menikah? Boleh saja. Kita bisa percepat itu. Nanti akan aku bicarakan denga Raja Warelot, Ayah Putri Metania. Karena kebetulan mereka sudah ada di istana ini. Bara langsung menuju Putri Metania, dan memberitahukan apa yang ia inginkan itu kepadanya.
"Putri, bisa kita bicara sebentar? Aku juga ingin mengenalkanmu dengan seseorang," jelas Pangeran. Nampak Putri yang masih terus tersenyum malu-malu.
Bara menggandeng Putri Metania menuju taman istana, ia menyuruh Putri duduk bersama dengan dirinya.
"Putri, aku memang ingin segera menikahimu, tapi ketahuilah Putri, Ayahku memiliki tujuh selir. Ayahmu juga memiliki selir sebanyak tiga. Sekarang aku meminta kepadamu hanya satu selir saja, tolong izinkan aku. Hanya satu selir saja Putri." Pangeran Bara meraih tangan Putri Metania, sedangkan Putri menunjukkan ekspresi yang sangat kecewa, berubah dari yang tadi sangat bahagia. Dia bagai berada di keharuman taman bunga dan dibuai dengan harumnya impian, tiba-tiba dadanya ditusuk pisau tajam yang merobek hatinya.
"Aku pikir Yang Mulia adalah lelaki yang berbeda. Aku mengira hanya aku yang ada di hatimu, bahkan setelah aku menjadi Ratu kelak aku ingin kerajaan kita melarang adanya selir." Dia berurai air mata kepiluan mendengar pujaan hatinya tega mengatakan hal ini kepadanya.
"Yang Mulia tega melakukan ini! Bahkan sebelum hari pernikahan kita, kau sudah memikirkan wanita lain selain aku," cercanya.
"Maafkan aku Putri, bukankah hal yang wajar?seperti Raja-Raja kita dari yang terdahulu. Ibunda Ratuku juga Ibunda Ratumu juga sudah sangat biasa dengan itu, kan? Lalu apa masalahnya denganmu? Harusnya bisa sama,"
"Beda Yang Mulia, selir Ayah-ayah kita hadir setelah jauh hari pernikahan mereka dengan sang Ratu, sedangkan Pangeran meminta selir bahkan sebelum menikahi aku?" Putri Metania semakin tersedu-sedu menangisi nasibnya yang baginya sangat menyayat hati.
"Kalau Putri keberatan, Putri bisa mencari Pangeran lain. Maafkan aku sekali lagi, aku tak bisa meninggalkan dia. Aku hanya meminta padamu satu selir saja dan aku berjanji takkan pernah ada lagi."
"Aki tak pernah berfikir kau sejahat ini Yang Mulia, siapa wanita itu Yang Mulia?! Hingga kau menceritakan dia sebelum aku jadi istrimu?" Teriaknya diiringi muka yang sangat murka. Bara memanggil pelayannya yang sedang berada di sekitar situ. Ia meminta kepadanya untuk membawa Naya dan Neira ke hadapannya.
"Dia adalah wanita yang menyelamatkan hidupku, andai tanpa dia. Mungkin Pangeranmu ini sudah mati." tegasnya di sebelah Putri.
"Apakah orang yang meyelamatkan hidupmu harus kau nikahi?"
"Tidak! Kebetulan aku memang mencintainya." Gadis ini semakin menangis luar biasa mendengar perkataan Pangeran Bara yang dengan mudahnya itu.
Tak membutuhkan waktu lama, Neira dan Naya sudah tiba dihadapannya.
"Dia wanita yang aku maksud, namanya Neira dari Negara Zendonevia, dia dari dimensi lain yang aku datangi melalui batu ajaib itu."
Putri Metania lngsung berdiri dan mendekati Neira. Dia memandangi Neira dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Apakah kau bisa bermain pedang?" Neira menggeleng.
"Apa kau pandai berkuda?" Neira masih menggelengkan kepala.
"Apa kau bisa berburu?" tanya Putri dengan pandangan sinis. Neira masih menggelengkan kepalanya.
"Dia tidak bisa apa-apa Yang Mulia? Bagaimana bisa kau mencintainya? Aku yang bisa segalanya, tapi kau tak mau memandang aku?" Teriaknya diiringi tangisannya.
"Dia sang penyelamat Pangeran Bara Yang Mulia Putri," jawab Naya karena merasa tak terima sahabatnya direndahkan oleh wanita itu.
"Dia memiliki banyak kelebihan di Negaranya dan itu kelebihan masa depan yang kita semua takkan bisa melakukannya, dia seorang suster dan yang paling penting aku sangat mencintainya," ungkap Sang Pangeran di hadapan calon permaisurinya itu.
Ratu yang sudah mendengar adanya keributan antar menantunya itu. Segera mendatangi mereka dan ingin meredakannya. Sungguh tidak akan baik bila sampai terjadi keributan yang diawali dengan keributan kecil, lalu menjadi sedang dan kemudian bisa menjadi sebuah bencana dan perang antar Kerajaan yang tentunya sangat menakutkan.
"Kemarilah sayang, Anakku Putri Metania, Ikutlah dengan calon Ibunda Ratumu ini, Ibunda akan menjelaskannya." Beliau seketika memeluk Putri Metania yang masih menangis, lalu mengajaknya masih tetap dalam pelukan menyamping untuk menuju kamar Sang Ratu. Ratu akan berusaha membujuk Putri Metania, sama halnya dengan dia membujuk Neira kemarin.