Meskipun Pernikahan Mereka berdua digelar dengan tertutup, tapi Pangeran Bara yang gagah ini tampak sangat bahagia akhirnya bisa menikahi Neira. Pernikahan ini menjadi pernikahan rahasia yang pertama kalinya sepanjang sejarah kerajaan Proksia. Dimana seorang pangeran menikahi selirnya lebih dulu sebelum menikahi permaisurinya. Keluarga mengikuti dan meghadiri acara dengan sangat patuh dan Khidmat. Ratu tampak menangis terharu dengan yang sedang terjadi malam ini. Paman dan bibi Bara sekeluarga menyambut juga dengan rona kebahagiaan. Mereka semua sangat menyayangi Pangeran Bara karena sedari kecil sudah sperti anaknya, rasanya pangeran juga lebih dekat dengan Pamannya ini daripada Ayahnya. Dari kecil mengajari Pangeran dan adik-adiknya bermain pedang, melatih kekuatan angin Bara dan sering sekali ikut sang Paman berburu di hutan, rasanya sang Ayah malah tidak sempat mendampingi dirinya dan adik-adiknya karena kesibukannya mengemban tugas Kerajaan dan kerakyatan.
Neira tampak sangat cantik dengan riasan spesial ala-ala putri kerajaan, gaunnya sangat indan dan mempesona dengan berbahan sutra dan payet-payet yang luar biasa. Kulitnya yang putih dan hidungnya yang mancung sangat membuat dirinya serasi dengan gaun itu, ditambah dengan guratan wajahnya yang bercampur antara Asia dan Timur tengah ini menjadikan dia sangat berbeda dengan semua yang hadir pada acara yang sakral ini. Pangeran Bara pun tak kalah pesona dengan aura yang dikeluarkan oleh Neira, dirinya sangat gagah nan rupawan pada hari pernikahannya ini, diusia yang masih dua puluh tahun tampak beliau sangat muda namun tetap berwibawa untuk menikah.
Keduanya menjalankan sesi demi sesi acara yang dioandu oleh Tetua aliran mereka. Semuanya patuh pada tuntunan beliau, orang yang di tuakan dalam aliran kepercayaan terhadap penyembah Dewa-dewa kala itu.
setelah itu mereka berdua diminta untuk menunduk kepada Ratu dan juga Pamannya selaku pengganti Ayahandanya. Semua memberi restu kepada Bara, semua juga menyambutnya dengan sukacita karena mereka semua tahu Bara takkan mungkin salah memilih Istri yang memang sangat ia cintai. Terlihat juga Neira dan Naya adalah gadis baik-baik yang tak terlihat memiliki niat jahat.
Anggota keluarga kerajaan takkan mungkin salah menilai orang, terutama sang Paman yang sudah malang melintang kiprahnya untuk mengenal dan bertemu banyak orang, orang baik, orang jahat, kawan, lawan maupun musuh. Beliaulah pemimpin penegakan keamanan Kerajaan.
Setelah semua sesi yang dilakukan telah selesai, Semua anggota keluarga memberi selamat kepada mempelai berdua. Ratu, Bibi, dan Adik-adik perempuan Bara memeluk Neira dengan penuh kasih sayang. Sedangkan yang keluarga laki-laki, hanya memeluk Bara sebagai ucapan selamat.
Ketika semuanya telah usai, Neira diantarkan oleh Ratu sendiri memasuki kamar Sang Pangeran yang memang telah disiapkan oleh para pelayan kerajaan tadi, kamar itu tampak disulap lebih indah lagi dari semula. Banyak bunga-bunga aneka jenis dan aneka warna dihiaskan pada dinding-dinding ranjang juga banyak hiasan-hiasan manik-manik khas kerajaan bertaburan disana. Kain-kain berwarna-warni dari sutra di bentuk pita dan sedemikian rupa agar lebih memperindah tampilan kamar tersebut.
"Berbahagialah anakku untuk hari ini, aku harap kau selalu bisa menjaga nama Istana dengan sikap dan perilaku baikmu, sekarang aku adalah Ibumu, jangan sungkan kepadaku."
"Iya Yang Mulia Ratu, saya mohon bimbingan selalu."
"Semoga kau kerasan tinggal disini, jangan lupa. Putraku telah menjadi suamimu, kamu harus bahagiakan dia." Ratu tersenyum
"Semaksimal mungkin Yang Mulia," jawab Neira membalas senyuman Ratu.
"Ini bunga Theresi, kau harus memakannya, selama tujuh hari. Ini adalah tradisi pengantin baru di Istana ini. Ayo bukalah mulutmu sekarang, Nak." Ratu menyuapkan kepada Neira dan gadis itu menurut saja, karwna baginya hanya sebentuk bunga saja tak akan masalah baginya, meskipun baginya sangat aneh ada bunga yang berwarna hitam dan dirinya harus memakannya sekarang. Ratu memberikan ia minum, lalu tak lama beliau berpamitan keluar kamar.
"Apa dia mau Ibu?" tanya Bara kepada Ibunya setelah diluar pintu.
"Ibu sudah membereskan semuanya dengan baik, dia tidak akan tahu dampaknya, juga tak akan memberi efek apa-apa, tugasmu memastikan dia selama tujuh hari agar dia tidak lupa memakannya. Bara mengangguk kepada Ibunya.
"Maafkan aku sayang, kami harus memberikan itu padamu," bisiknya dalam hati
"Selir dilarang memiliki anak, jadi terpaksa aku memberikan bunga itu untukmu. Aku tak bisa melanggar yang satu ini." Bara menatap jauh karena sebenarnya dia tak ingin seperti itu, tapi memang harus demikian adanya.
Neira menatap takjub dengan apa yang telah Tuhan anugerahkan kepadanya sejak hari itu datang. Kehadiran Pangeran Bara mengubah hidupnya 360 derajat. Neira sangat senang dengan kamar ini. Kamar ini begitu indah baginya. Ia tak pernah membayangkan bisa menjadi anggota keluarga kerajaan yang sangat menyayanginya. Ia duduk didepan cermin yang sangat besar hingga ia mampu melihat kakinya dari cermin itu.
Datanglah pangeran Bara tanpa mengetuk pintu segera menghampirinya.
"Neira nampak sangat gerogi karena dia tak biasa sekamar berdua dengan laki-laki, kalau seruang bersama-sama pasien sudah sering, atau tidur di base camp ramai-ramai juga sudah sehari-hari, tapi kali ini dirinya hanya sendiri, tanpa Naya. Dan sekarang hadir pangeran Bara masuk ke kamar ini. Betapa tak beraturan alunan detak jantungnya itu kali ini. Bara berjalan semakin mendekati dirinya, lalu memegang pundaknya, ia turut ikut bercermin juga.
Bara mulai memandang Neira dengan tatapna mata sayu namun tulus, dia membangkitkan Niera dari duduknya, lantas menggandeng tangan Neira, lalu menggendonganya dengan tiba-tiba. Gadis itu kaget dan saking bingungnya tak mampu berkata apa-apa. Dia hanya menatap tanpa kedip Pangeran Bara, apalagi yang ia lakukan? Mereka saling berpandangan dan ia mengalungkan kedua tangannya di leher Pangeran Bara.
Pangeran tampan ini membawanya ke tempat tidur pengantin yang tampak sangat indah dan romantis itu. Bara terus memberikan senyumannya meskipun dirinya juga merasa jantungnya berdetak kencang karena seorang gadis tengah bersamanya, yang dalam sekejap sudah menjadi istrinya saat ini.
Tampak wajah Neira dalam pandangan Bara, wajah yang putih itu berubah memerah karena merasa berdebar-debar juga ada rasa malu, canggung dan sedikit takut, serta perasaan lainnya yang bercampur aduk menjadi satu. Bara masih terus memandang dirinya membuat nafas Neira makin tak beraturan.
Pangeran dengan perlahan mulai menurunkan dirinya diatas ranjang pengantin itu berlapiskan sprei sutra berwarna merah dengan hiasan bunga-bungaan berwarna merah mudah. Wajah keduanya sudah nampak sangatlah dekat. Mereka sungguh merasakan gemetaran satu sama lain. Bara melihat wajah gadis ini begitu tegangnya, ia lalu mencium istrinya ini dengan lembut dan sangat perlahan, agar Neira menjadi lebih rileks. Keduanya pun tidak tahu perasaan apa yang menyelimuti keduanya. Bahagia dan berdebar-debar terus jantung mereka.
Sang Pangeran yang masih menciumnya sembari menanggalkan pakaian Neira satu persatu. Bara pun melakukan hal yang sama.
Keduanya begitu merasakan keindahan percintaan malam ini, di malam pertama malam pernikahan mereka. Mereka merasakan keindahan pada kesunyian yang kekal di ruang bertabur kemegahan. Sang Pangeran telah memberikan sejuta cinta dan kasih sayang pada dirinya yang sekian lama telah memikul sejuta beban. Bulan dan Bintang di langit nan tinggi seakan mampu mereka raih karena tak mampu melukiskan kebahagian malam yang mereka habiskan bersama itu.