Mereka berempat tanpa waktu yang lama telah berhasil datang di Negeri Pangeran Bara. bongkahan batu-batu itu sudah disatukan kembali oleh para orang sakti yang menjaganya. Maka dari itu Pangeran Bara bisa kembali lagi. Neira berkuda dengan Bara dan posisi duduk Neira berada di depan Bara, layaknya dalam dongeng-dongeng yang ada, berkuda berdua, Neira serasa berada di pangkuan lelaki itu, sedangkan Naya berkuda dengan Paman Bara, ia duduk di belakang Pamannya itu.
Neira tak berhenti menatap wajah pangeran Bara yang baginya begitu tampan juga gagah itu dan wajahnya tampak sangat serius berkuda dengan tatapan jauh ke depan karena ingin segera sampai ke istana. Ia tak mengedipkan mata menatap lelaki itu, hatinya dipenuhi rasa tak karuan. Apa iya lelaki ini akan jadi suaminya? batinnya menyemburkan senyuman kebahagiaan. Di Istana ia disambut oleh kedua adik perempuannya dan memberi sedikit pengarahan untuk menghadap dan bertemu dengan Ratu, kedua adik Bara memeluk kedua gadis dari dimensi lain itu bergantian, Neira dan Naya.
Di Istana sedang tak begitu ramai, Putri Metania dan keluarga Kerajaan Batuyata diajak oleh Raja August-17 untuk kunjungan ke beberapa sektor perekonomian dan pangan di seluruh Negerinya. Membutuhkan waktu dua hari untuk menyelesaikam kunjungan itu. Mereka akan menginap di istana-istana kecil yang di bangun di sekitar daerah-daerah kunjungan untuk menginap dan beristirahat nantinya.
Pangeran Bara bahagia karena leluasa membawa Neira dan Naya ke istana. Bara meminta Naya dan beberapa pesuruh kerajaan untuk menyiapkan satu kamar untuk Neira dan Naya menginap di istana.
Neira dituntun Bara untuk memasuki kamar Sang Ratu. Bara membukakan pintu dan tampaklah Ratu duduk menghadap jendela dan membelakangi mereka berdua.
"Sapalah Ibuku, jangan takut, dia akan menyukaimu sepertiku. Aku tunggu kamu di kamar yang paling barat itu ya?"
"Eh, tapi apa kau tidak disini saja menemani aku?" ucap Neira terlihat gugup.
"Ini pembicaraan antar sesama perempuan." Bara segera meninggalkan Neira denga suntai senyuman. Neira masuk sambil menutup pintu kamar itu, Neira sedikit gugup dan takut salah bicara kepada Ratu, Ibunda Bara.
"Kemarilah, Nak. Aku sudah menunggumu," ucap Ratu kepada Neira.
Neira berjalan mendekati beliau dan menundukkan kepala dan tubuhnya, ia mencium punggung tangan Sang Ratu. Ratu itu begitu cantik meskipun Bara mengatakan usianya sudah 60 tahun karena telah melahirkan empat anak, penghitungan usia di Negeri ini sungguh sangat berbeda dengan di Negaranya. Ratu nampak masih berusia lima puluhan tahun, ya ... seusia artis kesayanganku "Gong Li" yang masih cantik dan tubuhnya terawat ideal.
"Siapa namamu, Nak?," tanyanya
"Neira Yang Mulia." Neira tak banyak berkata-kata daripada takut salah, dia hanya berusaha menjawab apa-apa yang ditanyakan kepada dirinya.
"Duduklah disampingku Neira, anakku." Benarlah Bara kata, Ibunya sangat lembut dan baik. Sedari tadi dia memanggil dirinya "anakku" Padahal Neira baru dikenalnya dan baru dilihatnya. Membuat ia terharu dan tersentuh.
Ratu mulai mengatakan banyak hal tentang Aturan dalam istana dan beliau menceritakan tentang system Kerajaannya, rakyat dan anggota keluarga kerajaan yang ada, satu-persatu Neira diperlihatkan lukisan para anggota keluarga yang terkumpul dalam satu album sedikit besar ukurannya dari album foto jamannya.
Neira tersenyum-senyum dengan penjelasan Ratu panjang dan lebar, ia mulai tertawa dan tersenyum ketika Ratu menunjukkan lukisan-lukisan wajah Bara ketika kecil hingga remaja, lelaki ini memang sudah tampan dari lahir, dia mengikuti garis wajah serta warna kulit dari Ibunya.
Sebentar saja kedua Wanita yang beda dimensi dan beda strata itu sudah sangat akrab satu sama lain.
"Nah, sekarang kau sudah banyak tahu tentang Kerajaan kami, sekarang hal terpenting yang harus kau dengarkan untuk pertimbanganmu mengambil keputusan, karena menikahi Pangeran itu tidak mudah, ada banyak tata dan aturan yang harus ditaati."
"Neira akan mendengarkan baik-baik Yang Mulia," jawabnya itu.
Ratu memulai mengatakan bahwa aturan yang ada disini adalah Pangeran diharuskan menikahi seorang Putri yang memiliki kerajaan dan rakyat. Sang Ratu sangat tahu gadis ini akan terluka bila mendengar keadaan Bara yang sekarang. Karena beliau tahu, tangan beliau meraih tangan Neira lalu menggenggamnya dengan erat.
"Apa kau mencintai anakku Bara?"
"Iya Yang Mulia."
"Apa kau menerima apapun kekurangannya dan semua aturan Kerajaan ini," tanya Ratu serius.
"Sebisa mungkin aku akan menerimanya Yang Mulia," patuhnya dalam jawaban.
"Putraku sangat mencintaimu, bahkan dia sampai mempertemukan kita, dibelakang Raja. Harusnya ini tidak boleh, Nak. Ehm tapi aku sangat menyayangi Putraku, kebahagiaannya adalah kebahagiaanku," lanjutnya.
"Anakku, Neira. Kau memang sangat cantik. pantas saja Putraku tak mau melepaskanmu." tangan Ratu menyentuh dagu Neira.
"Tapi semua sangat berat dalam pikulannya saat ini. Dia atau aku sebagai Ratu tak punya pilihan lain," tatapnya sedih.
Neira dengan serius mencerna kata-kata Sang Ratu, entah kenapa wajah Ratu mulai nampak guratan kesedihan. Beliau menambahkan bahwa segala perintah adalah kuasa Raja, Ratu dan yang lainnya adalah dibelakangnya. Ratu mengatakan Raja telah memilih seorang Putri untuk dinikahi Pangeran Bara dari suatu Kerajaan lain, ia menekankan kepada Neira bahwa Bara sama sekali tak mencintainya, juga menolaknya, tapi Raja dan aturan Kerajaan mengharuskan Bara untuk tetap menikahi Putri pilihan Ayahandanya itu. Neira sangat terperanjat mendengar kenyataan ini dari Sang Ratu. Bara belum mengatakan ini kepada dirinya. Neira menutup mulutnya denga kedua tangannya seakan tak percaya. Ratu mengelus punggung gadis itu. untuk menguatkannya.
"Kau jangan menyalahkan Putraku, karena ini adalah bagianku mengatakannya kepadamu, dia takkan sampai hati melukaimu dengan kenyataan ini."
Gadis itu merasa tenggelam dalam birunya lautan hanya untuk menatap karang yang telah ia janjikan melayat dalam indahnya dekapan, namun saat kepedihan ini mulai melanda lubuk hati gadis ayu ini, dengan kebisuan kian membeku tak mampu mendengar kenyataan yang sekarang tergambarkan. Titik-titik bening berjatuhan disela kelopak matanya.
"Aku tahu ini sangat berat bagimu, juga Putraku, tapi dia sangat mencintaimu, hanya saja aturan Kerajaan bisa menikahkanmu dengan Pangeran, hanya sebagai selir, kuharap kau tak menolaknya. Karena hanya itu pilihan kalian. Tidak ada cara lain untuk menyatukan cinta kalian. Neira semakin sesenggukan. Sungguh ia bagai diajak terbang menuju langit meraih bintang-bintang dan seketika terpelanting jatuh ke Bumi dengan keras dan dahsyatnya tertimpa bebatuan. Ia tak bisa menjawab apa-apa.
Ratu menambahkan, Memang berat menjadi seorang perempuan dalam dunia Kerajaan, dirinya saja harus mengorbankan banyak hal juga harus mematikan dirinya sendiri untuk mengabdi kepada Kerajaan dan suaminya. Ratu menceritakan dengan detail bahwa dirinya dahulu sebagai seorang Putri juga harus dipaksa menikah dengan Raja August-17 tanpa kenal dan tanpa cinta. Dia juga membuka mata Neira dengan kepiluan ketika Sang Raja satu-persatu menduakan cinta dan pengabdiannya dan membagi cintanya dengan wanita lain. Ratu menegaskan bahwa perempuan tidak bisa memilih, dia hanya memiliki tugas kepatuhan dan mengikuti saja.
"Aku dulu menikah dengan Raja tanpa cinta, hari-hari aku isi dengan luka dan tangisan, tapi dengan bertambahnya kedewasaan, aku mulai berdamai dengan keadaan dan menerima takdirku," ucap Ratu tergurat kepedihan di masa lalu.