Chereads / Proses Delete / Chapter 20 - Mencari Hati

Chapter 20 - Mencari Hati

Bara terus menatap penuh harap kepada Ayahnya. Dirinya tidak bisa pergi meninggalkan gadis itu dengan cara seperti ini. Ia ingin menyampaikan sesuatu sebelum terlambat untuk mengambil keputusan dan menyesal seumur hidupnya.

"Lakukan dengan cepat, hanya memantau saja kan? Segeralah kembali." Raja berlalu pergi meninggalkan kamar Bara.

"August-18, kau temani dia kesana dan segera suruh dia pulang," Perintahnya lalu kepada adiknya.

"Siap Yang Mulia," jawabnya dengan merunduk.

Wajah Pangeran Bara sangat bahagia diberi kesempatan oleh Ayahnya untuk kembali ke Negara itu menemui suster pujaan hatinya. Meskipun masih harus beberapa hari ke depan tapi ia sudah tidak sabar menantikan hari itu, dia juga sangat bahagia karena dia tidak tidur sepuluh tahun bahkan tidak ada satu minggu sudah terbangun, pasti Neira juga sangat senang dengan kehadiran dirinya yang sangat tiba-tiba di hadapannya besok.

Pangeran Bara berusaha mengistirahatkan tubuhnya dengan maksimal agar segera lekas pulih untuk menemui gadisnya itu. Dia tak mau menunggu lagi, keceriaan dalam hatinya menembus wajah fisiknya membuat dirinya tersenyum-senyum sendiri penuh arti.

"Jika butuh sesuatu, katakan pada Paman, sekaran istirahatlah Pangeran," ujarnya berpamitan meninggalkan kamar keponakannya.

"Terima kasih Paman," sahut Bara.

Sore harinya Bara terbangun dari istirahatnya. Dia sekarang mencari Ibunya, selain sangat rindu kepadanya, Bara juga ingin banyak bercerita. Dia berjalan menyusuri istana untuk menuju kamar Ibunya, Sang Ratu.

"Ibu, boleh Bara masuk?" Dia mengetuk pintu tiga kali. Lalu melihat sang Ibu sudah membuka pintu kamarnya.

"Bagaimana keadaanmu?" Ibu menanya kepadanya.

"Sudah sangat baik Ibu, aku merindukan Ibu," ujarnya sembari memeluk Ibunya dengan hangat.

"Aku juga sangat merindukanmu, tadi aku ingin menemani di kamarmu, tapi Ayahmu bilang kamu sedang istirahat. Ibu urungkan pergi kesana dan memutuskan untuk menunggumu saja." balas Ibunya.

Bara langsung terburu-buru mengajak Ibunya masuk kamar dan segera menutup pintu itu seakan hendak mengatakan sebuah rahasia.

"Ibu, aku jatuh cinta dengan gadis itu." Dia berkata menatap berbinar-binar ke arah pandangan mata Ibundanya

"Aku ingin menikahinya dan membawa dia ke istana, dia juga sangat mencintaiku, Bu," cerita Bara kepada Ratu Tanesia ini.

"Dia cantik, kan? Memang sudah seharusnya kamu jatuh cinta padanya, dia calon istrimu. Acara pernikahanmu juga akan segera dilaksanakan," jawab Ibunda sambil tersenyum melihat putranya yang sudah dewasa.

"Bukan Ibu, dia bukan Putri Metania, dia gadis lain yang aku temui di Negara masa depan yang kemarin, dia suster semacam tabib tapi lebih modern dalam segala hal Bu. Dia sangat cantik dan lembut, Ibu pasti juga suka." Bara memeluk Ibunya lagi.

"Aku ingin menikah dengannya Ibu. Dia menyelamatkan nyawaku, dia merawat Bara hingga sembuh selama disana," rayu Bara. Wajah sang Ratu seketika berubah warna. Beliau sangat ketakutan dan khawatir akan Ayahnya, suaminya yang jelas akan marah bila mendengar ini.

"Tidak, Nak. Kamu tidak boleh menikahi wanita lain selain seorang Putri. Itu sudah aturan turun temurun dari keluarga ini. Ayahmu tidak akan suka ini"

"Aku tidak ingin menikah dengan gadis yang tidak aku cinta, aku tidak ada rasa dengan Putri Metania, Bu."

"Kamu tidak bisa menolaknya Bara, kecuali kamu ingin Negeri yang puluhan tahun damai ini akan terjadi perang dengan Kerajaan mereka," bantah Ratu Tanesia.

"Aku harus bagaimana Ibu,"

"Ibu juga tidak tahu, itu sudah keharusan putra dan putri Raja! Inilah yang aku khawatirkan, kenapa putra-putri Raja tak pernah boleh bermain keluar istana. Hal seperti ini yang berbahaya yang kami takutkan." Perempuan berusia 60 tahun yang masih terawat dan masih cantik ini menitikkan air mata, hatinya goyah mendengar curahan hati putranya.

"Akhirnya benar, sekali kamu keluar istana, kamu menimbulkan masalah ini anakku," tambahnya. Ini akan menimbulkan mara bahaya dalam Kerajaan jika sampai terjadi.

Bara sangat kecewa dengan jawaban Ibunya, ia memendarkan tatapan sedih dengan jawaban Ibundanya yang ia sayangi dan ia mengira dengan kelembutan hatinya akan membantunya menyampaikan kepada Ayahnya, karena Bara tahu Ayahnya tidak akan pernah mengizinkan hal itu.

"Apa tidak ada cara aku agar tetap bisa menikahinya Bu? Aku tak mau meninggalkannya. Aku sudah terlanjur menyayanginya Ibu," balas Bara bertekuk lutut di hadapan Ibunya.

"Aku tak bisa berbuat apa-apa Bara, Ibu hanya Ratu yang tetap dibawah perintah Raja." Ibundanya berdiri menghindari Bara, beliau mendekat ke arah jendela kamarnya, menyibakkan tirai berkilauan itu dan melihat jauh keluar istana. Bara segera mengikuti ke arah Ibunya.

"Ibu, tolonglah aku, aku tetap akan menikahinya meskipun tidak dibolehkan"

"Kau ingin menghancurkan Kerajaan dan Negeri ini?"

Bara menggeleng dengan berat hati.

"Apa tidak ada cara lain ibu untuk membawanya kesini dan menikahi dirinya"

"Dia hanya bisa menikah denganmu sebagai selir saja, tidak lebih. Kamu juga harus meminta izin dari istri sahmu untuk menikah lagi dengan gadis lain." Sang Ibu tertunduk mengatakan solusi yang sebenarnya berat untuk diucapkan. Karena meskipun hanya selir, haruslah tetap ada seleksi dan penilaian tersendiri, seperti keturunan siapa, tinggal di Negeri mana dan kualitasnya bagaimana gadis itu. Sedangkan gadis Bara adalah hanya sebatang kara, tak tahu dari Negeri mana, keturunan siapa dan kualitasnya bagaimana, anggapan Ibu Bara, ia hanya gadis "temuan" yang kebetulan bertemu dengan putranya yang seorang Pangeran dan sedang tersesat.

"Aku akan tanyakan padanya Ibu, aku akan sampaikan mungkin dia masih mau menjadi selir, asal aku bisa menikah dengannya." Bara segera mencium kedua punggung tangan Ibundanya. Dia lantas mengatakan bahwa dalam beberapa hari ke depan ia akan mendatangai Negeri masa depan itu, dan menemui Neira gadis yang sudah bersemayan di relung hati Bara.

Sebenarnya Ratu Tanesia berat hati mengizinkan putranya pergi lagi karena baru saja kembali, tapi karena anaknya itu sudah bersikukuh, juga ada Pamannya yang akan menemani, membuatnya tak bisa melarang kemauan hati anaknya. Kemauan Bara yang sudah keras untuk ia lakui. Ibundanya hanya mengelus dada dan tidak tidak tahu harus berbicara apa lagi. Dia hanya menunggu apa yang akan terjadi setelah ini.

Bara pun berpamitan kepada Ibunya untuk keluar dan berjalan-jalan di istana. Baru saja ia keluar dan menutu pintu itu. Dirinya merasa tubuhnya itu ditubruk oleh pelukan seseorang dari belakang stelah ia mendengar deru langkah kaki yang berlarian.

"Aku sangat merindumu Yang Mulia, sekian lama aku mencemaskanmu. Aku tadi mencarimu di kamar, kata penjagamu, kamu sedang bertemu Ibunda Ratu." Putri cantik itu menangis dengan tersedu-sedu melihat calon suaminya yang ia rindukan kini di depan matanya. Dan dalam pelukannya.

"Maaf Putri membuatmu bersedih, tapi ini sudah garis takdir tiba-tiba saja harus begini," ujarnya dengan sopan.