Chereads / Proses Delete / Chapter 21 - Hari Ini

Chapter 21 - Hari Ini

Pangeran Bara dibantu para pengawal membawa bekal yang lumayan banyak, setidaknya ia hari ini hendak melakukan perjalanan jauh antar dimensi. Ia ingin sedikit berbagi meskipun belum bisa bantuan besar, dia membawa makanan banyak untuk orang-orang sekitar base camp saja niatnya. Paman tersetianya juga turut membantu persiapan Pangeran Bara, kali ini mereka menunggang kuda agar lebih mudah untuk kemana saja. Wajah gadis itu sudah terngiang-ngiang di pelupuk mata Bara. Ia sudah tak sabar ingin bertemu dan memeluknya. Raja dan Ratu hanya bisa memandang dan melepas kepergiannya dengan pasrah, namun sedikit lega karena ada sang Paman yang memang tak pernah mengecewakan Kerajaan dan Raja selama ini. Dia bahkan rela mengorbankan nyawanya demi keluarga Kerajaan dan yang berhubungan dengan Kerajaan Proksia.

"YANG MULIA!!!" teriak Putri Metania dengan menunggang kuda dengan cepatnya pula mengejar dan menghentikan mereka berdua. Membuat Bara menghentikan laju kudanya seketika.

"Kenapa Yang Mulia tidak mengatakan kepadaku kalau hendak pergi ke dimensi lain lagi? Izinkan aku bersamamu Yang Mulia. Aku ingin ikut," lanjutnya sambil menjalankan kudanya memelan mendekati Bara.

"Maaf Putri, ini bukan acara jalan-jalan. Ini adalah misi hanya untuk laki-laki," jawab Bara.

"Aku ingin melihat masa depan itu bersamamu," pintanya sambil menampilkan mata yang berkaca-kaca.

"Mungkin lain kali, untuk saat ini hanya kami berdua yang akan pergi, sampai bertemu kembali Putri" Bara melambaikan tangan dan juga membalikkan badan melajukan kudanya lagi, sedangkan Putri Metania? Dia sebenarnya patah hati mendapat penolakan oelh Pangeran yang dicintainya untuk menemani perjalanan ke Negara lain.

"Apa yang terjadi dengan Pangeran? Sekian lama tidak bertemu dengan aku, kenapa dia seperti biasa-biasa saja? Apa dia tidak merindukan aku? seperti aku yang merindukanmu Yang Mulia ...." tangisnya pecah dan terdengar sesenggukan. Dia entah merasa sebagai calon istri tidak pernah mendapatkan perhatian darinya. Padahal 40 hari dia tidak bertemu dengan dirinya. Putri Metania kembali ke istana dengan mengendarakan kudanya dengan perlahan. Mengiringi sendunya jiwa yang direngkuhnya langkah demi langkahnya pilu tersedu-sedu.

Seperti yang sudah-sudah, Bara menghantamkan pedangnya sebanyak tujuh kali di batu ajaib itu, dan benar saja terbuka kilau cahaya putih teramat terang menusuk mata. Batu itu di kelilingi prajurit dan orang sakti penjaga yang amanat. Paman August-18 segera memegang pundak keponakannya lalu secepat kilat pula mereka berdua lenyap dari batu yang sudah terpecah lagi sebanyak empat bagian.

"GEDEBUKH!"

"BRUKH!!! BRAKH!!!"

Suara mereka berdua beserta dua kuda dan barang-barang bawaanya itu berjatuhan setelah keluar dari black hole di atas daratan dimana ia memang pernah datang ke Negeri Zendonevia.

Segera mereka merapikan bawaan dan bangkit menaiki kuda lagi.

"Paman, tolong Paman tunggu disini saja ya? Aku ingin mencari seseorang." ucapnya berpesan kepada pamannya yang ia tinggalkan di bekas gedung yang sebelahnya masih berdiri dengan sisa ruang juga satu sudut dinding yang masih menjulang tinggi. Pangeran August-18 berdecak kagum sambil memandangi keanehan dan perbedaan semua barang dan benda yang ada di jamannya.

Pangeran Bara dengan gagah dan perkasa menaiki kuda dengan lari cepatnya, berkibar-kibar jubah menakjubkan itu. Pangeran mengenakan pakaian terbaiknya hari ini. Ia hendak melamar Neira dan ingin membawanya ke Negerinya. Dia menuju tanah lapang yang biasa ia latihan, entah ia tak tahu hanya menebak saja bahwa mungkin gadis itu berada disana. Bara terus memacu kudanya agar segera sampai disana.

Benar saja, dari jarak yang sudah mulai dekat, ia melihat gadis sedang duduk mendongak menatap langit dari belakang, tangannya memegang gelas minuman. Bara tak mungkin lupa dengan postur tubuh gadisnya itu. Seutas senyum manis tersungging hadir di bibir manis Bara, dia sangat senang bisa berjumpa dengannya lagi.

"Suster Neira!" panggilnya tidak terlalu keras. Telinga Neira berfungsi dengan baik karena ia mendengar panggilan itu meskipun lirih. Ia menolehkan wajahnya karena merasa ada suara yang tidak asing memanggil namanya.

Terkesiap hebat dirinya melihat pemandangan yang sungguh tidak pernah ia kira. Wajah sayunya yang berhari-hari bermuram durja itu kini terik sebuah keceriaan.

"Apa ini bukan mimpi? Apa itu Pangeran Bara yang kemarin?" Buliran-buliran bening di matanya mengalir lagi. Ini kebahagiaan atau kesedihan ia juga bingung mengartikannya.

"Apa ini bukan halusinasi? Atau bayanganmu saja?" Neira tak berani melanjutkan langkahnya. Ia merasa takut ini hanya fatamorgana yang semakin didekati akan semakin menghilang. Dia menggeleng-geleng tak percaya. Bara dengan gagahnya turun dari kudanya dan dia mengangguk sambil merentangkan tangannya. Dia tersenyum lebar sehingga gigi putihnya nampak oleh mata.

"Kemarilah Neira, apa kamu tak rindu kepadaku?" Dia mengerlingkan matanya genit kepada gadis itu. Gadis itu makin menangis bercampur tertawa. Ia segera berlari sekuat tenaga ingin meluapkan segala rasa yang ia pendam, rasa rindu, sedih, bahagia, marah dan rasa cintanya kepada lelaki itu.

"HEROOOOO!!!!" teriaknya kencang masih terus berlari, lalu menubrukkan dirinya dengan keras ke dada lelaki itu. Mereka saling merengkuh melepas kerinduan yang terasa berat selama ini dipikulnya. Neira meluapkan tangisannya yang makin membuncah. Bara juga tak terasa tiba-tiba air matanya juga mulai membasahi. Mereka tak tahu kapan rasa saling mencintai itu singgah, keduanya juga tak ada yang menyatakan perasaan masing-masing, hanya saling merasakan bahwa perasaan itu ada, satu sama lain yang ternyata saling membutuhkan.

"Neira nampak kurus dan wajahnya sangat lelah," gumam Bara dalam hati. Dia sangat tahu pasti Neira setiap hari menguras air mata untuk dirinya.

"Kamu menghilang, kamu darimana? Aku ... aku ...." Bara segera meletakkan jari telunjuknya di bibir Neira, seakan tak ingin mendengar apa-apa dulu dari Neira. Saat ini dia ingin memeluknya saja dengan erat.

Bara memeluknya lagi dan mengeratkannya.

Lelaki itu mengelus-elus dengan penuh kasih sayang punggung dan rambut Neira masih dalam dekapannya.

Mereka segera saling memandang penuh kerinduan. Bara segera mencium lembut bibir manis Neira itu dengan penuh cinta. Gejolak di dada masing-masing mulai menggelora diiringi terpaan angin menggetarkan mereka, urat-urat nadi seakan mengkaku, merinding tercecap merasuki sekujur tubuh keduanya menahan kobaran api asmara yang sedang menyala.

Bara segera menggendong tubuh Neira, membuat gadis itu sedikit terkejut, Bara naikkan gadis itu pada kudanya dengan posisi duduk menyamping, diikuti dirinya yang juga segera menaiki kudanya. Ia ingin mengajak Neira dan mengenalkan kepada Pamannya.

Neira sangat berbahagia berkuda dengan seorang Pangeran. Ini bagai sebuah mimpi yang tak mungkin ada. Dia duduk di depan Bara seperti seorang Putri yang diselamatkan Pangerannya di film-film kolosal yang pernah ia lihat. Semakin cepat lari kuda yang mereka tunggangi, semakin erat ia mengalungkan pelukan ke pinggang Bara, lelaki yang dicintainya. Ia tak mampu membendung rasa bahagianya. Ia tersenyum-senyum tak percaya.

Dalam sekejap telah sampai mereka berdua ke tempat Pamannya. Lekaslah turun keduanya dan Bara memperkenalkan Neira kepada Paman August-18.

"Paman, dia adalah Neira gadis yang aku ceritakan kepadamu kemarin juga Ibu." Pangeran August segera membungkukkan kepala dan badannya kepada Neira.

"Neira, dia Pamanku, orang yang paling setia dalam Kerajaan kami, juga seorang Ksatria yang tak diragukan kehebatannya," jelas Bara memperkenalkan juga Pamannya.

"Sekarang aku ingin mengatakan kepadamu, menikahlah denganku Neira. Aku sangat mencintai dirimu. Ikutlah bersamaku ke Negeriku." Bara melamar Neira di hadapan Pamannya itu. Membuat Neira gugup, malu dan hatinya jadi tak menentu. Ia membelalakkan mata sambil merasakan sesak dalam dada.