"Maafkan aku, aku juga tak tahu apa yang harus aku lakukan andai aku tidur sepuluh tahun" jawabnya penuh penyesalan.
Keduanya larut dalam kenyaman hangatnya dekapan yang memang pertama ini mereka lakukan. Itu yang terngiang-ngiang dalam ingatan Neira saat ini,
Sedangkan Bara juga memikirkan Neira di medan peperangan itu. Karena memang wajah nan ayu itu tiba-tiba hadir dalam pandangan matanya disana.
Bara teringat dini hari tadi ia sempat bersama gadis itu. Dikala dirinya sedang memantau keadaan dan berjaga-jaga, tanpa ia sadari Neira sudah berada disampingnya, Neira juga Bara masih memendam rasa sedih, kalut dan merasa tak ingin kehilangan satu sama lain.
Bara masih menatap gadis ini tanpa berkata-kata, ia tahu rasa di dalam hatinya tak karuan, jantungnya berdetak hebat ketika Neira semakin mendekatinya. Entah sinyal apa yang ia kirimkan kepada Bara, Neira tanpa aba-aba memeluk lelaki itu lalu mencuatlah air matanya lagi didada Sang pangeran Bara.
"Aku tak tahu kamu itu siapa? aku juga baru mengenalmu, tapi aku jujur saja, sangat takut kehilanganmu Hero, jangan tertawakan aku jika kamu merasa lucu dengan sikapku" Neira membuka percakapan dan menuangkan perasaan yang ia rasa.
"Aku pun merasakan hal yang sama, tidak tahu bersemayam sejak kapan. Aku sangat merasa nyaman bila ada di dekatmu, bahkan aku bisa sangat marah jika ada lelaki lain yang mendekatimu" balas Bara.
Bara segera memegang kedua pipi gadis ini dengan kedua tangannya, mereka saling menatap penuh arti, Neira yang matanya masih basah, sedangkan Bara dengan tatapan yang begitu dalam untuknya, mereka berdua saling mengirim dan menangkap suatu sinyal. Bara kini mendekatkan wajahnya dengan lebih dekat. Ia merasakan tubuhnya mengkaku dan otot-otot tubuhnya seakan tegang, Bara mencoba mengatur nafasnya yang sedang susah ia kendalikan di depan gadis ini.
Neira pun merasa ada yang aneh dengan anggota tubuhnya, bulu-bulu kuduknya berdiri dan merinding seketika. Kaki dan tangannya seolah gemetaran bersama dirinya.
"Apa yang akan dilakukan Bara?" bisik hatinya, nafas Neira kian tak menentu ketika wajah lelaki tegas dan tampan itu semakin dekat dan dekat lagi dengan wajahnya, sampai dirinya merasakan hembusan nafas lelaki ini pada kulit wajahnya saking dekatnya, Neira tak mampu menatapnya lagi, dia sangat gemetaran dengan suasana dini hari bersamanya ini. Dia memilih untuk memejamkan kedua matanya.
Bara mulai merasakan dinginnya bibir gadis itu ketika tersentuh dengan bibirnya, ia kemudian mencium Neira dengan lembut, membuat gadis ini melayang-layang terbawa angin dingin malam. Neira tak mampu menolak karena dirinya juga terhanyut dalam perasaan bersama lelaki ini.
"Aku tak tahu Hero mencintaiku atau tidak, aku juga tidak tahu perasaan dia padaku, karena ia tak pernah mengatakannya, tapi yang aku tahu, aku sekarang hanya menginginkannya bersamaku." gumam Neira dalam hatinya. Mereka berciuman dengan mesranya, Neira semakin mengeratkan pelukan dengan mata yang masih terpejam. Ia tak menyangka bila akan dicium oleh lelaki tampannya dini hari ini, ciuman ini semakin menghangat, Bara memagut bibir indah gadis ini dengan penuh kelembutan.
Neira akhirnya juga membalas Bara dengan penuh kasih sayang. Darahnya mengalir deras dan tulang belulangnya melemah. Neira melepaskan ciumannya. dengan mulut menganga, dia memgembuskan nafas berkali-kali berusaha menguasai sebak dan getaran di dalam dadanya. Bara tetap tak mau kehilangan moment indah ini, dia dengan cepat sudah menguasai Bibir Neira lagi sambil meletakkan kedua tangannya memegang kepala dan rambut Neira. Keduanya memejamkan mata bersama. Menikmati alunan ritme perasaan yang indah di gelap gulitanya malam dibawah cahaya rembulan yang menguning setengah mendung.
Adegan inilah yang kini menjadi bayangan yang berkeliaran di benak Bara, membuat semangatnya makin membara, ia merasa makin harus mendapatkan kemenangan karena juga tak ingin kehilangan gadis cantik itu, suster Neira adalah semangatnya saat ini. Dia harus menang dan segera ingin memiliki Neira.
Pikiran yang melanglang sejenak tak membuat Bara kehilangan konsentrasinya, dia sungguh terlatih sejak kecil untuk mengatur pikiran dan logikanya. Dia makin bersemangat, tetap menengadah memohon untuk disatukan dengan kekuatan alam.
Gemuruh angin yang masih menderu seakan mengumpul dan berjalan dari jauh semakin lama semakin terdengar keras, Ia segera melayangkan tangan dan kepalanya untuk bersiap menguasai angin. Dahan-dahan kering, kerikil dan batu mulai melayang-layang di udara, Angin tiba-tiba berhembus sangat kencang hingga sedikit menutupi pandangan semua orang.
Diatas langit juga hendak beranjak turun badai disertai awan hitam yang berbaris-baris, mereka semua yang berada di area peperangan itu mengira akan ada cuaca yang ekstrem, tampak penampakan seperti akan mulai muncul hujan air atau badai pasir dan debu.
kini semua penjuru dari ujung barat ke timur, selatan ke utara .. semua benda partikel-partikel kecil tengah melayang seakan menolak gaya grafitasi bumi yang pernah dicetuskan. Para prajurit negeri maupun prajurit musuh mulai merasakan keganjilan dan keanehan tatkala beberapa mencoba menendang atau menjatuhkan benda melayang itu gagal. Segera mereka mempercepat langkahnya karena ingin segera menghancurkan negeri lemah ini.
Bara memutar arah angin yang sudah berada di sekitarnya, angin-angin itu seakan menunggu perintah sang tuannya. Kedua tangannya seolah mengaduk berputar-putar dengan tatapan yang serius, alisnya yang tebal itu mengerucut menampilkan dendam yang begitu dalam, tak khayal juga menjadikan benda-benda melayang tadi itu berputar-putar semakin lama semakin cepat. Musuh makin kebingungan dan ingin menyegerakan serangan mereka. Bara dengan cepat meluncur ke udara dan berjungkir balik seakan mengajak angin-angin itu menggelinding dan menyerang ke segala arah.
Detik-detik peristiwa itu terekam oleh mata semua yang menyaksikan hal luar biasa ini. Tak terkecuali, baik prajurit yang di medan perang atau mereka yang menghuni base camp itu tampak berhamburan keluar turut menyaksikan, terutama Neira, dia tak mau ketinggalan sedetikpun keadaan Pangeran itu. Tampak angin kencang dan ada juga angin berputar menyerupai puting beliung di area pergerakan musuh. Angin itu lantas menghancurkan material dan banyak persenjataan mereka yang ikut terbawa angin kirimannya.
Terdengar dari pihak musuh suara teriakan aba-aba untuk segera menyerang. Bara pun dengan sigap meluncur di udara.
"HIIIIYAAAA ... AAAAAK!!!!" dia mengirim dan mendorong angin kencang berisikan material-material tadi, batu, kerikil dan angin berputarnya itu ke arah lawan.
Dia melompat dari pucuk reruntuhan gedung ke pucuk reruntuhan gedung yang lain yang masih nampak tinggi itu, untuk memantau dan mengendalikan angin.
Diiringi dengan serangan balasan dari Prajurit perang negeri Zendonevia dan sekutunya ini kepada mereka, bersamaan dengan angin kencang dan puting beliung yang segera memporak-porandakan susunan baris berbaris mereka, juga menumbangkan pepohonan di kawasan ini.
Kawasan musuh merasa buyar konsentrasi karena pandangan yang semakin kabur akibat angin bercampur debu dan kerikil atau batu menyerang tubuh-tubuh mereka. mereka jadi menembak ke segala arah tanpa taktik dan tak tau arah.
Meriam-meriam besar yang jadi kebanggaan mereka terguling bergelindingan juga susah untuk dikendalikan, meskipun ada saja juga yang berhasil menembakkan bom-bom itu ke arah Bara, Tapi kalah dengan kecepatan angin yang ia kirimkan sehingga meledak di tengah-tengah area dan tak tepat sasaran.
Pesawat-pesawat tempur dan helicopter yang berputaran di atas langit, seketika oleng dan turut berjatuhan mebimbulkan ledakan dimana-mana.
Kini mereka semua menyaksikan bukan cuma partikel kecil yang melayang, Ketika Bara bersujud sejenak lalu lekas berdiri merentangkan keatas kedua tangannya seakan hendak menangkap bola raksasa yang jatuh dari langit, membuat segala benda terangkat dengan tingginya. Semua benda tak terkecuali. Pepohonan yang tumbang tadi, reruntuhan kecil gedung maupun bongkahan besarnya semua mulai terangkat. Membuat semuanya semakin tercengang. Terlebih kaum musuh, mereka mulai sedikit ada ketakutan. Bagaimana jika bongkahan-bongkahan besar gedung itu menghantam kepala-kepala mereka?.
Bara berlari menggiring semua bongkahan itu untuk menerjang mereka semua. Dia berlari maju sangat kencang diiringi bongkahan yang juga semakin kencang di depannya. Ia dorong dengan sangat kuat hingga benarlah, pasukan musuh yang terlihat sangat banyak itu berhamburan, dihantam begitu banyak bongkahan gedung, pepohonan dan lama-lama semuanya terangkat melayang tinggi. Para blok musuh sudah sangat merasa seperti bagai diujung tanduk. mereka dibuat Bara terangkat ke langit oleh anginnya lalu dihempaskan jatuh ke Bumi dengan kerasnya, sehingga banyak yang tewas seketika.
Disamping Bara yang berjuang sekuat tenaga, prajurit negeri dan sekutu mengiringi dengan menembak dan menge-bom pasukan lawan juga. Mereka tak ingin berpangku tangan hanya mengharap serangan angin semata.
Bagi yang masih berlarian tak tentu arah karena angin berada di segala penjuru. Tak urung tertimpa pula oleh bongkahan dan pepohonan juga ikut tewas mengenaskan, ada sebagian musuh berlari ke arah Blok Negeri ini untuk berlindung karena hanya kawasan dimana Bara dan prajurit negeri ini berdiri yang terhindar dari serangan angin kencang dan angin berputar.
Namun tetap seperti memasuki kandang macan, mereka diberantas tak bersisa dengan tembakan-tembakan senapan yang sudah haus darah dari lama tak mendapatkan korban itu.
Bara memastikan semua musuh yang hadir telah binasa, dia siap untuk menghabiskan tenaganya untuk pertempuran demi negeri gadis yang membuat hatinya bertekuk lutut itu. Juga rasa perikemanusiaan yang ia punyai.
Setelah Kabut, angin kencang berisi pasir, batu, kerikil dan angin berputar itu menghajar tanpa ampun mereka semua, tampak lama kelamaan mereka semakin menyurut seakan memberi laporan kepada Bara bahwa musuh telah binasa oleh mereka, mereka semua memberi sinyal untuk meninggalkan arena pertempuran.
Bara berdiri dam melakukan gerakan melambat seperti gerakan-gerakan yoga untuk menutup semua ritualnya hari ini.
Dia merasa kakinya lemas seketika tak mampu menopang tubuhnya, semua tulang belulangnya mendadak lembek, dan badannya panas tinggi diiringi kepalanya yang berputar-putar, dia melemah ... dia merunduk dengan perlahan lalu terjatuh dari reruntuhan yang ia jadikan pijakan kakinya tadi.