Naya sangat senang melihat wajah pria yang ia tangani ini sepertinya memerah dan terbakar api cemburu. Hatinya terbahak-bahak gembira.
"Lagipula siapa yang tak mau bersanding dengan pemuda setampan dokter Vigian, dokter muda dan luar biasa itu. Dia juga orang kaya yang bisa menunjuk siapa saja untuk jadi pasangannya, kalau aku jadi suster Neira, aku akan terima dengan senang hati cinta dokter Vigian itu. hummm sayangnya dokter tidak menaruh hati padaku. Ckckck" Wajah Naya penuh semangat menceritakan itu semua sambil geleng-geleng kepala, membuat Bara seperti makin bersungut-sungut, ia sangat senang dan merasa berhasil mengadu domba 'dalam misinya itu'. Suster Naya berpamitan dan pergi meninggalkan Bara lalu mengalihkan itu semua dengan memeriksa pasien yang lain.
Pangeran Bara segera turun dari Bed pasien, ia berjalan perlahan dan segera menuju pintu keluar base camp yang hanya terbuat dari kain tenda yang sangat tebal, Ia menyibakkan kain itu lalu mengintip apa yang sedang terjadi diluar. Benar saja ia melihat Neira sedang tersenyum-senyum bersama dokter Vigian entah mereka berbicara tentang apa.
Bara termenung sejenak, ia juga tak tahu ada gejolak apa dalam dirinya sekarang karena memang selama ini tidak pernah ia merasakan seperti yang ia rasakan saat ini. Ia bergerak mencari pedangnya, ia bawa pedangnya dan dia keluar melewati Neira dan dokter itu dengan cepat-cepat. Tak pelak Neira pun menyapanya karena melihat Bara yang sedang terburu-buru.
"Kamu mau kemana Hero?" ucap Neira.
"Aku mau berlatih pedang di tanah lapang kemarin" jawabnya sedikit ketus.
"Eh?! bukannya kamu harus istirahat untuk memulihkan tenagamu?" lanjut Neira terheran
"Aku sudah beristirahat 10 jam, aku mau berlatih pedang karena disini ... sangat membosankan!" Bara segera berlari cepat bagai seorang ninja yang ada di televisi.
Dokter Vigian mulai keheranan melihat baru sedikit saja kelebihan pemuda itu, berlatih pedang dan berlari secepat kilat. Waow ... mungkin itu yang keluar dari mulutnya tapi hanya ia sebut dalam hati.
Bara memang tahu sehabis siuman tenaganya tak cukup kuat, tapi dia merasa powernya cukup tinggi karena dorongan rasa yang dia sendiri tidak tahu dorongan rasa apa itu. Dia juga berniat untuk bermeditasi di luar sana, menjauh dari keramaian dan kebisingan untuk mengumpulkan kekuatannya lagi.
"Dokter sudah memberikan informasi kepada pusat dok tentang dia?, dia harus diberi perhatian lebih oleh pusat, karena dialah satu-satunya orang yang mungkin akan melawan negara musuh, dia harus mendapat asupan lebih dari yang lain agar dia jangan sampai lemah jika tiba-tiba negara Adidaya itu membalas kekacauan kemarin kepada kita, aku hanya memikirkan ketakutanku dok. Tidak ingin merasakan kepedihan peperangan lagi yang lebih dari ini." Ucap Neira bersedih hati.
"Ya, aku sudah menginformasikan ke pusat tentang hal ini, mungkin mereka juga masih mengagendakan untuk bertemu dengan orang asing ini, mereka juga menanyakan apa pria itu penyihir? kalau iya darimana dia?" Neira menggeleng pura-pura tidak tahu.
Meskipun Neira tahu banyak tentang Bara, ia tak akan menceritakan detail tentang siapa dia sebenarnya, karena dijelaskan pun tak akan masuk logika. Daripada pusing sendiri, jadi sekedarnya saja dia sampaikan yang perlu ia sampaikan dan ia simpan untuknya apa yang perlu ia simpan.
Bara segera berlatih pedang sambil memukulkan pedangnya ke pepohonan dan beberapa bangunan runtuh yang masih ada sisi dinding, yang masih menjulang tak utuh. dia terlihat gesit menaiki dan menuruni pepohonan, melompat dari pohon satu ke pohon yang lain atau ke ujung bekas reruntuhan bangunan, dari kejauhan juga nampak sosoknya yang dengan cepat berpindah-pindah tempat itu, Benda-benda mati dan pepohonan tadi seakan bagi dia adalah seorang lawan. Suara benturan pedang dan benda--benda itu sangat keras, membuat semua penghuni base camp mendengarnya.
Neira merasa sedikit risih dengan suara dentingan pedang yang bising, dia juga merasa aneh dengan mimik wajah Bara tadi, terlihat sangat kecut dan berbeda sekali dengan tampilan wajahnya ketika hendak berbaring tidur 10 jam yang lalu, sangat sumringah menyapa dan berpamitan kepadanya sambil mengucap selamat tidur, harusnya dia senang karena sudah sadar dari pingsannya tadi. Humm ... pemuda yang aneh. ucapnya lirih.
"Oiya Suster Nei, tadi dia bilang kepadaku, jangan ada yang mengganggunya disana, dia akan bermeditasi untuk waktu yang lama?" Sahut Naya kepada Neira.
"lama itu berapa jam atau hari Sust?, lalu dia butuh apa untuk membantunya meditasi disana? makan atau minum kah?" Neira mencerca Naya banyak pertanyaan.
"Waah aku tidak tahu ya?"
"Harusnya suster menanyakan, seperti aku yang tahu dia tidur hanya butuh 10 jam untuk beristirahat. Sebelum tidur 10 jam dia harus makan banyak. Sekarang dia meditasi itu butuh apa kita tak tahu, semoga negara blok Adidaya sana itu tak membalas serangan dia kemarin, untuk saat-saat ini karena dia masih lemah. Tak akan ada yang bisa membantu negara kita, sepertinya Tuhan telah menitipkan Negara ini dalam genggaman dia Suster Naya, jadi kita semua harus benar-benar membantu dia demi menyelamatkan Negara kita juga"
"Yaa suster Nei, maafkan aku kurang tanggap, nanti suster Nei bisa tanyakan saja sendiri padanya"
"... tapi kan dia berpesan jangan diganggu? takutnya membuyarkan dia yang sedang mengumpulkan tenaga"
"Sudahlah, jangan berdebat. Nanti bisa dibicarakan lagi. Ambulance akan datang untuk memindahkan pasien-pasien yang butuh penanganan lebih, dan akan ada beberapa keluarga yang menjemput mereka yang sudah baikan. Ayo semua bantu siapkan para pasien" Perintah dokter Vigian kepada semua petugasnya. Semua segera menyelesaikan tugas yang tinghal sedikit itu lalu bergegas memenuhi perintah dokter kepala base camp ini.
Neira masih memendam perasaan tak menentu, ia sangat mengkhawatirkan tentang tenaga Bara itu, betapa orang-orang tak tahu Bara melakukan serangan dengan sangat luar biasa sehingga tenaganya melemah, harusnya mereka semua lebih menspesialkan Bara?, karena dia orang yang sangat berpengaruh untuk Negara ini melepaskan jeratan peperangan dunia ke III ini, tapi mereka semua menganggap Bara orang biasa yang tak butuh perlakuan istimewa untuk dirinya. Itu sungguh salah.
Neira akhirnya berpikiran ia akan tunggu sampai besok pagi kabar Bara, karena sekarang adalah jam lima sore, ia menghitung dengan hitungan sendiri. Kalau meditasinya 10 jam juga, artinya sekitar jam empat pagi pasti sudah selesai, dia tunggu saja sampai besok untuk mencari tahu tentang kebutuhan dan keadaan Bara, ia akan menanyakan sendiri padanya.
Tak lupa ia memanggil dan meminta tolong kepasa temannya, seorang perawat laki-laki untuk mengantarkan ke tempat Bara beberapa makanan dan minuman untuk dirinya. Ia takut Bara lupa mengatakan kebutuhan dia, dan disaat dia membutuhkan semua orang telah terlelap.