Chereads / Proses Delete / Chapter 7 - Cahaya Bulan

Chapter 7 - Cahaya Bulan

Malam gelap tiba-tiba mata Neira mengeryip pelan dan membuka dengan sangat hati-hati. Ia pendarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan, ia mencari sesosok di tengah malam ini, ia tak menemukannya. Dia kemudian bangkit dan masih mencarinya, dia tanpa sadar mencari Bara. Ia mencoba keluar base camp itu. Ia menyusuri sambil melangkahkan kaki, lambat laun suara desingan pedang yang beradu dengan angin terdengar di telinganya. Dibawah cahaya bulan menyorot sesosok pria yang gesit dalam gerakan.

"Hero sedang berlatih pedang selarut ini?" Dia terus berjalan untuk menemukan dimana sumber suara itu.

Ia menatap tak berkedip sambil menyilangkan tangannya didada karena hawa malam yang sangat dingin ini.

Betapa cekatan dan gesit dia mengacung-acungkan pedangnya meskipun tanpa lawan. Dia melompat, dan berulang kali jungkir balik di udara tanpa menyentuh tanah. Sungguh hebat lelaki ini, benarlah ia kata. Pasti dirinya memang dari zaman lain, seperti pendekar atau ksatria kuno di film-film yang sering ia lihat dulu di televisi. Ia bersalto lagi dan kakinya gesit dan gancang bermain di tanah maupun diatas tanah.

Ia terus melotot penuh ketakjuban melihat pemandangan di hadapannya ini. Neira berulang kali menelan ludahnya karena kagum. Tiba-tiba saja hawa dingin menusuk hidungnya hingga ia menjadi bersin.

"Hatci!!"

"Hei, siapa itu," dengan gesit Bara berlari dan sudah berada di samping Neira. padahal jarak dia tadi sekitar 300 meter dari Neira.

"Aku kira siapa? Kenapa kau mengintipku?,

Kau kagum kepadaku?" tuduh Bara sambil tersenyum miring.

"Maaf telah membuyarkan latihanmu, kamu sangat hebat. Aku belum menemukan seorang pria sepertimu dengan banyak kelebihan. Aku tiba-tiba terbangun dan mendengar suara pedangmu yang beradu dengan angin, aku hanya ingin memastikan bahwa itu adalah dirimu," jawab Neira masih bersendekap tangan.

"Iya, aku pemanasan saja, karena menjelang fajar datang aku berniat akan kirimkan angin untuk memporak porandakan base camp musuh, semoga saja bisa, aku telah beberapa hari bersemedi setiap malam, untuk mengumpulkan tenagaku dengan tujuan ini" lanjut Bara. Kau akan saksikan nanti sebelum pagi datang.

"Tahap awal musuh kita serang dengan seakan-akan kejadian alam."

"Biarkan aku disini melihatmu Hero, aku sangat senang ketika melihatmu beraksi begini membuat aku teringat seperti menyaksikan film pendekar yang penuh aksi, kau tahu sendiri, nonton film hanya sebuah mimpi di negara yang sudah hancur begini."

"Lakukanlah, aku sangat senang jika ada yang menemaniku, kita sudah beberapa hari saling berbicara dan menyapa, tapi sepertinya kita lupa berkenalan. Iya kan? Aku tak berani memanggil namamu sebelum kau izinkan dengan perkenalan dulu," jawabnya.

"Aku dan korban perang tidak pernah ada perkenalan, yang aku tahu kami semua saudara. Bila ada yang luka akan kami rawat seperti keluarga sendiri, tapi apa iya kamu belum pernah memanggil namaku?" tanya Neira keheranan sambil mengingat-ngingat apa yang dikatakan pria di hadapannya ini. Bara menggeleng karena dia hanya menyapa Neira dengan kata 'kamu' saja.

"Panggil saja aku Neira, bila aku tak bertugas, kalau sedang bertugas panggil aku suster, karena tak akan enak didengar orang jika dalam kerjaku kau panggil namaku saja," jawab Neira sambil mengulurkan tangannya.

Bara juga menyambut hangat tangan itu, tangan yang begitu dingin karena memang sedang kedinginan, berbeda dengan tangan Bara yang menghangat karena sudah sejak tadi bergerak berlatih pedang.

Neira sangat terkejut ketika punggung tangannya itu tiba-tiba dicium oleh Bara. sambil membungkukkan badannya. Neira melotot keheranan. Dia segera menarik tangannya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Neira.

"Kenapa? Di Negeriku semua akan berkenalan dengan cara ini, seorang gadis ataupun putri akan dicium tangannya oleh kami, para pria sebagai bentuk penghormatan bagi para perempuan yang belum menikah, itu sudah menjadi hal yang lumrah, bahkan itu sebuah aturan." Penjelasan Bara yang membuat Neira keheranan. Neira menjadi gugup seketika.

"Ooh, ya aku lihat pada film-film latar masa lalu juga seperti itu, maaf ... hanya saja aku kaget, jaman sudah berubah dan disini tidak ada cara seperti itu. Kau hanya cukup bersalaman saja."

Neira menyudahi perbincangan ringan tadi dan meminta Bara untuk melanjutkan latihannya, ia ingin segera tahu apa yang akan Bara tunjukkan untuk melakukan serangan diam-diam kepada negara musuh.

Neira duduk di tanah sembari terus memandangi Bara. Sesekali ia mengedipkan mata juga menguap karena sudah mulai mengantuk, tapi niatnya kuat untuk melihat apa yang dikatakan pangeran tadi kepadanya.

Bara berkomat kamit lalu segera menancapkan pedangnya di Bumi, dia seperti melakukan kuda-kuda dan gerakan yang cukup rumit untuk ditirukan, dia melompat ke udara setinggi-tingginya, lalu menghentakkan tangan dan kakinya ke bumi, anehnya Neira merasakan bumi sedikit berguncang seperti gempa tahap ringan telah melanda. Tanah dan kerikil mulai berhamburan dan terangkat ke udara, disusul dengan gemuruhnya angin yang tiba-tiba datang entah dari mana, menyebabkan mata Neira menjadi kelilipan. Ia kucek matanya dan ingin segera membuka mata karena tak mau sedetikpun tertinggal adegan yang luar biasa tak masuk logika baginya.

Bara mengangkat kedua tangannya mengarahkan ke langit. Sungguh seperti angin puting beliung membentuk bulatan yang berputar-putar bak membentuk pusaran diikuti batu dan kerikil yang turut serta berputar-putar searah angin itu.

"HIYAAA ..... AAAAAK!!!" teriaknya keras seakan dia mendorong sekuat tenaga pusaran angin itu ke arah kawasan musuh yang mungkin sedang terlelap dan sebagian ada pula penjagaan ketat oleh pasukan militernya. Bara berlari sambil mengambil pedangnya semakin mengejar angin. Seperti terus mendorog angin itu agar segera sampai ke tempat yang ia tuju. Aneh suara seberisik ini seperti tak ada yang terbangun seperti dirinya. Dia berdiri untuk lebih melihat detail dari kejauhan apa yang terjadi disana?.

Seketika ia melihat dari kejauhan tenda-tenda Base camp musuh berhamburan semua terangkat ke atas, peralatan lain dan benda-benda yang entah apa saja juga ikut berputaran di udara, semakin tinggi terangkat, pepohonan pun banyak yang tumbang dan beberapa ikut pula mluncur ke arah langit. Semua terlihat porak poranda. Teriakan ketakutan mereka juga sampai di telinga Neira. Mungkin mereka mengira itu badai yang tiba-tiba menyerang kawasan mereka.

Orang-orang dan prajurit disana tampak berhamburan berlari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri masing-masing tanpa sempat membantu dan menyelamatkan yang lain. Beberapa orang tampak juga ikut beterbangan. Waaaow!!! sungguh luar biasa. Apa Tuhan mengirim malaikat untuk membantu Negara ini? karena sudah cukup penderitaan kami selama ini. Bukan, dia manusia yang bisa aku sentuh ... bisa aku ajak bercanda .. dan dia juga bisa jengkel dan kesal sama seperti manusia yang lain. Kalau dia malaikat tentu akan sempurna dan sifatnya tak akan sama dengan manusia.

Ungkapnya lirih.

Neira Terpana ...

Neira berdecak kagum ...

Neira terpesona ...

Neira menitikkan air mata, karena hanya dia yang ingin melawan penindasan ini, dia tak kenal dengan dirinya dan Negara ini, tapi rasa cinta kepada negaranya sungguh melebihi kami yang penduduk asli Negeri.