Chereads / Proses Delete / Chapter 10 - Terbakar Api

Chapter 10 - Terbakar Api

Semua petugas paramedis sangat bahagia dan bersemangat karena banyak alat dan bahan kebutuhan medis diterima oleh mereka. Hari ini yang menyenangkan karena proses pengiriman dan diterima mereka semua dalam keadaan baik. Mereka semua sibuk menata barang-barang yang ada, disamping itu sebagian pasien banyak yang sembuh meminta untuk pulang bagi yang masih memiliki keluarga.

"Tolong penataan diatur agar tidak banyak memakan tempat, serta obat dan bahan dilihat masa expirednya." Perintah dokter Vigian sambil mengeluarkan barang-barang yang datang membantu petugas kirimnya. Beberapa mobil box yang terparkir di depan base camp ini.

"yang paling cepat expired letakkan di tempat yang mudah agar cepat habis duluan"

"Iya dokter" Jawab mereka serentak.

Bukan cuma bahan medis yang sampai, tapi makanan yang enak dan banyak, pakaian juga keperluan home care semua datang serentak, luar biasa pengaruh serangan fajar pangeran Bara memberikan kebahagiaan tersendiri bagi para korban perang dan yang dalam pengungsian ini, sekali-kali mereka tercukupi agar sedikit memiliki rasa optimis dalam mengakhiri peperangan ini. Sedikit memberi hiburan di tengah konflik yang berkepanjangan ini.

Ditengah kesibukan para petugas yang dari tadi itu, terdengar suara memanggil Neira dari dalam.

"Suster Neira, Suster Neira, apa ada disitu?, ada yang mencarimu ... pria yang diinfus itu!!" Suara teriakan dari dalam, sepertinya suara dari pasien lain. Neira sangat gembira karena itu pasti Bara, dia sudah siuman dan sekarang mencarinya. Ketika Neira hendak berdiri mendatangi suara panggilan itu, dia dicegah oleh dokter Vigian.

"Tidak, kamu tetap disini membantuku, Suster Naya dan ada perawat Bian bisa membantunya" Perintahnya kepada Neira. Gadis ini kembali pada posisi semula sembari melanjutkan menghitung dan mengecek tanggal expired barang. Suster Naya dan perawat Bian segera menuju ke dalam

"Suster Naya, tolong bawakan dia makanan ya" Pinta Neira pada sahabatnya. Naya menoleh sambil mengedip mata dan menunjukkan tangan dengan jarinya berbentuk 'oke'.

"Suster Neira jangan pilih kasih terhadap korban, apalagi dia orang asing yang tak jelas, harusnya lebih perhatian dengan pasien yang sedarah dengan tanah air kita" Mula-mula dokter Vigian membuka topik.

"Sorry dok, saya tidak ada pilih kasih, semua korban perang saya tangani dengan maksimal dan sebaik mungkin, bahkan Pak Jenderal yang sudah sekarat hampir meninggal itu, dokter ingat? di belakang perintahmu aku bantu selamatkan dia, padahal dokter perintahkan aku membiarkan dia mati kan daripada merepotkan kita?, harusnya dokter yang tidak boleh pilih kasih begitu, setiap nyawa berhak di usahakan keselamatannya, bagaimana kalau lelaki tua itu Ayahku atau Ayahmu yang diperlakukan oleh dokter lain begitu?" Neira sedikit muntab dengan sindiran pria atasannya ini.

"Bukan begitu suster Nei, semua dilihat situasi dan kondisinya lah, saat itu keadaan kita krodit dan semua bahan medis sangat terbatas, kita juga sangat kebingungan, maka dari itu aku memberi keputusan yang sangat berat, tolong jangan bicara begitu, aku sangat menyesal suster, kamu tak tahu bagaimana beratnya jadi kepala di base camp ini dalam situasi perang" pria jangkung ini menjelaskan panjang dengan diliputi rasa bersalah.

"Karena itu dokter juga jangan menuduh orang sembarangan" Ucap Neira sedikit melembut.

"Oh iya Suster, jadi teringat, ngomong-ngomong soal Pak Jenderal itu, beliau ternyata orang yang berpengaruh dalam penanganan perang," dokter Vigian teringat sesuatu. Dia mengatakan bahwa Pak Jenderal tersebut adalah kebetulan bertugas di daerah ini dan turut serta menjadi korban. Beliau berasal dari kota lain, yaitu kota Blossom. Karena kondisi beliau sudah mulai pulih, setelah dijemput oleh keluarganya dan dipindah ke Rumah Sakit yang lebih baik, keadaan Jenderal tersebut makin membaik, Pak Brighant Hewurst namanya, beliau sangat ingin bertemu suster Neira dalam beberapa hari ke depan, karena merasa sangat berhutang budi ... bahkan berhutang nyawa kepada suster Neira, mungkin hendak mengucapkan terima kasih dan bisa jadi memberi hadiah atau penghargaan untuk suster yang berkomitmen lebih seperti suster Neira ini.

"Mungkin orangnya ingin memberimu hadiah atau bonus" dokter Vigian pun tak diberi alasan kenapa Jenderal itu ingin bertemu Neira, dokter Vigian hanya menyampaikan pesan yang ia terima dari pusat saja.

"Ada berita membahagiakan lagi, pemerintah sangat berterima kasih atas prestasi Base camp kita yang memiliki jumlah kematian paling sedikit dibanding base camp medis di kawasan-kawasan lain." Tambah dokter Vigian berbinar-binar.

"Waaah iya kah dokter? syukurlah perjuangan kita tidak sia-sia" Neira sangat senang mendengar berita itu. Artinya dirinya dan Team dokter Vigian sangat memprioritaskan keselamatan para korban perang itu.

"Salah satunya karena ada kamu suster, aku lihat sendiri loyalitas dan totalitasmu dalam mengabdi pada amanah kita sebagai petugas medis, sangat mementingkan nyawa orang lain, walaupun itu tipis, kalau situasi ini sudah berakhir, aku berjanji akan memberimu bonus tersendiri, suster juga pasti mendapat banyak penghargaan." tambahnya memuji gadis cantij dihadapannua ini.

"Terima kasih dokter" Balas Neira dengan sukacita.

Terlihat Bara yang sudah siuman itu masih celingak-celinguk seakan mencari seseorang yang tidak ia lihat dari tadi karena kedatangan suster Naya dan seorang perawat laki-laki kepadanya. Bukankah dirinya memanggil Neira? kenapa yang datang bukan dia? gumamnya.

"Kau mencari siapa pangeran? Aku dan temanku ini yang akan membantumu, kau mencari orang lain hum?" gelagat Naya yang genit sambil bersoal kepada Bara.

"Alat apa ini yang menempel di tanganku?" Akhirnya pertanyaan itu muncul juga dari mulut pangeran itu.

"Ini alat infus Yang mulia, cairan berisi sari-sari makanan agar kamu cepat pulih, kamu tak tahu ya? Suster Neira lhoo yang memasangnya sendiri di tanganmu itu, dia sangat mencemaskanmu" Ucap Naya berlebih-lebihan karena dia memang mengemban sebuah misi tersendiri.

"Dimana dia?" Celetuk Bara.

Suster Naya berbicara sambil melepaskan infus di tangan Bara.

"Siapa? dokter Vigian kah atau siapa nih?" tanya suster Naya sambil menggoda?

"Dimana suster Neira?" tanya Bara.

"Ooh suster Neira? hehe, dia menitipkan banyak makanan ini untuk Yang mulia, ini semua baru datang lhoo. Kalau tanya dia dimana, dia diluar sedang sibuk dan tak bisa diganggu. Sepertinya berbicara serius dengan dokter Vigian, karena ... mereka sejak tadi berduaan" senyum-senyum sendiri tanpa dosa suster Naya menyampaikan sebuah kebohongan.

Rona muka Bara seketika berubah mendengar ucapan suster didepannya ini.

"Aku dengar sudah dari lama dokter Vigian menaruh hati kepada suster Neira Tuan tampan, karena Neira memang ada darah campuran Asia dengan Timur tengah kecantikannya khas, selain itu dia sangat baik dan banyak prestasinya dalam bidang medis ini, dia terkenal mementingkan keselamatan orang lain dibanding dirinya lho, dia gadis yang sempurna." Lagi-lagi Naya menebar racun kepada pria tampan itu.