Chereads / Proses Delete / Chapter 6 - Pencarian

Chapter 6 - Pencarian

Bara langsung duduk di tempat yang masih ada space untuk dirinya, karena sangat banyak orang di dalam yang bergelimpangan untuk tidur atau beristirahat.

"Kenapa kamu enggak jadi bantu-bantu dokter Vigian?"

"Enggak lah, ngomongnya tidak sopan, seenaknya sendiri saja. Aku tak suka"

"Humm kamu bilang kamu sedang di Negara kami, kamu jadi tawanan kami, ya harus siap disuruh kan? hehee" ucap Neira menggoda sambil tertawa.

Dia sengaja meledek Bara karena memang terlihat merengut lucu.

"Tawanan negara ini boleh, tapi bukan tawanan dia" dengan sewot Bara mengutarakan.

"Kenapa kamu marah padanya? dia malah dokter yang menangani kamu, aku yang hanya membantunya, hanya perawatnya saja"

"Dia sombong dan seenaknya sendiri kalau ngomong, memerintah dengan semaunya, itu saja. Memang dia enggak tahu aku siapa?" Tukasnya memendam rasa kesal.

"Hahaha, ooh itu saja ya" Neira tertawa-tawa dibuatnya dan Eh ... Neira, baru menyadari dia dibuat banyak tersenyum dan tertawa hari ini, bukannya selama ini dirinya selalu menangis dengan keadaan yang mencekam setiap hari? bahkan dia sudah lupa cara tersenyum dan tertawa, Ia pun sudah lupa kapan terakhir dia tertawa. Hari ini, dia tertawa karena kedatangan orang asing ini, dia tertawa dengan sikap Bara di hadapannya. Dia akhirnya bisa tertawa lagi.

Bara yang menunjukkan wajah kesal itu makin menunjukkan garis ketampanannya, tegas tajam dan terlihat sangat macho.

"Suster Nei, sepertinya ada yang sedang cemburu deh.. ehem ehem. Ya sudah, biar Naya yang bantu dokter Vigian, kalian berdua istirahat saja, atau mengobrol berdua juga boleh. Hehee" Naya bicara meledek keduanya.

"Ah Naya nih apaan sih dari tadi? masak iya aku suka sama Hero? kenal saja tidak, orang ketemu saja baru hari ini?, tapi kenapa Naya memandang kami begitu terus?" bisik hati Neira.

"Pangeran, aku perhatikan kamu memandangi dia terus, hihihi. Dia cantik ya?" Naya sembarangan mengatakan di depan kami, membuat Bara aku lihat sedikit malu.

"Memang di kerajaanmu sana tak ada gadis atau putri-putri yang cantik seperti di film-film romansa itu?" Ledeknya lagi sambil berlalu pergi.

"Banyak gadis cantik di Negeriku, tapi semua bergaya sama, kaku dan harus sesuai adat kerajaan. Tidak ada yang benar-benar bebas seperti kalian, aku lihat sangat menyenangkan hidup tanpa kungkungan yang kaku seperti di kerajaan." penjelasan Bara kepada Naya dan Neira.

Neira merasa aneh kalau sampai Naya mengatakan seperti itu berulang-ulang di hadapan dirinya dan Bara. Apa yang dia lihat, tatapan dia pada Neira ataukah tatapan Neira pada Bara? Kenapa sampai Naya berfikir demikian? Neira sesekali mencoba melihat pria itu.

"ASTAGA!!! Dia juga melihat aku!" Neira berkata-kata dalam hati ketika tatapan mereka tiba-tiba bertabrakan, Bara pun memandang dirinya. Neira segera berpura-pura melihat ke arah lain, namun dengan jantung yang berdebar-debar.

"Kenapa?! Kamu melihat padaku?" tanya Bara tiba-tiba, membuat Neira sedikit salah tingkah. Waah dirinya harus bilang apa? Tentu sangat malu bila ia mencuri pandang tapi ketahuan.

"Ehm ya ... justru aku ngerasa kamu lah yang melihat padaku terus, sampai aku menengok baru saja dan benar saja kamu kan yang melihat aku terus" Untuk menutupi rasa malunya dia ganti menuduh Bara.

"Kalau iya kenapa? Aku kagum padamu, kamu sangat baik dan sangat peduli dengan orang lain, sebagai lelaki apa aku tidak boleh memandangmu?" Jawabnya tegas! Waduh ... to the point sekali orang ini, aku jawab apa untuk balasannya.

"Ya, silahkan saja itu hakmu. Ehm ... sebaiknya kita bergegas tidur, kita tak tahu besok apa yang akan kita hadapi, selamat malam" Pamit Neira terburu-buru dan memalingkan muka untuk segera tidur.

Neira mulai memejamkan mata, entah dia tidur atau tidak. Bara entah kenapa malam ini adalah malam dia pertama kali di negeri orang di masa depan, dia tak biasa tidur beralaskan lantai dan keras seperti ini, dia dan singgasana kerajaan yang sangat mewah sudah menjadi hal yang tak terpisahkan, dia akan tertidur dengan kasur yang lembut dan sangat empuk yang bertumpuk-tumpuk sehingga dia akan lekas terpulas. Kini dia merasa tulang belulangnya kaku dan ngilu.

Dia tak akan bisa tidur, di tambah lengan dan dadanya masih ada nyeri luka tembakan tadi. Sekarang ia berfikir. Bagaimana cara ia bisa kembali ke negaranya pada masa yang lampau itu. Ia juga merasa aneh, seperti tak ada perubahan kekuatan apa-apa pada dirinya, kecuali hanya tersesat ke masa depan saja. Konon padahal katanya kekuatan yang berlipat ganda akan ia dapatkan. Ia tidak mau kalau selamanya dia berada di negeri asing ini.

******

PROKSIA, tahun 1321 M, seminggu berlalu.

Sang Baginda Raja mengerahkan semua kekuatannya dan memerintahkan seluruh rakyatnya untuk mencari putra mahkotanya. Beliau mengadakan sayembara yang sangat menggiurkan siapa saja yang mendengarkan. Bahwa siapa yang bisa menemukan sang pangeran akan diberi imbalan yang luar biasa bahkan keluarganya akan diberikan tempat tinggal di dalam istana. Semua bersemangat turut dalam pencarian itu. Hilangnya pangeran Bara akibat memecah batu ajaib telah tersebar di seluruh antero bumi.

Kerajaan-kerajaan lain juga banyak yang menawarkan bantuan, beberapa juga mengumpulkan para penyihir dan peramal untuk mendeteksi keberadaan pangeran Bara.

Tak pelak, kabar ini sampai pula ke telinga Putri Metania, dia sangat hancur dan bersedih karena baru saja dia bertemu dengan kesan yang sangat bahagia bersama pangeran Bara, namun kini dia dikabarkan lenyap akibat batu ajaib itu. Hari-hari ia isi dengan tangisan dan memandangi serta memeluk lukisan pangeran yang sangat tampan itu.

Dia tak mau kehilangan calon suaminya yang memang ia sudah cintai meskipun baru sekali bertemu. Ia juga Ayahandanya sangat bersemangat membantu kerajaan Proksia untuk menemukan pangeran, tapi ... apalah daya? belum ada hasil dan belum ada yang menemukannya. Mereka takkan mau juga kehilangan calon menantunya yang sangat sempurna itu.

Sayup-sayup terdengar sangat perlahan, tangisan seorang Baginda Ratu yang sangat merindukan putranya. Tak ada hari yang terlewatkan olehnya selain diiringi tangisan, sungguh dia menyesal mengizinkan anaknya gegabah menghancurkan Batu ajaib itu. Begitu juga kedua adik perempuannya, yang terbiasa bersenda gurau dengan kakak pertama mereka itu. Apa mungkin Bara telah lenyap? apa yang akan terjadi dengan kerajaan Proksia ini ke depannya.

Kerajaan memang sepi tanpa dirinya, Sang Raja juga menggenggam kedukaan yang mendalam, hanya saja beliau seorang lelaki, jadi tak mungkin memperlihatkan dukanya dengan tangisan yang meraung-raung seperti istrinya. Beliau hanya sering melamun, terdiam dan memandang kosong ke arah yang sangat jauh. Raja berharap ada cara untuk mengembalikan Putra Mahkota ke negerinya ini. Karena dialah yang di gadang-gadang untuk meneruskan kerajaan Proksia ini.