Perang ini adalah konflik terbesar dan sama destruktif-nya dengan perang dunia ke II sepanjang sejarah. Negara Adidaya memulai Perang Dunia III dengan menginvasi Negara ini, dan Negara-Negara sekitarnya, Negara Zendiovia dan beberapa negara tetangga meresponnya dengan menyatakan ikut dalam peperangan. Dengan dukungan dari Negara-negara yang tidak cukup kuat menyebabkam pasukan Blok negara Zendiovia semakin merangsek, meskipun pasukan melancarkan serangan balasan hebat.
Keesokan harinya, Negara bagian blok Adidaya itu mengebom lokasi-lokasi inti kehidupan suatu negara, seperti bandara, pelabuhan, gudang senjata dan tempat militer. Mereka juga menyerang kota Cologne, Negara Komgoro (negara maju tetangga Zendiovia-negara Suster Neira) dengan ribuan pesawat pengebom, dan untuk pertama kalinya membuat penduduk negara ini ikut merasakan peperangan. Selama dua tahun berikutnya, angkatan udara Negara adidaya secara sistematis mengebom pabrik industri dan kota-kota di seluruh negeri, sehingga pada tahun ini kota-kota hanyalah tinggal reruntuhan. Sungguh aneh, bathin Bara. di negerinya yang masih berbau kerajaan sangatlah tercipta kedamaian dan ketentraman berabad-abad lamanya. Sedangkan di negeri modern yang katanya masa depan malah kacau dengan adanya peperangan.
Begitulah dia menjelaskan panjang dan lebar bagaimana bisa terjadinya peperangan yang memilukan ini kepada pangeran Bara yang terus bertanya dan penasaran akan situasi yang terjadi. Ketika tengah malam sedikit bisa senggang para petugas medis dikarenakan banyak pasien yang sudah beristirahat, meskipun banyak pula yang masih kesakitan, namun berkat bantuan orang tak dikenal ini mampu sedikit mengurangi kegaduhan dan kesakitan para korban tadi.
"Kamu dan yang lain pasti sangat lelah selama tiga tahun harus hidup dalam kungkungan peperangan ini?" ucap Sang pangeran dan dia semakin mendekat kepada Neira. Neira langsung berkaca-kaca.
"Sangat! Tapi kami tak punya pilihan lain, yang ada dalam otak kami sekarang bagaimana berusaha bermanfaat untuk mereka." Dia menunjuk korban berjatuhan yang sudah bergolek tak beraturan di lantai karena tempat yang tidak memadahi. Sempit dan pengab. "Sampai titik darah penghabisan kami, hanya itu yang bisa kami lakukan." Lagi, dia menyeka air matanya.
Wajah yang nampak lelah namun tetap memancarkan kecantikan tersendiri yang alami itu membuat Pangeran Bara menjadi tersentuh, dan ia sungguh merasakan sesuatu di hatinya yang selama ini belum pernah ada, dia terpesona dengan ketulusan gadis cantik perawat ini, wajahnya yang bersinar ayu tanpa polesan. Bagaimana sempat dia memoles atau kefikiran make up. bisa mandi dan cuci muka dengan air bersih saja sudah bersyukur.
"Ayo kita kesana, seperti ada bahan makanan yang datang, kita harus menyiapkan untuk besok pagi." Neira menyahut tangan pangeran Bara dan menggandengnya untuk menuju ke base camp pangan.
Hati pangeran Bara sangat gelisah, jantungnya berdetak keras ketika tangan lembut itu menyentuh dan menggandeng tangannya. Mengajaknya berjalan mengikutinya. Dia tak berhenti menatap sekujur tubuh gadis didepannya ini.
Tampak beberapa orang menyelinap membawa beberapa karung yang berisikan bahan makanan seadanya, dari hasil pertanian. Mereka bergerak mengendap-ngendap untuk menyerahkan hasil pertanian yang tersisa untuk menghidupi rakyat yang masih ada. Terdapat dua base camp disitu, base camp medis tempat Neira dan base camp pangan, dihuni oleh para janda-janda yang suka rela mengolah makanan dan membagi-bagikannya.
Kali ini ada sekarung kentang, sekarung jagung dan sekarung wortel. Suster Neira mengajak Pangeran Bara dan teman-temannya yang masih terjaga yang sudah biasa tak bisa tidur nyenyak bergegas membantu kegiatan di base camp pangan.
"Aku tidak tahu percaya atau tidak tapi aku juga sudah melihat banyak bukti dari keganjilan yang kamu tunjukkan, kamu datang dari tahun 1.321, kamu punya kerajaan dan seorang pangeran, tapi aku tidak tahu harus memanggilmu siapa?"
"Panggil saja aku Bara, itu namaku," ujarnya.
"Mau kupanggil pangeran terlalu panjang, mau ku panggil namamu saja, aku juga tak mau kurang ajar kepada seorang calon Raja," ucap Neira sembari duduk di tanah membantu membuka karung itu.
"Apa hukuman bagi rakyatmu yang memanggil namamu langsung?" tambahnya.
"Aku tidak tahu, selama ini tak ada yang memanggil namaku langsung tanpa embel-embel, aku sekarang di negaramu, aku ikut aturan disini, panggil saja aku Bara." Dia juga turut membantu.
"Ehm .. karena aku lihat kamu sangat berjasa juga tadi, aku memanggilmu Hero saja ya? Hero kan artinya pahlawan. Aku takut menyebut namamu tanpa pangkat, kelak menjadikan aku kena masalah aku akan makin susah," ucap Neira sambil tersenyum kepada Bara.
"Ia sungguh cantik, meskipun hanya tampilan yang apa adanya," gumamnya di hati sambil tersenyum juga.
"Apakah hanya ini makanan yang akan kita semua makan?" tanyanya heran.
"Apalagi? Di tengah peperangan kita bisa makan saja sudah bersyukur, kadang tak ada makanan sama sekali. Setelah ini kita akan masak semuanya." Neira bergegas mengambil kompor berkarat yang ada, dia mencoba menyalakan kompor untuk merebus kentang-kentang itu. Bara segera menghampirinya
"Aku bisa mengeluarkan api dari jari telunjukku," tawarnya kepada Neira.
"Sungguh? Kamu serba bisa? Kau bisa punya banyak pangkat disini. Di Negaramu kamu hanya Pangeran kalau disini kamu adalah magician, dukun, mantri dan sekarang Chef karena ikutan memasak bersamaku, banyak lagi. hehee, bergegaslah Hero." Neira tertawa dan Bara sangat menyukai gadis ini tertawa karena sedari tadi dia hanya melihat wajah sendu dan tangisan dari matanya. Ia segera menunjukkan gerakan aneh dijari-jari tangannya lalu benarlah api kecil keluar dari ujung jarinya, kemudian ia nyalakan pada kompor itu.
Naya datang membawa beberapa botol madu untuk diberikan kepada semua penghuni base camp. Ada orang yang menyumbang itu. tak terkecuali dia memberikan juga kepada Bara dan Neira.
"Nei, minumlah madu ini agar stamina kita terjaga, tadi ada yang mengirim kesini," sapa Naya, Naya terus melirik Bara dan Neira.
"Apakah akan ada cerita cinta disini? Hihihi, aku lihat Pangeran asing ini selalu membututimu dari tadi," goda Naya sambil tertawa-tawa.
"Awas dokter Vigian cemburu." Naya segera berlari agar terhindar dari amukan Neira. Hal ini membuat Bara malu, dia tanpa sadari memang benar selalu membuntuti Neira.
"Tapi aku kan memang ingin banyak tanya tentang ini? Aku kan terseret pada masa depan, tak punya informasi apa-apa?" kilahnya dalam hati, tapi iya sejujurnya memang iya, entah mengapa Bara sangat nyaman bercakap-cakap hanya dengan Neira bukan yang lainnya, padahal banyak juga paramedis lelaki disana. Hal ini membuat dirinya tertawa-tawa sendiri.
"Oiya, dokter Vigian yang tadi menangani aku?" tanya Bara.
"Iya betul, dia dokter bedah yang loyalitasnya tinggi, hanya saja sedikit tempramental jika dalam kondisi begini dia menjadi begitu tega memilih mana yang akan ia tolong dan mana yang akan ia biarkan saja, tapi kami selalu berusaha menutupi kekurangannya, karena ingin menyelamatkan lebih banyak nyawa."
Penjelasan Neira sambil mengelap dan membersihkan kentang-kentang itu.
"Bukan itu yang ingin aku tanya, dia cemburu padamu? apa kalian ada hubungan khusus?"
Dialognya serius.
"Oh .. hehee, jangan hiraukan Naya, dia memang begitu, hanya bercanda," ujarnya singkat, lalu dia menunjuk ke arah jagung-jagung itu.
"Bantu aku mengupas itu ya?" perintah Neira.
"Di Negeriku tak ada yang berani memerintah aku, disini aku diminta mengupas jagung? Bahkan ini tidak dilakukan oleh para pembantu istana sekalipun. Hehee karena rakyat yang sudah mengupasnya dan memberikannya setelah dalam keadan bersih," ceritanya kepada Neira.
"Apa kau keberatan Hero?" celetuk Neira.
"Aku hanya bercerita, tentu saja aku mau membantumu, aku berada di Negerimu. Sekarang aku adalah tawananmu." Lalu mereka tertawa bersama.
"Istirahatlah Nei, besok kita tak tahu hal apa lagi yang akan menguras tenaga kita, biar aku yang melanjutkannya." Tjba-tiba dokter Vigian hadir ditengah mereka.
"Kenapa dokter tidak istirahat saja? Aku hanya perawat yang bisa digantikan banyak perawat lain, tapi dokter adalah petugas inti yang harus benar-benar fit untuk menyelamatkan banyak jiwa," sahut Neira sambil menatap keatas karena dia yang masih duduk, sedangkan dokter itu masih berdiri.
"Aku baru saja bangun tidur, jadi sekarang giliran kamu yang tidur," jawab dokter Vigian. Membuat Neira segera bangkit dan melakukan saran dari dokter Vigian. Hal ini membuat Bara jadi bersungut-sungut karena mood nya hilang. Dia masih ingin banyak bercerita dengan gadis itu, tapi dibuyarkan oleh lelaki yang tiba-tiba nyelonong kesini. Sungguh dokter ini mengganggu susana Bara yang berusaha ingin bersama suster Neira.
Ketika Neira beranjak dan hendak berlalu pergi, tak lama Bara juga ikut bangkit dari duduknya, baru saja mengupas jagung dapat beberapa biji.
"Hei kamu mau kemana? Tugasmu belum selsai mengupas jagung ini." Bara merasa muntab dengan kata-kata dokter itu yang seenak jidatnya memerintahkan dirinya. Memangnya siapa dia?. Apa tidak tahu siapa aku?.
"Aku membantu sesukaku, lagian siapa kamu seenaknya memerintahkan aku? kau tak tahu kalau aku ini seorang Pangeran dan calon Raja di Negeriku?" jawab bara dengan nada sewot. "Berbicaralah dengan lebih sopan."
"Hei jaga bicaramu, apa kau tak ingat kau berhutang budi padaku, aku dokter yang menyelamatkanmu, bicaramu ngelantur apa karena guncangan peperangan ini? Parah parah! Sekarang duduk dan lanjutkan," teriak dokter Vigian.
"Terima kasih dokter atas budi baikmu, kau juga jangan lupa aku adalah pasien dan korban perang yang juga harus istirahat, maaf aku tak bisa membantumu sekarang, selamat malam." Bara segera berlari tanpa memperdulikan ujaran dokter tadi yang tampak sangat marah.
Ia sambil mengibas-ngibaskan tangannya sehingga angin sedikit kencang menyapu dokter Vigian, menyebabkan jagung-jagung itu bergelundungan dan karung-karung roboh. dokter Vigian kebingungan merapikan dan memunguti jagung-jagung itu.