Chereads / Proses Delete / Chapter 3 - Kisah Itu

Chapter 3 - Kisah Itu

Siang itu, kerajaan Proksia kedatangan tamu agung dari kerajaan Batuyata. Seperti yang diagendakan raja August-17. Mereka saling mempertemukan putra mahkota dan seorang putri untuk menunaikan niat perjodohan para raja itu. Antar keluarga berbicara serius, sedangkan pangeran yang bernama pangeran Bara dan sang putri kini berjalan-jalan di koridor istana beriringan berdua.

Mereka baru pertama kali ini bertemu untuk saling mengenal satu sama lain atas perintah raja August-17_ayah sang pangeran. Sebenarnya Bara kurang setuju dengan peraturan kaku seperti ini, tapi ia sangat menyayangi Ibunya_sang ratu yang selalu meminta Bara melakukan semua perintah Ayahnya dengan kelembutan dan kasih sayang, sehingga dia tak bisa menolak.

Ia juga sangat canggung dan tidak menyukai suasana seperti ini, berkenalan dengan gadis yang ia tidak kenal, apalagi menikah? Sama sekali belum terpikirkan oleh Bara. Berbeda dengan gadis ini, putri yang sedari tadi nampak menahan senyumnya. Dia berbinar-binar dan bahagia dengan perjodohan ini, dia bahkan sering mencuri-curi pandang kepada Bara serasa hatinya berbunga-bunga.

Gadis itu adalah putri kerajaan Batuyata yang bernama putri Metania Jasmine. Dia sebenarnya sangat cantik, rambut yang sedikit ikal juga kulitnya yang putih kemerahan harusnya membuat mata lelaki tergoda. Sekelas seorang putri pasti perawatannya sangat sempurna, namun Bara mungkin butuh waktu untuk mencerna atau menilai kecantikan seorang gadis dari.sudut pandangnya sendiri untuk saat ini.

"Yang mulia sangat tampan, sungguh suatu kehormatan bagi saya jika bisa bersanding dan mendampingi Yang mulia seumur hidup saya kelak," ucap sang putri dengan lembut seraya menundukkan kepala, sedikit membungkukkan badan sambil tersenyum manja.

"Terima kasih, saya sangat tersanjung," balas pangeran Bara sambil meraih punggung tangan gadis itu, kemudian ia cium punggung tangan halus sang gadis. Sebenarnya ia tidak inginkan ini, tapi keharusanlah yang menjadikan Bara bersikap sesuai aturan kerajaan, yaitu bila bertemu dengan putri raja harus mencium tangan putri itu sebagai penghormatan.

"Jadi, apakah Yang mulia tidak ada kesan untuk saya?" tanya Metania seakan menunggu balasan pujian juga untuk dirinya.

"Ehm ... ya, tuan putri juga cantik, sebuah kehormatan juga kedatangan tamu seperti anda dan keluarga." Bara tersenyum mengatakan itu membuat Metania tersipu malu.

"Aku dengar yang mulia memiliki kekuatan angin dari lahir? Juga pandai memainkan pedang? Agar lebih akrab boleh kusebut 'Aku' saja?" ucapnya lagi.

"Tentu saja boleh, kalau saya hanya bisa, bukan pandai. Masih harus banyak berlatih," jawab Bara merendah.

"Kalau begitu, aku ingin menjajal permainanmu, bisa pinjamkan aku pedang? Kita akan bermain bersama," tantang Metania setengah menggoda sang pangeran

"Anda yakin, Yang mulia? Pertemuan kita akan diisi dengan bermain pedang?" sahut Bara.

"Tentu saja, aku suka pedang dari kecil, Ayahku sendiri yang mengajarkan kepadaku," balas Metania.

"Ooh ... suatu kehormatan bagiku kalau begitu." Bara segera mengambil pedang-pedangnya di kamar.

Tak lama keduanya kemudian berjakan ke depan istana, di luar istana tepat ada taman luas yang terhampar rerumputan hijau serta bunga-bunga berhiaskan warna-warni di sekelilingnya.

Keduanya saling menghunuskan pedang dan memulai saling melakukan perlawanan, karena merasa lawannya adalah perempuan, Bara menyuruh Metania untuk menyerang lebih dahulu, kemudian mereka saling tak mau mengalah. Bara tahu lawannya adalah perempuan serta dirinya lelaki, tapi ia tak mau kalau dirinya harus mengalah karena dia membawa nama kerajaan meskipun hanya sedang bercanda, karena pasti akan menjadi cerita putri Metania kepada keluarganya nanti.

Putri Metania sangat terpukau dengan kelihaian calon suaminya ini, dia menjadi sedikit kurang fokus karena dadanya yang berdegup kencang karena memainkan pedang bersama pangeran tampan dan berwibawa ini. Dia begitu gembira sampai tak mampu menyembunyikan senyumannya.

Seketika itu pedang Metania terjatuh dan terbanting ke tanah, sehingga pedang Pangeran Bara sudah berada di posisi leher Putri cantik itu. Dia berhasil melumpuhkan serangan gadis itu hingga terhuyung dan hendak terjatuh.

"Augh!" seru Metania gemetar.

Napasnya tersengal-sengal karena gerakan mengayun dan menangkis pedang juga dihadapkan dengan lawan yang memesona hatinya. Pangeran Bara menarik pedangnya dan menunduk kemudian ia memohon maaf.

"Maafkan saya, Tuan putri, anda harus mengaku kalah!" seru Bara dengan hormat.

"Kalau menurut ilmu pedang yang saya pelajari, kita jangan terkecoh dengan penampilan lawan, bagaimana kalau musuhmu itu tampan atau cantik. Tentu itu akan sangat membahayakan nyawamu," nasehat Bara untuk gadis di hadapannya ini.

"Aku biasanya lebih lihai dari ini, aku bukan terkecoh oleh wajah lawan. Hanya saja, kali ini lawanku adalah calon suamiku sendiri, jadi aku sedikit gerogi., Pangeran. Hehehe" Sahut Metania dengan wajah memerah.

***

"Bagaimana calon istrimu tadi? cantik, bukan, Kak?" tanya kedua adik Bara penasaran.

"Ya, cantik, sih, tapi aku tidak ada rasa apa-apa," jawab Bara sambil menyiapkan pedang dan beberapa peralatan untuk segera menuju bukit Titanos tempat batu ajaib itu berada.

"Ehm, kami tadi mengintip kalian, sepertinya putri Metania sudah jatuh hati padamu, Kak?Kau luar biasa, wanita langsung tunduk kepada dirimu, hahaa," goda sang adik perempuan.

"Kak, mau ke mana? Serius hendak menghancurkan batu itu?" tanya putri Mela.

"Iya, siapa yang tak ingin kekuatan yang luar biasa setelah menaklukkan batu itu?" Bara berjalan meninggalkan adik-adiknya dan segera menuju tempat yang ia inginkan, tentunya sudah ditunggu oleh Ayahanda, paman dan adik lelakinya. Mereka semua berkuda bersama-sama menuju tempat yang jauh dari pemukinan itu.

Batu hitam legam mengkilat yang berusia ribuan tahun itu tertanam di tanah, hanya sebagian tampak dari atas daratan. Ada relief berukirkan waktu. Ia berharap dirinya mampu menaklukkan seperti yang ia harapkan, karena Ayahanda dan pamannya pun tak mampu menghancurkan batu itu. Saking ingin tahunya kedahsyatan apa yang akan dikeluarkan oleh batu tak bernyawa ini.

Bara sudah berulang kali mencoba ke sekian kali, namun gagal, kini dia genap berusia dua puluh tahun. Ia yakin ia bisa, ia juga sudah siap siaga di depan batu besar itu, sebelumnya untuk pemanasan dia mencoba ilmunya menghembuskan angin kencang ke arah batu itu, sehingga pakaian dan rambut siapa pun yang hadir d isitu berkibar terkena semburan angin, kekuatan Bara.

Ia menyiapkan kuda-kuda dan menghunus pedangnya, bersamaan dengan kekuatan angin yang ia miliki.

"Siiii ... iiingg!!"

"HIYAA ... AAAAKKKK!!" dengan sekuat tenaga, dia mencoba berkali-kali memukul batu itu dengan pedang juga dengan semburan angin.

Tujuh kali dia mengayunkan pedangnya. Dan ... anehnya batu itu retak tepat berada di tengah lalu melebar ke samping kiri dan kanan. Batu itu terbelah diikuti dengan kilatan cahaya yang sangat menyilaukan mata, juga suara desingan yang memekikkan telinga membuat semua menutup telinga dan mengucek-ucek mata karena ingin tahu apa yang disaksikan mereka saat ini.

"DUMB ... BLHAAARRRR!" Batu itu pecah seketika menjadi empat bagian.

"WHOAAAA!" Semua orang terkesiap.

"Oh, Dewaaaa!" seru Bara membelalakkan netra.