Rumah Ken, 22.00 WIB.
Lisa beringsuk mengalungkan tangannya di leher Ken dan menyesap bibir pria itu sekilas.
"Ken, ada apa denganmu? Apa kau tidak merindukanku?" tanya Lisa manja.
Gadis itu menurunkan tangannya dari leher Ken, lalu duduk di samping pria itu. Lisa menyandarkan kepalanya di lengan Ken, dan memainkan ponselnya.
"Entahlah, aku sedang banyak pikiran sekarang!" sahut Ken datar.
"Terjadi sesuatu?"
"Tidak juga, hanya saja..."
Mendengar Ken menggantung kalimatnya, Lisa langsung mengernyit bingung. Tidak biasanya Ken bersikap aneh seperti itu.
"Ah, aku tahu sekarang. Kau pasti masih memikirkan gadis itu! Ehm, siapa ya namanya? Mala? Ah, Siapa?"
Lisa menoleh dan mendongak menatap Ken ragu.
"Maya." sahut Ken pelan.
"Itu, dia! Maya! Kau memikirkan gadis itu kan? Apa kau menyukainya? Kau tertarik dengannya?"
Ken menghela napas kasar dan menyandarkan kepalanya pada punggung sofa.
"Seleramu itu kacau sekali, Ken! Dia terlihat sangat polos! Kau yakin menyukai gadis seperti dia?" pekik Lisa kaget.
Ken menggeleng pelan. Ia tidak yakin perasannya itu adalah rasa suka, ia hanya khawatir dengan keadaan gadis itu. Ken hanya ingin tahu kondisinya. Bukan berarti ia tertarik atau menyukainya.
"Aku tidak akan ikut campur urusan percintaanmu. Tapi kau harus mengingat status kita! Jangan terlalu terbawa perasaan!" Lisa menarik dirinya dan menatap Ken dalam-dalam.
"Tentu saja!" sahut Ken datar.
Yang sebenarnya adalah, mereka sudah dijodohkan dari kecil. Tapi, mereka sudah membuat kesepakatan untuk membiarkan satu sama lain berhubungan dengan orang lain sebelum pernikahan. Tidak masalah jika Ken maupun Lisa mempunyai pasangan, asal mereka akan memutuskannya saat tiba waktunya pernikahan.
Tidak ada pilihan lain. Mereka tidak dalam posisi yang bisa untuk menolak ataupun membatalkan perjodohan itu. Mereka terikat dengan hubungan keluarga yang sangat rumit. Namun, baik Ken dan Lisa berteman baik. Mereka saling mengerti satu sama lain.
***
Maya tersenyum begitu lebar mendengar kabar yang dibawa Pak Rahmat.
Beliau mengatakan bahwa Naya dan ibunya, pindah ke LA. Meskipun belum diketahui dengan pasti alamatnya, setidaknya ada perkembangan dalam pencarian mereka.
"Kami akan terus mencarinya. Nona tenang saja. Kami pasti akan segera menemukan mereka!" ucap Pak Rahmat dengan optimis.
Maya mengangguk cepat, dan tersenyum lebar. Ya, semoga saja. Semoga mereka cepat menemukan Naya.
"Terima kasih, Pak Rahmat. Terima kasih atas kerja kerasnya." ucap Maya dengan begitu tulus.
"Tidak, ini memang sudah tugas kami. Jangan berterima kasih seperti itu!" Pak Rahmat berujar lembut.
Ia pun mengantarkan Maya ke kampus seperti biasa. Sesampainya di kampus, Maya langsung menuju perpustakaan untuk mengembalikan beberapa buku yang sebelumnya ia pinjam. Setelahnya, ia beranjak menuju kafetaria karena teman-temannya baru saja mengirim pesan bahwa mereka ada di sana.
Melihat Maya yang baru saja keluar dari Perpustakaan, membuat Ken reflek berlari menghampiri Maya. Ia langsung mengejar gadis itu dan menghentikan langkahnya.
Maya menatap Ken bingung saat pria itu tiba di hadapannya.
"Ken? Hai." sapa Maya datar.
"Kau baik-baik saja?"
Maya mengernyit bingung, namun akhirnya dia tersenyum. Senyum yang sudah lama tidak Ken lihat. Senyum hangat yang dulunya sering gadis itu tujukan padanya.
"Aku baik!" sahut Maya masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
"Maaf!" seru Ken pelan.
"Untuk apa?"
"Melukaimu!"
"Bukan salahmu kalau kau mempunyai kekasih, Ken. Tidak apa. Berbahagialah!" Maya tersenyum getir.
"Mau mengobrol sebentar?" pinta Ken.
Maya terlihat ragu, namun akhirnya ia mengangguk. Mereka pun berjalan sebentar dan mencari bangku yang kosong di taman.
Ini pertama kalinya Ken melihat Maya sependiam ini.
"May?" panggil Ken ragu.
"Iya?"
"Kau terlihat cantik!" puji Ken basa-basi.
Dan sungguh, meski hanya basa-basi, ini pertama kalinya Ken memuji seorang gadis.
Maya terkekeh pelan dan menatap Ken geli.
"Kau itu kenapa, Ken? Sedang mencoba menghiburku? Sudahlah. Aku tidak apa!" kata Maya dengan santai.
"Tidak. Kau benar-benar terlihat cantik hari ini!" celetuk Ken cepat.
Maya kembali terkekeh geli.
"Hei, mau berteman?" tanya Ken ragu.
Maya menghentikan kekehannya dan menatap Ken sendu. Ia lalu menggeleng pelan.
"Maaf, aku tidak bisa berteman denganmu!" ucap Maya pelan.
Entahlah, perasaan Ken jadi kacau seketika saat mendengar jawaban Maya.
"Apa karena Lisa? Percayalah, dia bukan seseorang yang kusuka!"
"Jadi, seseorang yang tidak kau suka itu bisa begitu santai menciummu? Wow!" ketus Maya.
Shit.
Ken tidak bisa menyangkal untuk yang satu itu. Ia dan Lisa memang sering beriuman. Tapi mereka tidak pernah menggunakan perasaan. Hanya untuk membangun chemistry.
Memang siapa yang bisa menolaknya? Lisa cantik dan sexy. Dan ciumannya benar-benar memabukan. Ken pria normal, jadi tentu saja tidak bisa menolak sentuhan gadis itu.
Tapi, aken benar-benar ingin mengenal Maya lebih dekat. Ia sudah seperti orang gila. Tanpa sadar, ia selalu memikirkan gadis itu.
"Aku tidak ingin memaksamu, tapi aku benar-benar ingin dekat denganmu!" ucap Ken pelan.
Maya menatap Ken dengan bingung.
"Akan kujelaskan tentang hubunganku dengan Lisa!"
Maya pun menatap Ken ragu, namun akhirnya ia tersenyum.
"Baiklah." sahut gadis itu pelan.
Ken pun mulai menjelaskan semuanya pada Maya. Semuanya. Ia tidak tahu kenapa aku melakukan ini. Ia hanya ingin mengenal Maya lebih dekat.
"Ken, kau itu menyebalkan. Kau tidak seharusnya melakukan skinship dengan Lisa kalau kau tidak menyukainya!" Maya menatap Ken dengan tatapan horor.
Ken jadi gugup dan tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
"Tapi ya sudahlah. Tidak apa. Tapi kumohon, jangan lakukan itu di hadapanku lagi. Itu menyakitkan!" pinta Maya.
Ken mengangguk pelan. Itu bukan masalah besar baginya.
"Jadi?" tanya Ken sekali lagi.
"Bagaimanapun aku itu menyukaimu! Jadilah kekasihku, Ken! Aku tidak punya banyak waktu! Benar-benar tidak ada waktu untuk berteman!"
Sungguh, Ken tidak mengerti apa arti ucapan Maya. Tidak punya banyak waktu? Apa maksutnya?
Apa dia tidak ingin membuang waktunya untuk berteman dengannya? Atau apa?
"Kita bahkan belum saling mengenal dengan baik, bagaimana mungkin kita pacaran?" sahut Ken.
Maya menghela napas panjang dan menatap Ken dalam.
"Kalau kau tidak menginginkanku, kau boleh pergi dan jangan temui aku lagi! Aku hanya akan memintanya sekali. Jadilah kekasihku atau tinggalkan aku. Tidak ada waktu untuk bermain lagi. Aku serius!"
Ken memejamkan matanya dan mencerna baik-baik ucapan Maya.
Pacaran atau tinggalkan?
Ken belum mencintai Maya. Tapi ia juga tidak mau menjauhinya. Apa yang harus ia lakukan?
"Waktumu habis. Aku harus segera pergi. Teman-temanku sudah menunggu." lirih Maya.
Dengan cepat, Ken membuka matanya.
"Selamat tinggal. Hiduplah dengan baik dan berbahagialah, Ken!" kata Maya sambil tersenyum manis.
Maya langsung berdiri dan hendak beranjak pergi. Ia menepuk lengan Ken pelan sebelum berdiri dan berjalan menjauh.
Ken merengut. Ia lalu menggeleng cepat
"May!" teriaknya setengah frustrasi.
Maya menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Ken.
"Jadilah kekasihku!" teriak Ken pada akhirnya.
Semua orang menatap ke arah Ken, dan sialnya pria itu tak lagi peduli. Maya benar-benar membuatnya gila.
Maya terdiam cukup lama. Namun akhirnya ia tersenyum dan berlari menghampiri Ken.
"Aku cinta kamu, Ken!" serunya bahagia.
Ken hanya menyambut pelukan dari Maya dengan hangat.
Sejujurnya ia masih belum yakin tentang perasaannya. Tapi toh ia sudah membuat keputusan, jadi ia akan berusaha mencintai gadis itu. Si gadis berisik yang terus mengusik hatinya itu.