"Mereka memang tampan!" seru Rani, saat dirinya dan Puspita melihat majalah fashion dengan member salah satu boy group dari Korea yang sangat terkenal sebagai modelnya.
"Andai saja ada satu yang seperti mereka, aku akan memaksanya jadi pacarku!" gumam Puspita dengan senyuman tipis menghiasi wajahnya.
Keduanya terkekeh geli mendengarkan racauan tidak masuk akal mereka itu.
"Hei, apa yang membuat kalian terkekeh begitu?" tiba-tiba saja Maya mendesak ikut melihat majalah yang ada di pangkuan Puspita.
Puspita dan Rani langsung menoleh dengan kompaknya ke arah Maya.
"EVO!" seru Maya heboh saat melihat model di majalah yang di pangku oleh Puspita.
Maya langsung ikut duduk berhadapan dengan kedua sahabatnya itu.
"Hei, menurut kalian, mana yang lebih tampan di antara member EVO?" tanya Puspita iseng.
"Tentu saja, Sai! Lihat, Dia sangat tampan dan sexy!" seru Rani cepat.
"Tidak bisa! Daehun jauh lebih tampan daripada Sai! Sai itu memiliki kulit sedikit lebih gelap! Sedangkan Daehun, kulitnya seputih susu!" sela Maya.
Puspita langsung menggeleng cepat. Untuk urusan pria tampan, ia rasa, pilihannya adalah yang terbaik.
"Dhaeyeol lebih tampan!" protes Puspita.
Mereka masih sibuk berdebat saat tiba-tiba Maya berteriak dan menunjuk ke arah belakang Puspita.
"Lihaaat!" pekik Maya.
Tentu saja Puspita dan Rani langsung berbalik dan mengikuti arah pandang Maya.
Mereka sama terkejutnya dengan Maya.
Oh My God!
Tidak mungkin!
"YUDHAAA!" Maya dan Rani langsung meneriaki nama pria yang tengah berdiri tak jauh di belakang Puspita sambil melambaikan tangan dengan hebohnya ke arah pria tersebut.
Dengan senyum khasnya, Yudha berlari menghampiri mereka.
"Merindukanku, huh?" seloroh Yudha begitu ia berdiri di hadapan ketiga gadis tersebut.
Puspita langsung mencubit pipi Yudha keras, untuk memastikan bahwa yang ia lihat benar-benar dia.
"Argh!" rintih pria itu saat Puspita mencubitnya.
"KAU BENAR YUDHA!" teriak Puspita heboh.
"Astaga." gumam Yudha sambil menggelengkan kepala.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rani cepat.
"Kapan kau kembali ke Indonesia? Kenapa tidak menghubungiku?" sambung Maya.
"Apa kau mau kuliah di sini?" imbuh Puspita.
Yudha hanya menghela napas panjang mendengar pertanyaan ketiga perempuan tersebut. Sepertinya, tidak ada satupun dari pertanyaan mereka yang harus ia jawab.
"Sepertinya, kalian tidak berubah ya. Kalian itu berisik sekali kalau boleh jujur!" sahut Tudha sambil menggeleng pelan.
Yudha sendiri benar-benar berubah. Dia jadi sangat tampan sekarang. Ah, senyumnya itu benar-benar mempesona.
"Aku kembali seminggu yang lalu, dan ya. Aku memang berencana melanjutkan kuliahku di sini!"
"Yeaaaaay!!"
"Yuhuuu!!"
"Horaaay!!"
Teriak mereka begitu hebohnya, sampai membuat orang-orang di sekitar mereka langsung menatap nanar ke arah mereka.
"Tidak kusangka, kalian begitu merindukanku." Yudha menatap ketiga gadis itu tak percaya.
"Kami hanya terlalu bersemangat. Akhirnya dompet kami kembali juga." seru Rani dengan evil laugh-nya.
"Sudah lama kita tidak shoping, Yudha, ada tas yang ingin ku beliiiii!" Maya menatap Yudha dengan mata berbinar-binar.
"Aku ingin sepatu yang di butik waktu itu! Kalian masih ingat kan?" seru Puspita sambil menatap Maya dan Rani bergantian. Mereka langsung mengangguk kompak.
"Tamat riwayatku." gumam Yudha yang sedap-sedap ngeri mendengar rencana ketiga gadis itu.
Yudha adalah teman SMA mereka bertiga dulu, dia itu adalah salah satu anak orang paling kaya di Medan. Bahkan sejak SMA, dia sudah di berikan black card oleh orang tuanya.
Yudha suka mengajak Maya, Pus, dan Rani jalan-jalan dan berbelanja. Dia memberikan apa pun yang mereka inginkan.
Tapi sayangnya, saat Lulus SMA, dia langsung melanjutkan pendidikannya di LA, entah apa yang membuatnya kembali ke Indonesia saat ini.
"Lupakan soal belanja dan tunjukan padaku di mana kafetarianya! Aku sedang kelaparan sekarang." kata Yudha sambil menatap mereka bertiga dengan tajam.
"Astaga, kelinci manisku sedang lapar yaaa. Ayooo, aku akan mengantarmu mencari makan!" seru Puspita sambil mencubit pipi Yudha lagi.
"Pus, hentikan! Berapa umurmu! Kita bukan anak SMA lagi, berhenti memanggilku kelinci manis!"
Mendengar ucapan Yudha membuat mereka bertiga tertawa dengan sangat keras.
"Sudahlah. Bicara pada kalian itu percuma. Cepat antar aku ke kafetaria!" Yudha menatap ketiganya dengan kesal.
"Tapi maaf ya, aku tidak bisa ikut. Aku harus pulang. Bibi memintaku pulang cepat hari ini." Rani menatap mereka bergantian.
"Aku juga, lima menit lagi aku ada kelas." tambah Maya.
Ah. Sayang sekali.
"Tidak apa manis, masih ada aku di sini! Lest go!" Puspita merangkul pundak Yudha dan mengedipkan sebelah mataku ke arah pria itu.
Tapi serius. Sepertinya Yudha memang bertambah tinggi sekarang.
"Berhenti memanggilku manis!" ketus pria itu sambil menurunkan tangan Puspita dengan paksa.
Bahkan saat ia kesal, ia masih terlihat manis.
***
Puspita dan Yudha menyusuri koridor sambil mengobrol dengan hebohnya, hingga tiba-tiba langkah mereka terhenti saat seseorang berdiri menghalangi jalan mereka.
Puspita menelan ludahnya dengan kasar. Ia menatap ngeri pria di hadapannya itu.
Apa lagi maunya?
Joe melemparkan laptopnya ke arah Puspita yang untung saja bisa langsung gadis itu tangkap.
"Apa kau bodoh? Tugasku sungguh kacau! Kerjakan dengan benar! Ulang dari awal!" sentak Joe sambil menatap Puspita tajam.
Bagaimana gadis itu bisa mengerjakannya dengan baik? Ia saja belum sampai bab situ. Tapi ia sudah berusaha mengerjakannya sebaik mungkin.
Gadis itu bahkan sampai tidak tidur untuk membaca semua buku yang Joe beri padanya.
"Hey Man, bisa pelankan suaramu? Beginikah caramu bicara dengan perempuan?" seru Yudha kesal.
Sedetik kemudian, Joe langsung mengalihkan pandangannya kepada Yudha.
"Urusi saja urusanmu!" ketus Joe.
"Sedang kulakukan! Urusan Puspita adalah urusanku juga!" kata Yudha penuh dengan penekanan di setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Kenapa suasananya begitu tegang saat ini?
Buk!
Tiba-tiba saja Joe melayangkan tinjunya pada Yudha.
"Shit!" umpat Yudha lalu membalas Joe dengan tinjunya juga.
Puspita langsung menarik Yudha dan mengambil tempat tepat di tengah mereka.
"HENTIKAN!" teriak Puspita setengah frustrasi.
"Yudha, ayo kita pergi saja!" lirih Puspita sambil melingkarkan tangannya pada lengan Yudha agar ia tidak terbawa suasana lagi.
Puspita langsung menarik Yudha pergi menjauh dari Joe.
Joe itu sangat kasar dan semaunya sendiri. Bagaimana bisa dia memukul seseorang yang tidak ia kenal?
"Siapa pria tadi? Kenapa dia bersikap kasar begitu padamu?!" tanya Yudha begitu mereka sampai di UKS.
"Dia saudara tiriku. Ayah menikah lagi. Dan ya, begitulah!" Puspita mengambil kapas dan obat merah dari laci UKS untuk mengobati sudut bibir Yudha yang terluka.
"Kenapa kau mau saja disuruh-suruh saudara tirimu itu? Kau bukan pembantunya, Pus!" dengus Yudha kesal.
"Ceritanya sangat panjang. Akan kuceritakan nanti!" Puspita langsung duduk di hadapan Yudha dan mulai mengobati luka pria itu.