Chereads / MENGEJAR CINTA YANG SEDERHANA / Chapter 6 - Ken dan Rasa Penasarannya

Chapter 6 - Ken dan Rasa Penasarannya

@MNU, 13.30 WIB.

Ken pasti sudah gila. Belakangan ini, tanpa ia sadari, ia terus saja memperhatikan gadis itu. Si berisik yang slalu mengganggunya. Maya.

Ken menyadari sesuatu. Gadis itu sering terlihat pucat dan lemas, ia juga terlihat sangat aneh. Slalu menghindari tempat ramai dan kontak fisik dengan orang-orang sekitarnya.

Ia terlihat seperti orang sakit.

Belakangan ini juga gadis itu jarang sekali menghampirinya. Oh, bukannya mengharapkan atau apa, hanya aneh saja melihat gadis yang selalu menyapanya di setiap ada kesempatan, malah menghindar setiap kali mereka berpapasan.

Dan, entah apa ini halusinasi Ken saja, atau memang Maya saat ini sedang berlari ke arah Ken?

"Siang, Ken."

Shit. Ternyata itu bukanlah halusinasinya saja.

"Apa?" ketus Ken.

Gadis itu lalu duduk di samping Ken, dan tersenyum lebar ke arah pria itu.

"Mau ke kafetaria bersama?"

"Tidak!"

"Kalau begitu, aku akan menemanimu di sini saja." Maya masih mempertahankan senyuman hangatnya untuk Ken.

"Pergilah!" Ken menatap Maya malas.

Bisa dibilang, Ken adalah seorang sosiopat. Ia tidak pernah mau bergaul dengan orang lain kecuali beberapa orang yang sudah lama ia kenal.

Dan tentu saja, Maya bukanlah salah satu diantaranya. Oleh karena itu, Ken selalu merasa terganggu oleh kehadiran gadis berisik itu.

Ayolah, ada begitu banyak pria tampan di sini! Kenapa Maya harus selalu mencarinya? Ini menyebalkan.

Maya buru-buru menggeleng dengan cepat seperti anak kecil. Ia merengut kesal karena Ken selalu saja mengusirnya seperti ini.

"Eh, ada daun di rambutmu!" gumam Maya lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daun yang entah sejak kapan berada di rambut Ken.

Namun, reflek, pria itu langsung menepis tangan Maya.

Ken mengernyit bingung melihat apa yang terjadi setelahnya. Di tempat ia menepisnya, langsung timbul memar kemerahan di sana. Ken tidak melakukannya dengan keras, tapi kenapa tangan Maya langsung memar seperti itu?

Dengan gugup, Maya menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya dan langsung berdiri.

"Aku lupa harus ke perpusatakaan. Aku akan menemuimu lagi nanti. Bye, Ken!"

Dengan tergesa, Maya beranjak meninggalkan Ken sambil terus menutupi memar di tangannya.

Ken yakin, Maya sedang berbohong,

Oh, tidak! Apa yang ia lakukan? Ia melukai seorang gadis? Tidak bisa dipercaya.

Ken mendesah frustrasi. Ia pun langsung berlari mengejar Maya.

"Hei, tunggu!" teriak Ken masih sambil berlari mengejar Maya.

Bukannya menghentikan langkahnya, gadis itu malah berlari menjauhinya.

Ken pun menyerah. Ia tidak akan mengejarnya lagi. Itu terlalu merepotkan untuknya. Dan juga, apa tanggapan anak-anak jika melihatnya mengejar Maya?

Ken hanya merasa, ini benar-benar aneh. Ia yakin menepis tangan gadis itu dengan cukup pelan. Tapi bagaimana bisa tangannya langsung memar seperti itu?

Ada apa dengan gadis itu?

Apa ada suatu kelainan atau penyakit yang bisa menyebabkan sesuatu seperti itu?

Ken menggeleng pelan. Ia mencoba mengusir pikirannya tentang gadis itu sejauh mungkin.

Ken pun berbalik dan berjalan enggan menuju  kafetaria. Mungkin segelas  kopi bisa menjernihkan pikirannya.

"Woi, Bro! Sendirian aja,  Lisa mana?" salah seorang teman Ken datang. Ia langsung memesan segelas kopi dan duduk satu meja dengan Ken.

"Mana aku tahu!" ketus Ken.

Teman Ken yang bernama Aldi itu langsung menelisik wajah Ken, dengan kerutan di kening Ken, terlihat jelas bahwa pria itu tengah memikirkan sesuatu.

"Sedang memikirkan sesuatu, ha?" celetuk Aldi pelan.

Ken menghela napas berat, ia lalu menyeruput  kembali kopinya, dan menatap Aldi datar.

"Aku melihatmu mengejar Maya, tadi!" ucap Aldi pelan.

Ken mengangguk pelan.

"Kau tahu? Kupikir, ada sesuatu yang salah tentang gadis itu!" Ken menatap Aldi dengan tatapan penuh arti.

"Sesuatu yang salah? Seperti apa?"

"Belakangan ini, dia terlihat menjauh dari semua orang, dia seperti menjaga jarak."

Aldi mengangguk pelan, ia tahu apa yang Ken bicarakan.

"Dia menjaga jarak dari orang-orang, karena penyakitnya kurasa! Dia sering mimisan, mudah memar, dan entahlah apa lagi. Jadi ia menjaga jarak untuk menghindari bertabrakan  tanpa sengaja dengan orang-orang!"

Ken mengernyit bingung.

"Dari mana kau tahu?"

"Belum pernah dengar, ha? Bahkan dinding di kampus ini punya telinga!"

Ken tersenyum miring mendengar ucapan Aldi.

"Sayang sekali dia penyakitan. Padahal cantik, kaya pula!"

"Dia penyakitan aja belum tentu mau denganmu, apalagi dia sehat!"

Aldi langsung memaki Ken dengan penuh emosi, sementara Ken sendiri hanya tertawa dengan puasnya.

"Tapi, ngomong-ngomong, Maya itu sakit apa?" tanya Ken pelan.

Aldi menggeleng dan menghirup aroma kopi yang baru saja penjual antarkan.

Ken membuka ponselnya dan mencari informasi tentang penyakit Maya.

Seharusnya tidak sulit, mengingat teknologi zaman sekarang yang cukup canggih.

Baiklah, Ken mulai mengetikkan apa yang ia tahu tentang Maya.

Pucat, mimisan, mudah lelah, mudah memar, apa lagi? Ken berpikir sejenak. Ah, dia tidak tahu cukup banyak tentang gadis itu.

Ken menekan gambar search pada mesin pencarian dan menunggu.

Ada begitu banyak nama penyakit yang muncul setelahnya, dan itu membuat Ken merasa semakin kesal.

"Mana yang benar?" gumam Ken pelan.

"Untuk apa repot-repot menebak? Tanya langsung saja padanya! Bukankah dia selalu mengejarmu?"

"Kau gila?" pekik Ken kesal.

"Atau, kau bisa tanyakan saja pada teman-temannya. Aku mengenal salah satunya!"

Tidak!

Ken menggeleng cepat.

Untuk apa ia melakukan itu? Untuk apa dia repot-repot mencari tahu? Apa pedulinya jika gadis itu punya penyakit apa?

Serius! Itu sama sekali bukan urusannya.

Ken menghela napas panjang, sangat panjang hingga membuat Aldi menatapnya heran.

Untuk seseorang yang tidak pernah mempedulikan sekitarnya seperti Ken, sangat tidak wajar jika melihatnya mencari tahu tentang orang lain.

"Kau menyukainya?" tanya Aldi tanpa tedeng aling-aling.

"Siapa menyukai siapa?" pekik Ken kaget.

"Kau, dan si gadis penyakitan itu! Kau terlihat cukup peduli padanya! Kau bahkan mencari tahu tentang penyakitnya! Jika itu pria lain, aku tidak akan seheran ini. Tapi ini kau! Ken! Kau menyukai gadis itu?"

Ken terdiam. Ia menatap Aldi dengan tatapan horor.

Ken menggeleng pelan, ia tidak mengerti dengan cara pikir Aldi. Mungkinkah pria itu kehilangan akalnya? Apa masuk akal jika dirinya menyukai gadis berisik seperti Maya? Sungguh!

"Kau kehilangan akalmu atau apa? Pikirkan saja, kenapa aku harus tertarik pada gadis seperti itu saat aku mempunyai Lisa?" ucap Ken dengan datar.

Aldi terlihat memikirkan ucapan Ken barusan. Tak lama kemudian ia tertawa keras.

"Benar juga! Lisa jauh lebih baik dari segala sisi! Oh, sial!" gumam Aldi.

Bukan karena penyakitan atau apa, Maya adalah gadis paling berisik yang pernah ia kenal. Karena itulah gadis itu tidak akan pernah bisa Ken terima.

"Tapi, Ken! Maya itu cukup lumayan! Jika dia mengganti baju over size yang selalu ia pakai dengan baju yang sedikit lebih pas di badan, kurasa dia tidak akan kalah dengan Lisa!" celetuk Aldi tiba-tiba.

Ya, mungkin Aldi benar. Tapi, siapa peduli?