Ruang kelas terlihat cukup ramai, banyak mahasiswa yg sepertinya sudah saling mengenal atau baru saja berkenalan. Seperti bisa ditebak, Tony dan Bella berada di tempat yg bersampingan, Bella masih merasa aneh berada di dekat orang lain yg tak ia kenal.
Jika ia terlanjur berada dengan orang asing, maka hal pertama yg ia rasakan adalah panik.
Tony menghela nafas lega, setidaknya sejak tadi masuk ke kampus mereka tidak bertemu dengan lelaki yg tiba-tiba menyatakan cinta pada Bella kemarin.
Melihat dari samping, sepertinya Bella pun sudah lebih memfokuskan diri pada pelajaran yg akan mereka dapatkan nanti. Dan Tony bersyukur untuk hal itu. Diberi amanah untuk menjaga Bella sama seperti dititipkan pasien berjalan baginya.
Ia harus banyak berhati-hati akan segala hal. Meski tampaknya Bella baik-baik saja, anxiety nya terkadang muncul sewaktu-waktu.
"Kau tidak mencoba berkenalan dengan orang di sebelahmu?", Tony mencoba untuk berbisik pada Bella yg berada di sebelah kanannya.
Bella menghentikan tangannya yg sedang menulis, matanya berkedip cepat tampak sedang berfikir.
"Aku mengenal mereka. Dari yg paling ujung namanya Stevens, Ronald, Christina, Hendrics, Marcella"
Tony terkejut bukan main, ini adalah kemajuan yg luar biasa. Seorang Bella bisa mengenal begitu banyak orang baru tanpa sepengetahuannya.
"Wow! Kapan kau berkenalan dengan mereka?"
Kali ini Bella dengan wajah datarnya menghadap lurus ke arah Tony, "Aku mendengar dosen menyebut nama mereka. Aku bahkan sudah mengenal nama semua anak sekelas yg lain"
Ah! Sepertinya Tony sudah salah sangka. Belum ada kemajuan yang berarti, kecerdasan dia yang bisa menghafal nama teman sekelas dalam sekali sebut bukanlah hal baru.
Berbeda lagi dengan Tony yang bahkan bisa lupa nama teman sekelas yang sudah tiga tahun bersama. Salahkan kemampuan otaknya yang tidak bisa menyesuaikan dengan keinginannya.
Pelajaran di hari pertama tidaklah sulit. Anggap saja sebagai perkenalan agar bisa beradaptasi. Bahkan buku catatan yang dibawa Tony hanya terisi dua lembar dari pelajaran pertama sampai terakhir.
Bella mengintip buku catatan Tony dan mengankat alisnya karena terkejut.
"Kau kemanakan semua catatannya?"
Tony mengambil ponsel yang sengaja ia letakkan di atas meja sejak awal. "Disini. Dengan begitu aku bisa merekamnya dalam otakku berkali-kali".
Tony sangat bersyukur karena kondisi kelas yang begitu kondusif sejak awal pelajaran. Itu sangat membantunya berkonsentrasi dan tentu saja merekam semuanya di ponsel. Tak ada yang sia-sia.
"Baiklah. Bisa kubilang kau cukup jenius"
Tony menggelengkan kepalanya dan mengangkat dagunya dengan sombong, "Yang benar adalah Aku. Sangat. Jenius"
***
Kantin adalah primadona di kampus, bukan hanya di Inggris tapi hampir di seluruh dunia. Posisinya yang selalu menjadi pusat mahasiswa selain taman dan perpustakaan .
Tempat yang luas dan memiliki berbagai pilihan makanan. Ada makanan yang murah dan sangat pas untuk kantong mahasiswa dan ada juga makanan kaum menengah ke atas dan kafe juga.
Tapi semuanya tetap berkumpul menjadi satu dan tak ada yang membeda-bedakan mereka. Tempat duduk yang terpencar di berbagai tempat dan berbagai bentuk, cocok untuk diskusi atau untuk mereka yang ingin menyendiri.
Ada yang memilih di dalam ruangan dengan pendingin ruangan dan sofa yang empuk. Ada juga yang justru memilih tempat yang lebih alami seperti di luar ruangan dengan kursi kayu yang lebih estetik. Selain itu tentunya karena udara di ruang terbuka yang cukup sejuk.
Lelaki berambut pirang itu ada di sana, di sudut kantin yang berada di dalam ruangan dekat dengan jendela. Ia merasa bosan dan juga sedikit pusing. Gadis yang saat itu menolaknya di tempat bahkan tanpa melihatnya sedikitpun membuat harga dirinya terluka.
"Leon, kenapa kau hanya minum kopi saja? Ini aku bawakan kue untukmu, cokelat lava. Aku yakin kamu pasti suka"
Yang menghamprii Leon adalah seorang gadis berambut cokelat yang diurai dengan semir putih di bagian depan. Dengan tanktop putih dilapisi blazer hitam dan rok pendek sepuluh senti di atas lutut, ia tampak begitu cantik dan mempesona.
Leon yang disapa pun tersenyum lebar dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk di sampingnya. Kue cokelat yang diberikan terlalu manis, Leon menahan kerutan tak suka di sudut bibirnya.
Rasanya terlalu manis hingga ia bisa merasakan pahit. Ia meletakkan dulu kue di meja kecil yang ada di depannya. Sementara gadis itu masih menempel padanya, melingkarkan tangan pada lengan kiri dan menempelkan payudaranya di lengannya.
Sebetulnya ia merasa risih. Ia justru terus teringat pada masa lalu yang buruk.
Lamunannya terganggu saat bayangan seseorang sampai di ujung matanya. Gadis itu, gadis yang sejak kemarin tak bisa ia lupakan. Dan ia masih bersama lelaki menyebalkan dan buruk rupa itu.
Sementara itu Bella memaksa Tony untuk ikut dengannya ke kantin karena perutnya sudah protes sejak pelajaran terakhir. Ia sadar ini memang kesalahannya karena melewatkan sarapan.
Sedangkan Tony yang santai saja mengikuti Bella di antara kerumunan orang memilih untuk membeli burger untuk makan siang.
"Hey, makanan apa yang mengenyangkan?", Bella berbisik pada Tony yang kini sudah memegang burger di tangan kanannya. Bella mengantri cukup lama di antara banyak orang dan masih belum bisa memutuskan.
"Kenapa kau tidak makan burger saja?". Tony mengulurkan burger miliknya ke depan wajah Bella yang tampak kelaparan.
"Tapi aku juga ingin spaghetti, apa yang harus ku lakukan?"
Tony melihat keluar kerumunan, mencari tempat duduk untuk mereka di luar, tempat favoritnya. "Kenapa tidak beli semua yang kamu ingin saja? Aku tunggu di luar, kau bawa saja nanti makananmu kesana"
Tanpa menunggu jawaban dari Bella, Tony sudah menghilang. Bella tak ingin mencari keberadaan Tony, untuk saat ini ia lebih ingin fokus memilih makanan. Maka ia berbalik dan memilih semua yang ingin ia makan. Sesuai dengan apa yang diucapkan Tony sebelum ia pergi.
"Ah! Aku pesan itu satu, itu, dan itu"
***
Tony merasa santai berada di luar ruangan. Kursi kayu, meja kayu, tanaman hijau yang merambat di antara tiang-tiang dan beberapa tanaman kaktus yang dijejer apik di seperti pagar.
Udara luar yang menyejukkan dan makan siang yang nikmat. Untung saja tadi Tony membeli dua burger dan satu minuman soda. Tak ada yang lebih nikmat dari ini.
Sesosok wanita terlihat keluar dari pintu ruangan dengan tangan yang memegang baki penuh makanan. Kemejanya yang awalnya rapi dimasukkan kini sudah berada di luar, dan rambut yang semula terikat kini sudah terurai.
"Kemana ikat rambutmu?"
Bella yang merasa barang bawaannya terlalu berat memilih untuk menurunkan dulu baki makanannya ke atas meja. "Itu yang pertama kali kau ucapkan? Kenapa kau tidak membantuku membawanya?"
Bukannya menjawab Bella, Tonny justru menghentikan sebentar kegiatan makannya dan mengamati setiap makanan yang ada di baki Bella.
"Kenapa kau bawa sebanyak ini?"
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?"
Tony mengerutkan keningnya, ia baru sadar jika sejak tadi mereka saling bertanya. Jadi ia lebih memilih untuk diam sebentar dan menunggu jawaban Bella, agar pembicaraan ini bisa berjalan normal.
Dan untuk Bella yang kini sudah duduk di hadapan Tony tanpa melepaskan sedikitpun pada Tony yang melanjutkan makan, ia langsung paham.
"Tali rambutku jatuh karena terlalu longgar, dan aku tak tau itu jatuh dimana. Aku juga tak bisa mencarinya karena tanganku penuh dengan makanan"
Tony hanya mengangguk, itu adalah alasan yang sangat masuk akal. Sekarang, percakapan mereka akan bisa berjalan dengan baik.
***
Bersambung