Terkadang kita diharuskan untuk berusahan lebih keras karena keadaan. Sama seperti yang dilakukan oleh Deva saat ini, meski kemarin ia baru saja mengikuti tes masuk perguruan tinggi, kali ini ia masih harus melakukannya lagi.
Karena sadar bahwa ia bukan orang cerdas yang akan bisa langsung diterima kuliah setelah satu kali ujian, ia mencoba untuk mengikuti tes di universitas negeri lainnya.
Tempat ujiannya kali ini memang cukup jauh jika dibandingkan dengan universitas pertama yang letaknya masih satu provinsi. Kali ini ia harus menginap karena tempat yang lumayan jauh.
Deva hanya berbekal ransel yang berisi sepasang sepatu, kemeja, celana dan beberapa lembar uang tunai. Uang yang cukup untuk perbekalan selama dua hari, biaya menginap, makan dan lain-lain.
Bus yang dinaiki Deva berhenti tepat di depan kampus saat sore hari. Ia sudah tau bahwa untuk kali ini ia kurang tepat dalam memperkirakan waktu.
Seharusnya ia bisa datang lebih siang agar bisa mencari tempat untuk menginap sementara. Tapi sepertinya ia harus menerima dengan lapang dada saati ini.
Mungkin ia bisa mencari hotel yang biayanya murah atau mungkin menumpang di masjid dengan meminta izin pada pengurus masjidnya.
"Laperrrr…"
Perutnya yang sudah sejak siang belum diberi makan itu hanya diganjaal oleh makanan ringan yang sudah diselipkan Melati di tas ranselnya sebelum ia berangkat tdi.
Tak begitu jauh dari area kampus, hanya sekitar dua puluh meter ke sebelah utara ada sebuah angringan yang baru saja selesai ditata.
"Bu, ini sepuluh ribunya kemarin ya. Gorengan tiga, nasi jotos satu sama kopi nya satu"
"Iya, Pak Benu. Tunggu sebentar"
Percakapan singkat antara seorang lelaki berusia 40 tahunan dengan ibu penjaga angkringan. Percakapan ringan mungkin sering ditemukan jika orang tersebut sudah dekat dengan pemiliknya.
Deva mendekati angkringan dan melihat beberapa makanan ditata rapi di atas meja, macam-macam gorengan, sate telur puyuh, nasi goreng, nasi jotos dan lainnya yang membuat perutnya berbunyi.
Suara adzan menggema sebelum ia sempat membeli satupun makanan. Namun ia sengaja urungkan dan memilih untuk mencari masjid terdekat tempat adzan itu berkumandang.
"Ehm. Bentar ya bu, saya mau sholat dulu. Nanti balik lagi kesini", Deva merasa tak enak pada ibu-ibu yang jaga di angkringan karena ia sudah duduk dan mengambil baki kecil untuk meletakkan gorengan yang ia pilih.
"Masjidnya di sebelah mana ya bu?"
Pak Benu, bapak-bapak yang tadi membayar hutang makanan kemarin masih ada disana dan mendengar pertanyaan Deva.
"Kalau mau ke masjid bareng bapak saja. Bapak juga mau kesana ini". Pak Benu berwajah khas jawa yang kebapakan dengan kumis tipis dan wajah yang berwibawa. Deva baru mengamati Pak Benu yang ternyata sudah siap dengan sarung dan sajadahnya.
"Oh. Iya pak. Permisi ya bu"
***
Masjid yang dituju ternyata tak terlalu jauh, berada tepat di sebelah kanan perempatan jalan. Masjid berwarna putih dan emas yang cukup besar dengan halaman yang luas.
Tempat wudhu dan kamar mandi yang bersih menandakan bahwa masjid ini selalu dijaga kebersihannya. Banyak orang berdatangan untuk melaksanakan ibadah, entah dari warga sekitar atau orang yang kebetulan lewat saat sedang perjalanan.
Sholat maghrib berjalan dengan khusuk. Meski bukan hari raya besar ataupun hari jum'at, masjid lumayan penuh.
Selesai sholat Deva berencana untuk menemui imam masjid untuk meminta izin tinggal sementara. Tapi karena ia sama sekali tak mengenal orang dari daerah itu, ia meminta bantuan pada Pak Benu yang berjalan ke arahnya yang sedang duduk di teras.
"Pak, mohon maaf sebelumnya. Sebenarnya saya berencana untuk menginap semalam saja di masjid ini tapi saya tidak tau kemana harus meminta izin, apa bapak bisa bantu?"
Pak Benu terdiam sejenak dan mengamati Deva yang masih membawa ranselnya. "Apa kamu ada perlu di daerah sini?"
Deva pun menjelaskan keperluannya untuk mengikuti ujian pada Pak Benu yang kini ikut duduk di sampingnya.
Matahari sudah sepenuhnya tenggelam dan lampu-lampu jalan sudah dinyalakan, auranya terasa sangat berbeda.
"Karena sudah malam akan sangat sulit juga untuk mencari tempat menginap selain di masjid, ya. Bagaimana kalau kau menginap di tempat bapak? Tempatnya juga dekat dengan kampus, jadi waktu pagi kamu tidak perlu repot"
Tawaran yang mendadak dari orang yang begitu baik. Tapi tak ada salahnya untuk menerima tawarannya, setidaknya ia bisa mendapatkan tempat untuk beristirahat dengan baik sebelum ujian besok.
Angkringan yang tadi masih begitu sepi karena mendekati maghrib kini sudah ramai pembeli, tapi semakin malam nanti angkringan akan jadi lebih ramai lagi.
"Pak, maaf saya mau mampir ke angkringan dulu, ya"
Pak Benu berhenti berjalan dan melihat ke arah angkringan kemudian tersenyum ramah pada Deva. "Langsung ke rumah bapak saja, ya. Ibu lagi masak enak hari ini"
Lagi. Pak Benu yang baik itu menawarkan kebaikan lagi. Ada rasa tak enak di hati Deva yang terus mendapatkan kebaikan seperti ini. Tapi mungkin saja ini berkat doa ibunya sebelum berangkat agar ia tak mendapat kesulitan saat jauh dari rumah.
Ah. Deva tiba-tiba rindu ibunya.
"Kita sudah sampai"
Mereka berhenti di depan sebuah rumah yang tampaknya bagian depan digunakan sebagai tempat usaha karena sedang ditutup dengan rolling door berwarna hijau. Pak Benu mengajak Deva lewat pintu samping yang tak begitu jauh.
"Assalamualaikum", ucap Pak Benu begitu membuka pintu yang tak dikunci mengetahui bahwa istrinya berada di dalam rumah.
"Wa'alaikumsalam, anak siapa ini pak yang kamu bawa?"
Pak Benu tertawa mendengar pertanyaan istrinya. Jelas saja istrinya akan terkejut melihat suaminya pergi ke masjid lalu pulang membawa orang yang tidak dikenal. Tapi kemudian Pak Benu memperkenalkan Deva dan menjelaskan situasinya.
"Nak Deva, kamu letakkan saja dulu tas di kamar ini. Ini dulu kamar anak bapak, sekarang dia sedang kerja di luar kota. Kalau mau mandi dulu silahkan, nanti susul langsung ke dapur ya. Kita makan bareng"
Deva mengangguk dan berterimakasih pada Pak Benu sebelum beliau pergi ke dapur. Kamar yang ia tempati sangat simpel, seperti kamar Tony. Tapi sepertinya pemilik kamar ini menyukai mengoleksi beberapa action figure berukuran kecil seperti kapten marvel dan yang lain.
Dengan malu-malu, Deva datang ke dapur seperti yang diminta Pak Benu. Tentunya setelah ia membersihkan diri sebelumnya.
"Sini nak Deva. Ayo makan bareng, masakan istri saya enak lho"
Deva bisa melihat tangan istri Pak Benu yang mencolek Pak Benu dengan senyum malu-malu. Hubungan keluarga yang begitu hangat, meski Deva lama-lama merasa menjadi obat nyamuk.
Setelah makan Deva masih mengobrol panjang lebar dengan Pak Benu dan istrinya sambil menonton tv. Setelah jam menunjukkan pukul 9 malam Deva pamit undur diri.
Begitu sudah di kamar, ia masih sulit untuk tidur. Daripada ia bermain hp ia lebih memilih untuk sekedar membuka buku, mungkin sekelebat bisa membantunya mengingat kembali esok saat ujian.
Deva berharap agar besok akan lancer.
***
Bersambung