Chereads / Back 2 You / Chapter 25 - Keluarga Pak Benu

Chapter 25 - Keluarga Pak Benu

Tok Tok Tok!!

"Nak Deva, bangun. Ayo sholat dulu", suara Pak Benu terdengar dari balik pintu kayu yang tertutup.

Deva membuka matanya yang masih berat dan lengket. Posisi tidurnya yang tengkurap sambil memegang buku yang masih terbuka membuat punggung dan lehernya sedikit terasa pegal.

Suara Pak Benu hanya terdengar sekali karena tak ada lagi suara ketukan di pintu. Deva bangkit setelah merapikan seprai kasur yang kusut karena kebiasaan tidurnya yang sering bergerak.

"Haaah.. syukurlah kemari Tony bisa membantuku sebentar"

Karena harus mengikuti ujian lainnya, Deva meminta saran dan bantuan dari Tony untuk memecahkan beberapa masalah yang tak bisa ia kerjakan dari ujian sebelumnya.

Berharap semoga saja ujian kali ini lebih baik dari sebelumnya.

***

"Pagi, nak Deva. Ayo sarapan. Ibu sudah bikin pecel untuk hari ini"

Saat ini masih pukul 6 tapi beliau bahkan sudah menyiapkan sarapan, meski begitu sosok istri Pak Benu itu pun tak terlihat di dapur saat ini.

Deva melihat kesana kemari mencari keberadaan istri Pak Benu, rasanya tak sopan jika sarapan duluan tanpa beliau yang sudah memasak ikut makan bersama.

Deva duduk di kursi yang berhadapan dengan Pak Benu, membiarkan beliau mengambilkan nasi untuknya sebagai bentuk dari kebaikan hatinya lagi.

"Pak, maaf. Ibu kemana ya?Kok tidak ikut makan?"

Pak Benu yang beru saja mengisi piring Deva dengan nasi kini meletakkannya di depan Deva dan kemudian mengambil nasi untuk dirinya sendiri.

"Ibu lagi pergi ke pasar. Belanja buat makan siang nanti. Dan ibu juga sudah sarapan duluan tadi sebelum berangkat".

Deva mengangguk, mencoba untuk memahami situasi. Ia sangat bersyukur diperlakukan dengan begitu baik layaknya keluarga sendiri.

Ini masih pagi tapi rumah sudah dalam keadaan bersih. Piring-piring kotor yang tadi malam Deva lihat masih menumpuk di tempat cucian kini sudah bersih, tempat sampah yang kemarin penuh kini sudah kosong, jendela dan pintu yang terbuka membuat udara sejuk pagi masuk begitu saja, bahkan lantai yang sudah bersih dan berbau wangi.

Deva masih makan saat Pak Benu mulai berbicara, "Setiap pagi kami selalu seperti ini, nak. Entah ada orang lain di rumah ini ataupun tidak".

Tak seperti Deva yang agak lambat saat makan, Pak Benu sepertinya tipe laki-laki yang cepat sekali menghabiskan makanannya.

Saat ini bahkan beliau sudah menghabiskan makanannya saat berbicara dengan Deva. "Begitu pagi datang, kami sholat berjamaah, saat ibu masak saya yang akan menyapu lantai dan mencuci piring, sedangkan ibu nanti yang akan mencuci baju. Kehidupan kami yang seperti inilah yang saya banggakan dihadapan orang-orang"

Pak Benu bercerita dengan wajah bahagianya, senyumnya terukir lebar hingga kerutan samar tampak di ujung kedua matanya. Bahkan saat ini beliau tertawa bahagia.

Deva juga ikut bahagia, kali ini ia kagum pada keduanya. Meski usia pernikahan mereka tidak lagi muda, tapi rasa cinta dan peduli pada satu sama lain masih terasa begitu kentalnya. Sebuah hubungan yang patut dijadikan contoh kedepannya.

Setelah selesai sarapan Deva menawarkan diri untuk mencuci piring Pak Benu. Meski awalnya terkejut dan menolak tapi akhirnya Pak Benu dengan tersenyum mempersilahkan Deva. Pak Benu merasa tak nyaman karena Deva adalah tamu baginya.

Awal pagi yang luar biasa untuk Deva berjuang lagi hari ini. Energi positif yang semoga bisa membantunya sukses dalam ujian kali ini.

***

Hari ujian yang kali ini tidak semendebarkan dan semenakutkan seperti yang pertama kali. Dan Deva akui kali ini ia sudah jauh lebih siap dan matang. Mungkin juga karena pengaruh Pak Benu tadi pagi.

Tempat usaha yang semalam tertutup oleh rolling door di rumah Pak Benu ternyata adalah tempat fotocopy. Ia tak berani utnuk menanyakannya tadi malam, jadi ketika Pak Benu mengajaknya untuk membantu membuka rolling door tadi pagi ia akhirnya paham.

Tentu saja Pak Benu harus membuka usahanya pagi-pagi karena letaknya yang juga tak jauh dari kampus dan sebuah sekolah dasar. Dimana biasanya kebutuhan untuk fotocopy, print dan alat tulis banyak dibutuhkan.

Deva sempat khawatir pada istri Pak Benu yang pergi ke pasar dan belum kembali sampai ia berangkat. Tapi sepertinya itu kekhawatiran yang tak perlu karena ternyata letak pasar tak jauh dari tempat tinggal mereka.

Mungkin seperti yang dikatakan Pak Benu sebelumnya, ibu menggunakan kesempatan saat ke pasar untuk bertemu dengan teman-temannya juga dan berkumpul. Mungkin beberapa wanita melakukan hal yang sama.

Setelah berpamitan pada Pak Benu yang sedang sibuk melayani pelanggan Deva berangkat untuk berjuang, lagi.

Ada begitu banyak orang yang mengikuti ujian ini, sama seperti di universitas sebelumnya. Peminat yang membeludak dan kapasitas penerimaan yang sedikit membuat persaingan begitu ketat.

Meski masih ada rasa minder, tapi Deva berusaha untuk tidak gugup. Setidaknya ia fikir jika ia bisa lulus untuk masuk di universitas ini, ia akan bisa lebih sering bertemu dengan keluarga Pak Benu yang baik.

"Hei, ikut ujian juga?"

Seorang laki-laki seumuran dengan Deva duduk tepat disampingnya sembari menunggu waktu ujian tiba. Mereka memang sudah datang tiga puluh menit seblum waktu ujian, jadi mereka menunggu di depan ruang kelas yang belum dibuka.

"Iya nih. Oiya, kenalin namaku Deva". Lelaki di sampingnya itu menerima sambutan tangan Deva dan memperkenalkan dirinya, "Aku Bagas"

Dari perbincangan mereka Deva mengetahui jika Bagas juga sama sepertinya. Berasal dari daerah yang lumayan jauh dan mencoba untuk mengikuri ujian masuk di beberapa universitas.

"Kamu udah siap semuanya, kan? Pulpen, pensil, type x, penghapus, penggari. Yah, kan kita tidak tau nanti apa saja yang dibutuhkan"

Deva tertawa melihat kepolosan Bagas. Untuk ujian ini dia hanya embawa pulpen, pensil dan penghapus yang ia kantongi di saku celananya.

"Nih, aku cuma bawa ini", Deva mengeluarkan alat tulisnya dari kantong celananya.

Bagas tampak terkejut karena melihat Deva yang kurang persiapan. Dengan cepat ia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan kotak pensilnya yang memperlihatkan betapa lengkapnya koleksinya.

"Lihat nih, aku bawa lengkap. Nanti duduknya di samping aku aja. Kalu butuh apa-apa tinggal bilang ya". Senyum syukur lagi-lagi terukir di bibir Deva, ia merasa jika Tuhan begitu baik padanya hari ini hingga mengirimkan orang-orang baik padanya juga.

Bagas tampak seperti anak SMA biasa dengan kemeja hitam yang dikancingkan hingga atas, celana hitam dengan sabuk dan rambut yang hitam klimis ditata rapi.

"Oke deh, oke. Minta bantuannya ya nanti. Tapi kalau aku nggak minta nggak usah nawarin ya. Aku nggak mau kamu kena masalah sama pengawas ujian". Bagas menjawabnya dengan menunjukkan tanda oke dengan tangannya.

Tak berapa lama seorang lelaki dengan pakaian rapid an kartu identitas yang menggantung di lehernya membuka pintu kelas yang terkunci. Taka da satupun dari banyaknya orang yang menunggu di luar berani untuk masuk menyusul seperti sedang menunggu perintah.

Lelaki yang masuk tadi akhirnya menampakkan dirinya lagi di pintu, "Silahkan masuk"

***

Bersambung