Chereads / Suami impian / Chapter 21 - Ide Brilian Joko

Chapter 21 - Ide Brilian Joko

Aidan tiba di rumah sakit dan bertanya pada resepsionis ruang rawat kakeknya. Setalah dia mengetahuinya, Aidan kembali berlari ke sana. Saat ini dia berada di depan pintu ruanga itu, dan langsung masuk begitu saja.

"Den Aidan?" Panggil Pak Joko yang ternyata sedang menemani kakeknya di dalam sana. Sosok itu menghampiri Aidan.

"Bagaimana keadaan Kakek, Pak? Apa kata Dokter?" Tanyanya.

"Kata Dokter tekanan darahnya naik, Den. Mungkin karena masalah di kantor tadi, jadi Pak Liam seperti ini. Kasihan dia, Den. Di umurnya yang sudah tidak muda seharusnya Pak Liam lebih banyak istirahat. Tapi ... Siapa yang akan menggantikannya, huh ...."

Aidan mengeryitkan keningnya ketika mendengar ucapan pak Joko yang seperti menyinggungnya. Apa hanya perasaannya saja?

"Uhuk ... Uhuk ... " Suara batuk itu berasal dari Kakek Liam. Membuat perhatian dua manusia itu teralihkan.

"Sepertinya Pak Liam sudah bangun. Kalau begitu saya akan keluar ya, Den." Pamit Pak Joko yang di angguki Aidan.

Aidan segera menghampiri ranjang kakeknya. Benar saja, Kekek Liam telah sadarkan diri. Pria itu menatap cucunya dengan lurus.

"Kamu datang? Kakek kira, akan mati tanpa kamu di sini."

Aidan menutup matanya dengan helaan napas yang keluar berat, "Umur Kakek masih panjang, aku tau itu. Jadi jangan meminta cepat pergi," Canda Aidan yang di balas kekehan dari kakek Liam.

"Entah kapan kamu ingin menggantikan posisi Kakek, Aidan. Tubuh Kakek sudah terlalu tua dan tidak sehebat dulu memimpin perusahaan," Kakek Liam memandangi wajah Aidan dengan serius, "Katakan apa yang membuatmu tak ingin dengan posisi ini?"

Aidan tak langsung menjawabnya, dia mengalihkan tatapannya ke arah yang lain, "Aku takut tidak bisa menjalankan amanah dari Kakek untuk memajukan perusahaan. Dan juga, aku rasa itu bukan gayaku. Keinginan sudah terwujud Kek, menjadi sekarang Dosen."

"Alasan kamu sangat banyak, Aidan. Kalau kamu mengatakan untuk memegang penuh perusahaan, kakek akan mundur dan tidak akan mengatur kamu lagi. Terserah kamu ingin bagiamana kan perusahaan itu ke depannya, itu semua tergantung kamu." Kekek Liam berbicara naik satu oktaf.

Aidan malah tertawa mendengarnya, "Apa kakek tidak akan malu. Ke 8 generasi penerus perusahaan akan tercoreng dari sejarah dunia hanya karena keturunan ke 9 yang tidak punya bakat dan bodoh ini? Lucu sekali bukan, Kek?"

"Kamu yang terlalu merunduk, Aidan! Kakek tau semua ada padamu. Kakek mengamati pertumbuhanmu sejak kecil, bodoh jika kakek tidak tau bakat alami kami. Kamu itu sangat jenius, di usiamu yang ke 7 tahun telah menghapal 5 bahasa negara, itu yang di katakan tak punya bakat?" Kakek Liam berhenti untuk mengambil napas.

"Lagi, kau selalu juara umum saat sekolah. Prestasimu tidak main-main masih mau bilang bodoh? Bahkan kakek tidak sepintar dirimu bisa memimpin perusahaan dan menjayakannya. Bagaimana jika kamu yang memimpinnya?"

"Itu hanya kebetulan, Kek. Mungkin?"

"Anak ini, kemarilah, kakek ingin memukulmu! Kau membuat darah tinggi ku semakin naik!" Murka Kakek Liam bangun seketika dari tidur. Namun tulang punggungnya langsung sakit karena bangun tiba-tiba membuat pria itu membaringkan lagi tubuhnya.

"Sudahlah, Aidan. Kakek sudah sangat tua berkelahi denganmu, kasihanilah kakek tua ini."

Aidan menghela napas, dan berbalih duduk di kursi samping ranjang.

"Akan aku pertimbangan lagi."

Mata kakek Liam langsung membulat penuh dan menoleh pada cucunya. "Kamu janji?"

Aidan tak habis pikir kakeknya berekspresi sangat senang mendengarnya.

"Aku bilang akan pertimbangankan, Kekek ... Belum tentu aku menyetujuinya?"

Kakek Liam langsung memasang ekspresi kesal dan membalikkan tubuhnya membelakangi Aidan. Beberapa saat keadaan hening tak ada satupun yang berbicara lagi.

"Baiklah, sudah aku putuskan. Aku ... Akan mencobanya. Tapi, aku tidak ingin langsung menjadi pemimpin seperti kakek, lebih tepatnya bekerja di sana seperti karyawan biasa, aku menganggapnya sebagai masa percobaan. Yah, bukankah ini keputusan yang bagus Kek?"

Aidan menepuk bahu kakeknya. Namun, anehnya kakeknya tidak bergerak membuat Aidan langsung membalikkan tubuh itu.

"Kakek! Kakek bangun! Aku belum mengizinkan kakek pergi!" Teriak Aidan sambil menggoyangkan bahu Kekek Liam.

"Eugh, anak ini mengganggu tidurku saja!" Menepis tangan Aidan lalu memperbaiki posisi tidurnya senyaman mungkin.

Aidan berubah menjadi patung untuk beberapa detik. Kemudian dia mengusap wajah tak habis pikir apa yang sudah dia lakukan berteriak mirip orang gila.

"Astaga, semua yang aku katakan sungguh sia-sia. Baiklah, tidak jadi, aku tarik semua ucapanku tadi!"

"Eh, mana boleh begitu, Den. Pak Joko dengar kok tadi, bahkan sudah merekamnya," sosok pak Joko ternyata menguping sejak tadi. Oria itu langsung masuk ke dalam ruangan itu.

Aidan memperhatikan tingkah Pak Joko yang begitu senang sedang berjalan ke arah ranjang Kakek Liam.

"Nih, Pak Joko udah rekam tentang keputusan Aden tadi pakai HP Pak Liam, cerdas kan?" Menaikkan sebelah alisnya kepada Aidan setalah menunjukkan ponsel Kakeknya yang menunjukkan hasil rekaman suaranya sejak dia masuk tadi.

"Pak Joko, aku minta ponsel itu sekarang!" Aidan meminta dengan tatapan tajam.

"Enggak boleh, Aden. Ini bukti kalau Aden sudah memutuskan kerja di perusahaan. Besok saya akan dengarkan pada Pak Liam, ok."

Aidan menggigit bibir dan diapun pasrah dengan memijat pangkal hidungnya.

****

"Pak, rencana kita sudah berhasil!"

Kekek Liam langsung memegang dadanya ketika sosok Pak Joko tiba-tiba berbisik ke telinganya ketika dia membuka matanya.

"Saya kaget, Joko ... Lain kali kalau mau kasih berita tolong saat saya sedang bersantai saja, mengerti?" Titah Kakek Liam yang beralih duduk di kepala ranjang.

"Baiklah, Pak."

"Kabar apa yang ingin kamu sampaikan?" Tanyanya lalu menyeruput teh hangat yang ada di atas nakas.

"Tadi kata, Pak Liam saat bersantai saja?"

"Tanggung! Kamu sudah buat saya penasaran, cepat!"

Joko pun memberikan tatapan julid pada tuannya itu.

"Jadi begini, Pak. Untuk lebih jelasnya silahkan anda mendengar rekaman suara yang ada di ponsel anda sampai habis. Tolong jangan kaget ya," kata Joko tersenyum cerah.

Dengan cepat Kakek Liam mengambil ponselnya dan membuka app perekam suara yang tadi malam di aktifkan atas dasar saran dari Joko. Jadi itu akan merekam semua perbincangan nya bersama sang Cucunya, tak ada ruginya juga Liam mengikuti saran itu kan?

Kakek Liam mendengarkan dengan seksama rekaman suara itu hingga selesai dan di susul suara sorakan yang dia lakukan tiba-tiba hingga membuat Joko terkejut.

"Jadi Cucu saya sudah setuju? Tidak masalah jika dia hanya ingin bekerja sebagai pegawai untuk percobaan. Bukannya ini kemajuan, Joko?" Tanyanya sangat antusias.

"Benar Pak! Jika nanti Aden merasa suka berada di kantor dia pasti akan mau menggantikan posisi anda. Step by step, benar kan pak?" Kata Joko.

"Bener benget. Huh, rencana pura-pura sakit begini ternyata berguna juga. Saran kamu memang top joko!"

Benar, semua itu saran dari Joko. Mulai dari kakek Liam masuk rumah sakit, berita tekanan darahnya naik, merekam suara, adalah ide brilian dari Joko.

"Ekhm, berarti ada harapan naik gaji dong, Bos?" Joko mengedipkan mata pada Liam

-Bersambung.....