Chereads / Tunanganku Arwah Jugun Ianfu / Chapter 28 - Mencari Mayat Lastri

Chapter 28 - Mencari Mayat Lastri

Keesokan harinya,

Terlihat para warga berbondong-bondong pergi ke hutan tutupan. Lebih tepatnya mereka akan menyusuri jurang dimana mereka telah membuang jasad Bu Lastri yang mereka bakar hidup-hidup. mereka harus bisa menemukan jasad itu dengan segera lalu menguburkannnya dengan cara yang layak supaya arwah hantu gosong itu tidak meneror mereka lagi.

Terlebih Japar, dia adalah orang yang paling gencar menyuarakan ke warga untuk segera mencari jasad Bu Lastri. Dia sudah merasakan terornya dengan sangat nyata. Bahkan dia terpaksa memasung istrinya karena kewarasannya yang hilang sejak kejadian malam itu.

Dia suka mencakari tubuhnya sendiri, memukul-mukul badan, serta berteriak kesetanan. Sungguh hal itu membuat hari Japar teriris, dia tidak bisa membayangkan teror apa lagi yang akan di lakukan oleh hantu gosong itu lagi kepadanya.

Sesampainya di bibir jurang mereka tertegun. Terlihat mereka melongok melihat betapa dalamnya jurang tersebut. Dan hal yang sangat mustahil bagi mereka untuk bisa menyusuri apa yang ada di bawah sana.

"Sepertinya kita tidak bisa turun. jurangnya dalam sekali." ujar salah satu diantara warga.

"Lebih baik kita urungkan saja. kalau sampai kita nekad turun juga sangat beresiko." Timpal yang lain.

"Bagaimana kalau kita panggil Tim Sar saja."

"Goblok kamu! kalau kita panggil tim sar, mereka pasti akan menanyakan secara detail kepada sampai ada mayat gosong di bawah sana. dan merek pasti akan melaporkan kepada pihak yang berwajib tentang semua yang kita lakukan. kamu mau kita semua masuk penjara!" terlihat seseorang mendorong kepalanya orang yang mencetuskan ide goblok itu.

Mendengar perkataan para Warga, Japar menatap nanar ke arah mereka.

"Kita harus bisa menemukan jasad itu atau kalau tidak desa kita akan di teror oleh hantunya Lastri lagi. Mungkin sekarang baru Pak kades dan istriku yang menjadi korban bisa jadi nanti kalian semua. tinggal tunggu giliran saja." tandas Japar yang bersikeras supaya mayat itu di temukan. Dia sudah hampir dibuat frustasi akan teror yang dialaminya semalam. hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Yang semula tenang berganti menjadi penuh ketakutan.

"Jaga mulutmu ya! Enggak ada yang namanya teror hantu itu. Lastri sudah mati dia tidak akan mungkin bisa meneror kita." ujar warga yang geram dengan perkataan Japar. Iya, hampir semua warga yang ada disana belum percaya akan hantunya lastri. Karena hantu itu masih meneror Pak kades dan keluarga Japar. Terlebih menurut penuturan Nyi Ramat kemaren. Apa yang di alami pak kades itu tidak ada sangkut pautnya dengan alam ghaib terlebih tentang hantu gosong. Japar tahu betul Nyi Ramat mengatakan hal itu kepada warga karena dia tidak mau terlibat lebih jauh akan dosa yang telah diperbuat oleh warga desa ini.

"Bukannya kamu yang dulu paling gencar mengatakan untuk membakar dan membunuh Lastri karena dia yang merampok keluarga Sapar? Tapi kenapa kamu malah berbuat sebaliknya. Mengumpulkan kami semua untuk mencari mayat Lastri yang mungkin sudah hilang entah kemana di dasar jurang sana?" cecar warga yang lain sembari menuding ke arahnya. Japar benar-benar tidak berkutik. Bisa dibilang kala itu dia adalah pemimpin atas kejadian naas itu. pada saat itu dia yang paling tertawa keras karena Lastri yang terbakar dan sekaligus bisa menikmati keperawanan Raflina tanpa belas kasihan. dia menjadi manusia sadis yang tidak berperi kemanusiaan. Sekarang, semua itu hanya berbuah penyesalahan. Tinggal menunggu karma yang akan balasan yang berkali-kali lipat.

"Tolong, bantu aku menemukan mayat itu. aku tidak mau keluargaku di teror lagi." Japar bersimpuh di atas tanah. memohon kepada warga untuk mencari cara supaya bisa menemukan mayat itu. meski sebenernya hanya orang gila saja yang bersedia turun di medan yang sangat terjal itu. Sangat membahayakan.

"Kamu sudah Gila Japar! Kami tidak akan mau untun turun meski di bayar dengan uang sebanyak apapun! Kami tidak mau menanggung resiko untuk mati di bawah sana."

"Kalau kamu mau turun-turun saja. enggak usah ajak-ajak kami."

"Lebih baik kita tinggalkan orang sinting itu." tukas yang lain. lantas mereka pun berbalik arah. berjalan menjauhi Japar yang terus berteriak-teriak.

"Kalian memang brengsek! Aku sumpahin hantu itu meneror kalian supaya hidup kalian tidak akan tenang!"

Tapi semua warga tidak menggubris Japar yang sudah seperti orang gila itu. atau memang Japar sebenernya sudah gila?

Sepeninggalan warga, japar kembali melongok ke jurang itu. memang rasanya tidak mungkin untuk bisa turun dengan tangan kosong. setidaknya dia harus membawa tali tampar yang kumudian diikatkan pohon dan kemudian talinya di julurkan ke bawah tapi manaada tali tampar yang sepanjang itu? lagi pula di sela jurang yang berbatu itu ada itu banyak hewan melata yang berbisa yang sangat bisa membahayakan nyawanya,

Japar berdecak resah. Semakin teringat akan dosanya semakin frustasi dirinya. Tapi ada sesuatu yang seolah menekan dirinya. Bisa tidak bisa. mau tidak mau dia harus bisa untuk menemukan mayat itu apapun yang terjadi. Bayangan mengerikan hantu gosong itu terus membayanginya.

Japar mengedarkan pandangan ke ujung dari jurang ini. sebenernya ada di bawah sana ada sungai kecil yang menghubungkan sampai ke desanya. Hanya saja musim kemarau seperti ini, sungai itu surut sehigga aliran airnya tidak terlalu banyak Mungkin dengan menyusuri sungai itu dia bisa menemukan letak dimana mayat itu terjatuh.

Tanpa pikir panjang dan pikirannya yang memang sudah buntu pada saat itu, membuatnya berniat untuk menyusuri sungai itu sendirian. Benar kata warga tadi bahwa japar memang sudah kehilanga kewarasannya.

Pria itu kembali turun di pinggir hutan di dekat desa untuk menemukan sungai itu. Dengan melangkah melewati pinggir sungai yang berbatuan itu, dia memantapkan niat untuk menyusuri sungai itu. mengabaikan rasa takut yang ada. Karena tempatnya yang sangat sunyi terlebih lagi banyak biawak yang mungkin saja akan memangsanya. tetapi itu masih lebih baik daripada harus diteror terus-terusan hingga akhir hayat.

Jalan yang di pinggir sungai itu tidaklah mudah. sesekali dia harus melewati jalan yang berlumpur. Bahkan jalannya kadang terhalang oleh tebing. Jadi nya dia harus terpaksa berenang hingga menemukan bebatuan untuk berpijak. Hanya suara serangga hutan dan suara dedaunan hutan yang tertiup angin yang menemani perjuangannya itu.

Semakin lama semakin dalam dia memasuki hutan itu. Hal yang terkonyol adalah dia tidak tahu pasti tentang titik dimana mereka pernah membuang mayat itu. intinya dia menyusuri sungai yang tidak berujung itu.

Hingga dia tercekat saat melihat sesuatu yang tersangkut di dahan pohon di pinggir sungai itu. sebuah jasad berwarna hitam yang sudah tidak berbentuk lagi. terlihat wajah dari jasad itu mengarah ke arahnya. Kedua bola matanya bergelantungan.