Chereads / Tunanganku Arwah Jugun Ianfu / Chapter 31 - Akhir Riwayat Naryo

Chapter 31 - Akhir Riwayat Naryo

Sementara di rumah almarhum keluarga Sapar, Terlihat Tama sedang bersama dengan beberapa polisi. Sengaja dia mengundang polisi supaya bisa mengusut tuntas masalah ini. Dia sangat yakin kalau yang merampok rumah ini adalah orang yang sama yang menfitnah Bu Lastri. Dia harus bisa menegakkan keadian untuk ibu dari orang yang sangat dia cintai itu.

Tiba-tiba, salah satu polisi berteriak memanggil anggota yang lainnya. Dia menemukan telapak kaki dua orang yang mencurigakan yan diyakini sebagai pembunuh dari keluarga sapar.

Malam itu, semua bapak-bapak yang ada di desa itu di kumpulkan di balai desa, dimana di sana sudah menunggu Tama dan beberapa rekan dari kepolisian yang telah menyelidiki rumah itu. Tampak raut wajah para warga yang tampak pias melihat para polisi tersebut.

"Selamat malam bapak-bapak sekalian, maafkan kami yang telah menganggu waktu kalian sebentar, karena ada sesuatu hal penting yang ingin kami sampaikan." Jelas ketua dari polisi tersebut dengan nada bicara yang berwibawa.

Terlihat beberpa warga saling berbisik tentang apa yang akan di ucapkan oleh Polisi tersebut-sebut. Mereka menerka-nerka bahwa apa yang dia katakan tidak jauh dengan kejadian beberapa waktu lalu yang terjadi di desa mereka.

"Memang Lastri pelakunya Pak. makanya kami langsung membakarnya." seloroh salah satu Warga yang kemudian diiyakan oleh semua warga di sana. Tama dan para polisi itu tampak menghela nafas sejenak. Agaknya mereka sudah mengira bahwa warga keukeuh kalau perbuatan main hakim sendiri yang mereka lakukan itu benar. Padahal belum tentu yang mereka bakar itu adalah pelakunya.

Dan juga mencari siapa orang yang telah memperkosa Raflina hingga tewas. Sungguh hatinya membara. Dia berjanji kalau sampai pelakunya ketemu maka.

"Baik Bapak-bapak, mohon perhatiannya sebentar. Setelah kami selidiki secara mendalam di rumah mendiang Sapar, kami mengetahui bahwa Bu Lastri bukan pelaku atas perampokan itu." jelas Sang polisi.

Terlihat semua warga saling pandang. Kebanyakan mereka tidak mempercayai apa perkataan polisi tersebut, lalu menanyakannya secara detail.

"Kalau bukan Lastri, lalu siapa yang telah melakukan perampokan itu?"

"Pelakunya adalah dua laki-laki dewasa diantara kalian." Cetus sang Polisi yang membuat semua orang terbelalak.

"Siapa pelakunya Pak?"

Terlihat sang polisi terdiam sejenak. Dia tengah berdiskusi dengan para anggota yang lain termasuk Tama yang sengaja mengundang mereka ke sini.

"Jadi Pelakunya adalah dua orang yang merampok rumah Keluarga Sapar sekaligus terduga telah menfitnah Bu Lastri. Kami juga sudah mendatangi rumah Para pelaku tapi mereka tidak ada di rumah mereka masing-masing." Imbuhnya.

"pelakunya siapa Pak?"

Tiba-tiba ada sekelompok pemuda yang berlari ke arah mereka. mereka tampak sangat ketakutan dan berlari menuju balai desa itu untuk mencari perlindungan.

"Kalian kenapa hah? Kok kayak di kejar-kejar hantu?' tanya salah seorang warga. Tapi sekelompok pemuda yang berjumlah Tiga orang itu tidak segera menjawab. Nafas mereka ngos-ngosan. Raut wajah mereka pias dan ketakutan.

Seketika Ketiga pemuda itu langsung bersujud di hadapan polisi. Yang jelas membuat semua orang terheran-heran. Mereka menangis tersedu-sedu layaknya anak kecil yang baru saja melakukan kesalahan di hadapan orang tuanya.

"Pak, tangkap kami Pak! kami takut di teror terus oleh hantu gosong itu!" pekik mereka serempak. Semua orang terperangah, tidak terkecuali Tama, yang penasaran dengan apa yang mereka telah perbuat sampai mereka menangis tersedu-sedu seperti itu.

"Apa yang telah kalian perbuat. Coba jelaskan kepada kami." Ungkap sang polisi dengan nada suara yang tenang sembari memegangi pundak mereka.

"Kami yang telah memperkosa Raflina sampai dia tewas Pak!"

Hening.

Waktu seakan berhenti berputar. Terutama buat Tama. Sekarang di depannya sudah ada para pelaku pemerkosa tunangannya hingga ajal menjemput. Rahangnya mengeras tangannya mengepal. Darahnya mendidih. Tangannya sudah gatal untuk menghajar mereka satu persatu.

"Kurang ajar kalian! Ternyata kalian yang memperkosa tunanganku!" geram Tama sambil melayangkan bogem ke arah mereka. Tama adalah orang yang paling tenang dalam mengambil tindakan sekarang berubah menjadi sosok yang menyeramkan dan tidak terkontrol, apalagi setelah mengetahui pelaku asusila atas tunangannya. Rasanya Pria itu ingin menghajar mereka tanpa Ampun.

"Sudah Pak Tama. Sudah biar kami yang akan menangkap mereka!" ujar polisi sambil menahan tubuh Tama.

"Tapi Pak, kelakuan mereka sangat biadap Pak. Mereka seharusnya mendapatkan hukuman yang setimpal." Cetus Tama yang masih memberontak.

" Tenang Pak. serahkan mereka kepada kami. Mereka akan ditindak secara hukum dan di adili seadil-adilnya." Pungkas polisi yang lain. Tama yang semula emosi pun langsung, mengatur nafasnya. Akal sehatnya berusaha menahan emosinya yang menggebu-gebu.

Para polisi dengan sigap langsung memborgol tangan mereka dan membawanya menuju mobil polisi. Tapi salah seorang warga nyeletuk.

"Apa jangan-jangan para perampok itu juga terlibat dalam memerkosa R aflina."

"Coba tanya kepada mereka." timpal warga yang lain.

Mendengar perkataan itu, polisi lantas berhenti. Kemudian, mereka menanyakan tentang siapa saja yang terlibat akan pemerkosaan yang keji itu. dan sebuah jawaban yang tidak terduga terlontar dari mulut mereka yang membuat mereka geram.

"Yang menyuruh kami pada saat itu adalah Japar dan Naryo Pak." ungkap ketiga pemudan itu.

"Sialan ternyata mereka pelakunya!"

"Kalau begitu tunggu apa lagi ayo kita ke rumah mereka!" timpal yang lain. Para warga yang sudah terpancing emosi langsung bergerak menuju rumah yang dimaksud. namun suara lantang polisi menghentikan langkah mereka.

"Jangan main hakim sendiri bapak-bapak. Kami juga telah mencurigai mereka sejak awal tapi begitu kami cari mereka di rumahnya. Mereka seolah menghilang secara misterius." Jelas Sang Polisi.

Para warga menghentikan langkahnya lalu mereka kembali berkumpul di aula balai desa itu. Sungguh yang ada di benak mereka saat itu perasaan bersalah karena telah termakan provokasi dari Naryo dan Japar yang ternyata mereka adalah pelaku sesungguhnya. Perbuatan mereka itu telah berakibat fatal dengan menghilangkan nyawa orang yang tidak bersalah. Dosa besar membayangi hidup mereka.

Tiba-tiba sebuah teriakan menarik perhatian mereka. pandangan mereka langsung tertuju kepada sumber suara dan mendapati sosok Naryo yang tadi siang berlari dengan tidak memakai apapun itu sekarang kondisinya masih sama. Ketakutan dikejar seolah-olah di kejar oleh hantu. Para warga pun sontak mengejarnya.

Siapa sangka jika Naryo berlari dengan sangat kencang sehingga para warga pun tergopoh-gopoh untuk mengejarnya. Pemuda sinting itu berlari ke arah hutan . sehingga ada warga yang ikut siskampling pun sudah sedia dengans senter mereka dan berlari paling depan untuk menyorotinya.

"Tolong jangan teror saya! Saya menyesal telah melakukan ini semua! saya mohon Ampun!" begitu pekik Naryo penuh dengan penyesalan. Yang tidak dilihat oleh warga adalah sosok menyeraman hantu gosong yang telah mengejar pria tersebut.

Akhirnya Naryo berhenti tepat dimulut jurang dimana jasad gosong Lastri dibuang di situ. Di sana, para warga menyaksikan Naryo yang seperti sedang berbicara dengan sesuatu yang tidak mereka lihat. Lalu tidak berapa lama, Naryo melompat dari bibir jurang itu.

Tubuh Naryo menabrak batuan kali yang besar hingga dia tewas seketika. Lalu mayatnya terguling sampai ke bawah, bersatu dengan jasad Japar dan Lastri yang sudah terlebih dahulu ada di sana.