Chereads / Tunanganku Arwah Jugun Ianfu / Chapter 35 - Masih Menutup Hati

Chapter 35 - Masih Menutup Hati

"Senang sekali bisa berjumpa denganmu lagi, arsitek handalku." bisik Lia di telinga Tama dengan menekan kata terakhirnya, seakan dia memang sudah mengharapkan Tama, Pria idamannya itu untuk bekerja di perusahaannya.

Semua berawal ketika Tama maju di acara penghargaan arsitek terbaik. Terlihat pria itu begitu mempesona batinnya. Bukan saja fisiknya yang menjadi kriteria pria idamannya selama ini. tapi juga karismanya yang menawan. Membuat Wanita itu ingin mengenal lebih dalam terhadap pribadi Tama.

Kemudian, dia menunggu momen untuk bertemu dengan pria itu selesai acara. Dan rencananya berhasil. Dia semakin terpesona dengan sikap Pria itu yang hangat meski wajahnya terkesan dingin.

Setelah malam itu, dia memerintahkan bawahannya untuk mencari secara detail informasi mengenai Tama. Tidak butuh waktu lama, dia sudah mengetahui latar belakang Pria itu secara mendetail. Dia juga yang meminta bawahannya itu untuk menawarkan posisi terbaik di perusahaan ini kepada Tama. Dan seperti yang dia duga, kalau Tama mengiyakan penawaran tersebut dan sekarang kerja di perusahaan yang tanpa Tama sadari berada di bawah kendali Lia.

"Terima kasih, Bu Lia. Sudah menerima saya untuk bekerja di perusahaan ini. Saya akan memberikan performa terbaik selama saya menjabat menjadi manager disini. " Sahut Tama yang sikap yang santun. Masih sama dengan kemaren lusa. Hal yang sebenernya tidak diinginkan Lia, karena dia menginginkan Tama tidak memandangnya sebagai seorang atasan, Tapi teman dekat. Bahkan kalau bisa lebih dari itu.

Tapi sebagai seorang pemilik perusahaan, dia tidak mau menjatuhkan harga dirinya di hadapan orang yang dia kagumi. Dia harus tetap menjaga wibawanya kepada siapapun, tanpa terkecuali. Apalagi dia adalah perempuan, tentu dia tidak ingin tampil murahan di hadapan pria pujaann hatinya.

Lia berdehem sejenak. Lalu dia beringsut menuju mejanya kembali. Dia sadar kalau apa yang dia lakukan tadi karena dia tidak bisa menahan dirinya. Siapa sih yang tahan dengan pesona Tama, wanita berkelas seperti dirinay pasti luruh dan tidak bisa menahan dirinya.

"Baik, Pak Tama. Semoga bapak bisa cepat menyesuaikan diri dan kalau misalnya ada hal yang belum dimengerti boleh tanyakan ke saya. Saya siap untuk membantu."

"Terima kasih, Bu. saya sangat mengapresiasi atas dukungan Bu Lia."

"Bagus, kalau begitu selamat bekerja." ujar Lia sambil mengulurkan tangannya membuat Pria itu harus berjalan selangkah ke depan untuk menyambut tangan bosnya itu. ketika tangan mereka saling bersentuhan Lia merasa ada sesuatu hal yang bergetar. Hatinya yang di dalamnya ada Tama di sana.

"Baik Bu, Terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu." Ujarnya sambil berbalik arah. ketika akan sampai di pintu, Lia memanggilnya.

"Pak, Nanti makan siang dengan saya ya." Pinta Lia. Tama tersenyum manis sambil berkata,"Dengan senang hati Bu."

*

Hari begitu cepat berlalu, bersamaan dengan hati Lia yang berbunga-bunga. Dia yang biasanya tampil serius di perusahaan terlihat sumringah. Kehadiran Tama memang telah mengubah harinya menjadi lebih indah dan bermakna.

Sekarang jam pulang kantor, Lia sengaja menunggu di lobby kantor, hanya demi menunggu Tama dan bisa bertegur sapa dengannya. Walau bagaimanapun, dia harus menujukan sisi elegannya terhadap Pria itu.

Tidak berapa lama yang dinanti datang. ketika elevator terbuka, Tampak seorang Pria dengan menggunakan stelan jas formal muncul dari sana. Seperti ada hembusan angin dari mana, Rambutnya itu seperti tertiup angin dengan gerakan slowmotion. Membuat hati setiap wanita menjadi klepel-klepek. Pria berwajah oriental yang sangat dia suka.

Lia menyadari bahwa tidak hanya dirinya yang menganggumi Tama tapi hampir seluruh perhatian dari para karyawatinya itu tertuju kepadanya. seakan kehadiran Manajer Tampan itu memiliki magnet yang sangat kuat sekali. Tapi sebagai pemilik dari perusahaan ini, tentu dia tidak mau kalah saling dengan para karyawatinya. Dia ingin menunjukan bahwa dialah satu-satunya wanita yang pantas untuk berdampingan dengan Tama.

Dan satu informasi yang dia dapat, bahwa Tama itu hidup sebatangkara. Ibunya, keluarga satu-satunya yang dia miliki sudah meninggal berikut juga dengan tunangannya yang teramat sangat dia cintai juga meninggal. Lia seakan memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa masuk ke kehidupan Tama.

"Tama..." panggil Lia ketika pria itu sudah mendekat. Tama pun menyahut dengan sopan.

"Iya, Bu. ada yang bisa dibantu."

Hampir saja tawanya pecah. Sejujurnya dia merasa geli dengan kebanyakan karyawannya yang memanggilnya dengan sebutan ibu, padahal dia masih sangat belia, masih dua puluh satu. Tapi mungkin dia memiliki nasib yang lebih mujur dari orang kebanyakan. Di percaya oleh orang tuanya untuk menangani perusahaan sebesar ini. Memiliki pengaruh dan tanggung jawab yang besar, sehingga dia menjadi sangat disegani oleh para bawahannya meskipun usianya jauh lebih muda.

Terlebih Tama yang dia tahu sekarang sudah menginjak usia dua puluh sembilan tahun. Angka dimana Pria berada di fase matang-matangnya. Baik dari kepribadian dan pengalamannya. Hal yang menjadi salah satu kriterianya adalah Pria yang matang.

"Bu Lia, kenapa ketawa?" tanya Pria itu dengan polosnya. Lia pun menutup mulutnya. Menyembunyikan tawanya yang geli. Lalu, dia berdeham sejenak, kembali bersikap penuh wibawa. Apalagi pada saat itu masih banyak karyawan yang lalu lalang di area lobby tersebut.

"Enggak apa-apa, bagaimana dengan pekerjaannya? Apakah ada kendala?" tanya Lia dengan nada suara yang dibuat senormal mungkin.

"Untuk saat ini, belum ada Bu. Terima kasih atas dukungan Bu Lia."

Duh, Tama. Kamu kok sesopan ini sih sama aku, batin Lia geregetan. Gadis itu sudah tidak sabar untuk mengajak Tama untuk hang out bersama. Menikmati kebersamaan untuk bisa saling mengenal satu sama lain.

"Bu Lia." Panggil Tama yang membuat Lia tersadar dari lamunannya. Dia yang salah tingkah karena di tatap oleh Tama pun beringsut berlalu dari sana. Tapi yang ada justru dia terpeleset oleh lantai yang licin. Untung saja, Tama dengan sigap menagkapnya.

Sejenak waktu seakan berhenti bergerak bagi Lia. Betapa jantungnya berdegup kencang saat jatuh tepat pelukan pria idamannya. Bisa sedekat ini dengan Pria itu adalah impiannya. Meskipun, disaat yang tidak tepat seperti ini.

"Bu Lia, tidak apa-apa?"

Lia pun beringsut untuk bangun dan merapikan pakaiannya sejenak. "Saya tidak apa-apa kok. Ya sudah kalau begitu, saya pulang dulu." Ujarnya sambil berlalu meninggalkan Tama.

Tama masih terpaku di sana. Sebagai Pria dewasa, dia cukup peka dengan gelagat aneh dari bosnya itu. Iya, Bosnya yang masih gadis itu mungkin menyukainya. Dia berharap itu hanya sebuah perasaan suka, tidak lebih.

Karena jujur Tama belum siap membuka hatinya bagi siapapun. Meski ada banyak wanita yang mendekatinya dia lebih memilih untuk mengunci hatinya. Masih ada sosok Raflina yang bersemayam di sanubarinya.