*****
Hari pertama misi Raka untuk mendapatkan hati Kiya di mulai. Di depan pintu fakultas seni. Terlihat Raka yang sedang menunggu Kiya. Sebelumnya lelaki itu sudah menjelajahi seisi ruangan namun dia kecewa karena tidak menemukan Kiya di dalam sana.
Kiya yang beberapa senti memasuki kelasnya mendadak menghentikan langkah kakinya ketika melihat Raka yang sedang berdiri di ambang pintu sambil berkutat dengan ponselnya. Tanpa pikir panjang akhirnya Kiya masuk ke obrolan dua lelaki yang berada di dekatnya. Mencoba menyembunyikan wajahnya ketika Raka yang mengernyit menatapnya dari kejauhan.
"Lo ngapain sih Kiya?" tanya lelaki teman fakultasnya.
"Eh lo yang asik dong ngobrolnya." Ucap Kiya.
Dua lelaki di depannya malah memandang Kiya dengan bingung. "Biasanya elo marah-marahin kita. Ini kok malah elo yang nyamperin kita?" tanya lelaki satunya lagi.
Kiya makin mengumpat dalam hati karena kini Raka menangkap basah dirinya. Raka berjalan mendekat, menghampiri Kiya dan kedua cowok itu.
Dengan tampang sok kenal dan sok dekat, Raka merangkul bahu kedua cowok di hadapan Kiya. "Ada apa nih, bro?"
"Itu Kiya lagi mencoba godain kita kayaknya," celetuk cowok itu.
Kiya melotot. "Yeeeehhhhhh!! Gue bogem ya lu pada!!" dia kesal karena kedua cowok di hadapannya tidak bisa di ajak bekerja sama.
"Eh, ampun kakak jago."
Dua lelaki itu langsung berlari terbirit-birit. Takut jika Kiya benar-benar akan menghajarnya. Seluruh penjuru kampus tahu bahwa Kiya adalah cewek jadi-jadian berwajah bidadari dengan hati iblis.
Raka terbahak-bahak. "Kamu harusnya cari cowok bayaran untuk pura-pura jadi pacar kamu dengan tampang yang sebelas dua belas lah sama aku," ucap Raka dengan begitu percaya diri. "Tapi enggak ada lah yang gantengnya kaya aku. Baiknya kaya aku. Aku doang cowok unlimited khusus buat kamu."
"Elo kira paket data unlimited? Limited edition kali." Kata Kiya sambil melangkahkan kakinya.
Raka di belakang ikut mensejajarkan langkahnya dengan cewek itu. "Beda sedikit mah enggak apa-apa kali, Ya."
Kiya berhenti. Dia menatap Raka. "Eh! Beda satu huruf aja itu beda arti!"
"Berarti beda sama hati aku. Sifat kamu berubah-ubah tapi cinta aku tetap satu tujuannya. Ke kamu."
Kiya memutar bola matanya kesal. Dia merasa bodoh karena meladeni omongan Raka. "Terserah lo deh, seraaahhh.." ucap Kiya sembari melangkah kembali. "Eh tapi mohon maaf nih ya. Fakultas elo kan bukan di sini. Mending minggat deh dari sini." Kiya mengibaskan tangan ke udara, mengusir Raka.
Bukannya beranjak pergi, Raka malah mengeluarkan tempat makan dari dalam ranselnya lalu memberikannya pada Kiya.
Kiya mengernyit tidak mengerti, "Ape nih?"
"Ya, buat kamu sarapan. Kata Riri kamu jarang banget sarapan."
Kiya menggeleng dengan cepat. "Enggak deh, makasih." Dia memalingkan wajahnya dan berbisik pelan, "Nanti gue di racunin lagi gara-gara nolak dia."
Namun Raka mendengar dengan jelas perkataan Kiya. "Kalau aku racun nanti kamu sakit. Kalau kamu sakit, nanti yang nyakitin aku siapa?"
"Dih najis banget sih lo."
"Nggak apa-apa aku najis, yang penting kamu bukan batas suci, ya."
Sudut bibir Kiya tanpa sadar terangkat, sedikit tertawa mendengar perkataan Raka. "Masjid kali."
Dengan sangat terpaksa akhirnya Kiya mengambil kotak makan yang berada pada genggaman Raka. Bermaksud agar Raka cepat pergi. "Thank you."
Dengan mata yang berbinar penuh haru, Raka berucap. "Sama-sama, Sayang." Katanya dengan penuh ketulusan. "Oh iya, nanti kalau udah selesai kelas langsung ke coffe shop dekat kampus ya."
"Tuh kan lo ngelunjak."
"Ya, ya, ya?" Mohon Raka tanpa menggubris ucapan Kiya.
"Mau ngapain?"
"Minum aja di sana."
"Aduh buang-buang waktu gue banget ya."
Kiya kembali terdiam, mencoba menimbang permintaan Raka. Mengingat kondisi rumahnya saat ini membuatnya enggan buru-buru pulang ke rumah.
"Oke deh."
Raka mengepalkan tangannya, meninju udara sambil berkata, "Yes!"
Kiya sedikit tersenyum melihat reaksi Raka yang menurutnya agak berlebihan. Namun itu lah Raka. Mempunyai seribu cara berusaha untuk membuat bahagia Kiya.
"See you, sayang." Raka melambaikan tangan sambil melayangkan sebuah kecupan diudara. Kiya bergedik geli melihatnya.
Kiya berbalik dengan maksud melanjutkan langkahnya. Namun sosok Riri di hadapannya membuat gadis itu terlinjak kaget. Riri melipat tangannya di depan dada, menuntut penjelasan dari sahabatnya.
"Apa? Tanya Kiya bingung.
Kedua alis Riri naik turun lalu matanya mengarah pada kotak makan berwarna merah muda yang sedang berada di pelukan sahabatnya.
"Oh, ini? Si Raka nitip sama gue buat ngasihin ke temennya." Kiya berbohong. Dia tidak mau gosip tentang hubungannya dan Raka di kampus menjadi tambah lebar. Lagipula apa-apaan Raka ini, seharusnya dia mentraktir aja makan di kantin, bukannya memberikannya bekal. Memangnya dia anak TK?
"Siapa temennya? Unyu banget warnanya."
Kiya melotot. "Dih kok elo kepo, sih?"
"IH KIYAAAAA... lo tuh ya selalu aja main rahasia-rahasiaan. Sekarang gue tanya. Lo kemana semalaman? Sampe Kak Bima ke rumah gue nanyain lo! Pasti lo pergi sama Rak –"
Kiya menutup mulut Riri dengan kedua tangannya. Bukan itu saja, Riri langsung di bawa masuk ke dalam kelas yang masih sepi karena yang lain betah berada di luar kelas.
"Gila lo ya, gacor banget."
Riri mengerucutkan bibir. "Habisnya gue penasaran banget. Lo enggak ada kabarin gue. Apalagi waktu malam itu Raka juga engga balik ke panti. Kalian janjian?"
Kiya menjitak kepala Riri. "Gue masih waras kali."
"Justru karena lo masih waras. Mana ada cewek waras menolak Raka?"
"Justru karena gue waras gue enggak mau sama dia. Ngapain gue punya hubungan sama cowok yang jelas-jelas genit? Buaya darat. Tau nggak lo?"
Riri memutar bola matanya. "Mau sampai kapan sih lo hidup di masa lalu?"
Kiya tertawa renyah. "Sekarang tahun berapa? 2021, kan? Berarti gue nggak hidup di masa lalu kan?"
"Maksud gue hati dan fikiran lo yang masih ada di masa lalu. Gue dukung Raka seratus persen."
Kiya membelalakan matanya, terkejut. Bagaimana bisa, sahabatnya yang selalu mendukung dirinya sekarang berpaling pada Raka, orang baru yang mengusik hidupnya.
"Di jampe-jampe ya lo sama dia?"
"Elo yang di jampe-jampe sama masa lalu." Riri merogoh tasnya, mengambil ponsel lalu memainkan ponselnya. "Kak Alan juga sampai bikin grup chat."
"Grup chat apa?"
"Dia kasih info tentang hubungan lo dan Raka. Kak Alan bilang, pagi-pagi saat masih di panti, dia kan di telpon Kak Bima ngabarin lo nggak pulang."
"Terus?" tanya Kiya yang sangat penasaran.
"Terus dia nelpon Raka dong. Dan jawabannya adalah....." Riri mendekatkan tubuhnya untuk menghimpit Kiya. "Raka lagi sama lo. Ngapain semalaman?"
Kiya mematung bak prasasti.
"Gue makin curiga."
Kiya langsung merebut ponsel yang berada pada genggaman Riri. Dia sangat terkejut pada nama Grup chat yang Riri sematkan -Tim Raka- Dengan cepat, Kiya meng-klik dan matanya terbelalak melihat isi chat tersebut.
Sabtu
Kak Alan :
Raka langsung tancap gas tuh. Nyusulin Kiya kali yah?
Me :
Syukurlah. Khawatir juga nih.
Kak Aji :
Wait-wait. Enggak! Dia ke klub, Lan. Tadi ngajakin gue.
Cindy :
Penonton kecewaaaaa
Me :
Yaaaahhhhhhh
-Minggu-
Kak Alan :
Kiya semaleman gak pulang gaes. Tadi abangnya si Bima telepon gue.
Kak Aji :
Ah, yang bohong lu?
Me :
Serius kak?
Cindy :
Yaelah anak muda. Biasalah kalau nggak pulang.
Kak Alan :
Gue langsung telepon Raka. Kalian mau tahu jawabannya apa?
Manda, Kak Aji, Cindy :
Apa?
Kak Alan :
Kiya aman sama Raka. Kayaknya semalam mereka main cantik.
Me :
Akurat nggak?
Cindy :
Mereka ngapain ya semaleman?
Kak Aji :
Bayangin aja dulu, Ndy.
Manda :
Kapalku berlayar juga saaayyyy
Mata Kiya melotot membaca setiap pesannya. Riri langsung merebut ponselnya yang di genggam Kiya, takut jika ponselnya akan jadi korban salah sasaran. Tidak cuku sampai di situ, Kiya menatap Riri yang sekarang sedang menyeringai lebar sambil tangannya terangkat menunjukan jari telunjuk dan tengahnya. Meminta perdamaian.
"RIRIIIIIIIIIIIIIIIII!!!!!!"
Riri menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangannya diiringi matanya yang terpejam. Dia mencoba memantapkan hati untuk mendapatkan amukan dari sahabatnya sekarang.
~~~~