Pada sebuah ruang makan yang dominan akan warna perak, keempat orang itu telah berkumpul. Sudah nyaris lima menit bersama, tak ada satu pun yang berani membuka perbincangan. Hal aneh yang melingkupi keadaan sekaligus menjadi bahan pertanyaan, benar-benar sulit untuk dihilangkan, sebelum adanya penjelasan.
Michael yang merupakan pria berkarakter santai itu pun merasa jengah pada suasana senyap penuh kecanggungan. Ia berceletuk, "Mr. Sinclair? Ini benar-benar Anda sendiri yang memasak?"
Edward tersenyum, kemudian mengangguk pelan. "Itu benar," jawabnya singkat.
"Waaah! Luar biasa, ini sangat lezat. Saya sebagai pemilik kafe, tentu sangat paham akan cita rasa. Ini benar-benar enak!" ucap Michael antusias.
"Saya pikir Anda adalah seorang pengacara, Tuan ...?"
"Mic! Michael!" sahut Michael cepat. "Pengacara? Hahaha, itu hanya sebuah hobi saja. Saya sangat menyukai serial detektif, sekolah pengacara hanya untuk bermain-main dengan kasus. Dan ya, menjadi bos serta pemilik tempat kafe jauh lebih nyaman untuk mencari uang."
Meski terlihat seperti pria yang konyol, Edward tetap mengagumi kecerdasan yang dimiliki Michael. Tentang bagaimana pria pemilik kafe itu ikut serta dalam mencegah rencana Sekretaris Feline yang hendak menghubungi Edwin, sepertinya Michael memang sudah mendeteksi adanya masalah sekaligus rencana yang penting milik Febiana.
Terkadang, manusia memang sangat berbeda dengan tampak luarnya, pun pada Michael yang terkesan bodoh, faktanya ia justru memiliki kecerdasan. Pria itu bukan orang biasa.
Di sisi lain, Febiana terdengar menghela napas, sembari meletakkan sendoknya di atas piring dengan gerak lembut. Kemudian ia menatap Feline yang sejak tadi hanya diam, bahkan belum berkenan menyuapkan sarapan di dalam mulutnya.
"Feline, aku tahu kecemasan dan rasa penasaranmu. Kini, aku dan Mr. Sinclair akan memberikan penjelasan serta meminta bantuan," ucap Febiana membuat ketiga orang lainnya lantas menatapnya.
"Aku sudah menunggu sejak tadi, Febi," jawab Feline kemudian menatap Edward. "Aku ingin tahu seberapa besar pria berbahaya ini bisa kami percaya."
Edward menelan saliva. Wanita manis yang merupakan sekretaris dari Febiana tampak belum bisa menerimanya. Meski tak sepandai Michael dan Febiana, Feline adalah orang yang sangat berhati-hati. Feline tetap orang penting dan bukan wanita biasa pada umumnya. Dan Edward sangat paham atas kehati-hatian Feline terhadap dirinya.
"Aku dan Edward, maksudku Mr. Sinclair, akan memaksa orang tua kami menyerahkan perusahaan atas nama kami," ungkap Febiana.
Michael terlonjak. "Kamu yakin, Febi?!" tanyanya tertegun menatap wajah Febiana yang kebas. "Aku rasa, Tuan Edwin tidak akan semudah itu ditaklukkan, My Lady."
"Aku tahu, maka dari itu meskipun kalian tidak menangkap basah aku dan Mr. Sinclair, aku tetap akan meminta bantuan pada kalian. Ada beberapa hal yang membuatku curiga pada Ayah dan Ibu, sesuatu yang mungkin akan kalian pikir sebagai hal yang tidak masuk akal."
Febiana meraih gelas berisi air putih, kemudian meneguk isinya. Sesaat setelah meletakkan kembali gelas tersebut, matanya bergeser melirik Edward yang berada di hadapannya. Edward mengangguk pelan padanya, memberikan isyarat bahwa pria itu sudah menyerahkan semua keputusan.
"Pertama, aku akan melakukan penawaran pada Ayah. Aku akan menikah dengan Mr. Sinclair dengan catatan perusahaan Big Golden harus segera disahkan menjadi milikku," ucap Febiana.
Feline menyahut, "Itu tidak mungkin, Febi. Tuan Edwin dan Madam Trisia pasti tak akan memperbolehkannya. Aku juga heran, kenapa mereka bersikap seperti itu di usia yang tak lagi muda."
"Madam Trisia masih cukup muda," celetuk Michael. Ia meletakkan sendok dan garpunya, kemudian menautkan kedua jemarinya. "Aku justru heran, maaf sebelumnya, Febi. Tapi, ibumu sangat muda untuk menjadi seorang ibu bagi wanita yang sudah berusia 30 tahun. Bahkan, aku sempat curiga mereka menutupi usia asli."
Mata Febiana mengerjab. "Jika kecurigaanmu benar, berarti aku bukan anak mereka? Dan sungguh ini yang hendak aku katakan, rasanya memang tak masuk akal."
"Itu tidak mungkin, Mic!" sanggah Feline. "Febiana dirawat sejak balita, banyak foto-foto balita Febi bersama mereka ketika masih muda."
"Berarti ...." Edward tampak berpikir dan membuat ketiga orang itu menunggu dalam ketegangan. "Salah satu di antara mereka bukan orang tua kandung kamu, Dear." Matanya menatap Febiana dengan sedikit iba.
Febiana terpejam sesaat. "Aku curiga pada Ibu. Kamu benar, Edward, Michael, ibuku terlalu muda untuk menjadi orang tuaku. Kecuali memang dia menikah dengan Ayah ketika berumur 20 sampai 25 tahun, tapi dia terlalu cerdas untuk ukuran wanita tak berpendidikan tinggi. Atau ... apa Ibu lanjut kuliah saat aku sudah lahir?"
"Mm, usia ibu kamu berapa?" tanya Edward ragu.
"Lima puluh tiga, selisih usia kami hanya 23 tahun saja. Ibu pernah menempuh pendidikan di Aussie selama dua tahun, aku tahu karena aku pernah melihat gelar tinggi yang didapatkan oleh Ibu."
Semua orang terdiam. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing dan mengabaikan makanan yang belum habis.
Kecurigaan Febiana memang masuk akal sekaligus berdasar. Namun di sisi lain, banyak wanita 50-an tahun yang memiliki anak berusia masuk kepala tiga. Kecurigaan Febiana terhadap Madam Trisia bisa jadi benar, dan bisa juga salah.
Dan ketika mendapati Febiana menjadi gelisah, hati Edward menjadi tidak tega. Jika kecurigaan itu merupakan sebuah fakta, sudah pasti hati Febiana akan sangat hancur. Ia akan merasakan sakitnya penderitaan Febiana jika hal itu sampai terjadi. Namun, entah bagaimana ia akan menjadi penghibur lara bagi wanita itu nantinya. Bahkan, Edward turut takut pada kenyataan yang membenarkan kecurigaan mereka.
"Feline?" Tiba-tiba Michael menyebut nama Feline dan membuat ketiga orang lainnya menatap langsung padanya. "Sejak Febi masih balita mereka memiliki foto bersama? Bukan bayi?"
"Mm. Kenapa?" balas Feline.
"Menurutmu ketika Febiana masih berusia berapa?"
"Tiga!" celetuk Febiana. "Tiga tahun, aku memiliki satu foto dan aku rasa aku sudah berusia tiga tahun. Jangan bilang kalau ... ah! Sementara umur satu dan dua, tidak ada. A-aku tidak memilikinya bersama ibu."
"Jika foto kecilmu berumur tiga tahun, kecurigaan ini harus diselidiki, Nona." Michael menghela napas. "Jika kamu bersama Madam Trisia sejak umur tiga tahun, berarti Madam Trisia tidak pernah meninggalkan Indonesia selama fase balitamu. Lalu, apa kamu bersamanya ketika kamu di umur lima tahun yang menurutku sudah bisa mengingat sesuatu?"
"Ada ... Ibu bersamaku. Sejak umur lima tahun aku sudah diharuskan belajar dan belajar. Aku ingat betul waktu itu, aku ... tak punya teman bermain, hanya buku dan buku. Dan dia ada, ibuku ada."
"Dengan kata lain Madam Trisia bersamamu hanya sejak kamu berusia tiga tahun. Kamu harus menyelidiki kembali, Febi, kenapa Madam Trisia tidak memiliki foto bayimu. Selama dua tahun itu apa yang dia lakukan, sekaligus gelar atau ijizah kelulusan ibumu keluar pada tahun berapa."
Mata Febiana bergerak-gerak dengan cepat ke sana-kemari. Tak lama kemudian, ia mencengkeram kepalanya sekuat mungkin. Dugaan-dugaan Michael sukses membuat dirinya dirundung kegelisahan yang menggunung. Ia tidak tahu harus berbuat apa jika kemungkinan Madam Trisia bukan ibu kandungnya adalah sebuah fakta.
Edward bergerak memundurkan kursinya. Ia langsung berdiri dan menghampiri Febiana. Sesampainya di samping wanita itu, Edward meluruhkan badan dan duduk di lantai.
"Febi? Febiana!" seru Edward.
Febiana terkesiap, napasnya tersenggal-senggal dan ia baru tersadar dari pikiran buruk di benaknya. "Ah, ma-maaf," ucapnya.
"Febi? Kamu baik-baik saja?" tanya Feline.
"Uh, aku hanya sedikit pening."
Edward berdiri. "Ayo ikut aku."
"Tidak mau, kita belum selesai berdiskusi, Edward!" sanggah Febiana kemudian menoleh ke arah Feline. "Aku mau kamu mendapatkan latar belakang keluarga ibuku, dan semua informasi perihal apa saja yang dilakukan oleh ayahku di masa lalu. Aku harus berangkat, ada rapat penting kan hari ini?"
Feline mengangguk pelan. "Iya, ada. Tapi kamu tampak buruk, Febi."
"Aku baik-baik saja."
Febiana bangkit. Ia menatap mata Feline dengan pendar harapan, tak lama kemudian ia membalikkan badan. Ia berjalan menuju arah kamar pribadinya, membuat Edward mau tak mau menyusul lantaran sangat khawatir.
Sebelum Febiana berhasil menutup pintu dengan rapat, Edward melesakkan badan untuk masuk ke dalam ruang pribadi itu. Alhasil, Febiana menjadi terkejut dan lantas menatap marah padanya.
"Kamu!" seru Febiana.
Namun Edward tidak gentar. Pria itu maju, serta mengusap pipi Febiana yang ternodai air mata. Ia mendekap tubuh Febiana lagi, tanpa izin dan tak peduli perihal rontaan sarat penolakan.
"Kalau itu benar, lalu aku anak siapa?" gumam Febiana di dada Edward dengan nada tersenggal dan isak memilukan. "Aku anak siapa?"
Edward mengusap rambut Febiana dengan halus. "Tidak, belum pasti. Kemungkinan hanya ada salah pemahaman saja. Semoga kecurigaan itu memang tidak benar, Sayang," ucapnya.
"Tapi, Michael itu pintar, Edward! Dia tidak pernah salah mengira!"
"Tapi dia tetap manusia biasa, Febiana. Bahkan, dia sendiri belum yakin pada analisisnya. Aku mohon tenanglah, Sekretaris Feline akan mencari tahu perihal ibumu, dan kita perlu menunggu bahwa kecurigaanmu itu salah dan tak berdasar."
Febiana menangis di pelukan Edward sembari mencengkeram kuat dada pria itu. Hatinya sakit atas apa yang menjadi kecurigaannya sendiri. Dan meskipun ia sangat menderita atas segala sikap Madam Trisia, tetap saja ia menyayangi ibunya itu. Namun jika fakta lain mengatakan jika Madam Trisia bukan ibunya, Febiana harus bersikap bagaimana?
"Aku rasa, Mr. Sinclair memang sangat menyukai Febiana, Feline," ucap Michael sesaat setelah berdiri di ambang pintu kamar Febiana bersama Feline. Dan mata mereka menatap sepasang insan yang saling berpelukan.
"Entah," jawab Feline. "Aku belum yakin."
***