Chereads / Mr. Sinclair and Miss Arrogant / Chapter 37 - Edward yang Tidak Kabur

Chapter 37 - Edward yang Tidak Kabur

Semalam suntuk mereka berempat tidak tidur. Feline dipenuhi tanda tanya besar dan ketika mencoba bertanya pada Febiana, atasannya itu justru melelapkan mata. Meski sebenarnya tidak, Febiana hanya berpura-pura saja. Ia tidak berkenan memberikan penjelasan apa pun sebelum berunding dengan Edward. Dan meski berada di dalam satu kamar, serta sama-sama tak bisa tertidur, kedua wanita itu tetap saling bungkam.

Berbeda halnya dengan Michael dan Edward Sinclair. Setelah menangkap kedua CEO dari perusahaan berbeda itu, Michael menahan Edward, dengan alasan ingin menyantap wine bersama hingga lewat tengah malam. Namun, ia justru ketiduran dan tak sempat melontarkan beberapa bahan interogasinya. Sementara Edward yang memiliki peluang untuk bisa pulang, menjadi enggan lantaran tidak tega membiarkan Febiana dalam menghadapi Feline dan Michael tanpa dirinya.

Dan kini sepasang insan yang saling mencintai itu menyelinap ke kamar lain, sementara Feline masih asyik membersihkan diri dan Michael belum terbangun dari mimpinya.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Edward pada Febiana yang sibuk mondar-mandir karena gelisah.

Febiana lantas menghentikan gerak kaki, sesaat setelah Edward bertanya padanya. "Mereka bisa dipercaya kok. Michael pun sama, dia hanya tertarik pada beberapa hal yang bisa mengasah daya analisanya. Tapi, dia bukan orang yang gemar membocorkan rahasia," ungkapnya.

"Mm, begitu? Lalu, bagaimana jika sekretaris Feline melaporkannya pada ayahmu selepas kita tak ada di hadapannya?" tanya Edward masih ragu.

"Percayalah, Edward." Tanpa sadar, Febiana menarik kedua jemari Edward dan lantas menggenggamnya. "Feline jauh lebih bisa dipercaya daripada dirimu."

"Aku?" Edward memajukan satu kakinya mendekati Febiana, dengan dahi yang berkerut, sementara hatinya tidak terima. "Aku tidak bisa dipercaya. Begitu maksud kamu?"

"Ya, sebelumnya. Aku rasa, tidak untuk sekarang."

"Mm?"

"Ya, ya, karena kamu tidak meninggalkanku sendirian, meskipun bisa. Aku pikir kamu takut jika aku kesulitan menghadapi dua temanku."

Edward tersenyum. "Ya, benar. Dan kamu memang selalu pintar ya, Nona?"

"Aku memang pintar!"

Edward tertawa kecil. Dan karena sudah terlanjur gemas, ia mencubit salah satu pipi Febiana yang tidak terluka. Semakin lama pun, ia bergerak maju dan membuat tubuh wanita itu tersudut menempel di dinding kamar tersebut.

Febiana menelan saliva dengan getir, pasca wajah Edward semakin dekat dengan jarak matanya. Napasnya seolah tersendat di tenggorokan dan sangat sulit dihela lebih dalam. Jantungnya pun mendukung atas segala reflek aneh pada dirinya itu, berdetak cepat tanpa mau dikendalikan.

"Ka-kamu mau apa?" tanya Febiana dengan sekuat tenaga. Dan kini, wangi menguar dari tubuh Edward. Sepertinya pria itu sudah membersihkan diri. Aroma parfum yang kuat juga menusuk hidung Febiana. "Da-dari mana kamu mendapatkan parfum ketika tak keluar dari rumahku, Edward?"

Edward tersenyum. "Aku selalu membawanya, untuk berjaga-jaga. Dan kamu juga melihat aku membawa ransel kecil. Dan ya, aku takut dianggap bau badan lagi olehmu, sehingga pagi-pagi buta aku sudah mandi. Bahkan aku sudah memasak sarapan untuk kalian bertiga, agar bisa bicara lebih nyaman nantinya."

"Oh ...." Febiana tertawa kecil, tetapi terdengar kecut. "Terima kasih untuk sarapannya."

Kemudian, Edward memberanikan diri mengangkat dagu Febiana. Ia sudah tidak dapat menahan diri atas segala keinginan di dada, meski hubungannya dengan wanita itu belum berubah. Pasalnya, jebakan yang ia buat sendiri dengan cara memberikan kecupan pada Febiana pada satu bulan yang lalu, terus saja mengusik pikirannya. Lembut bibir Febiana kian terasa setiap kali ia menatap wanita itu.

Edward hanya pria biasa dan normal. Apalagi usianya sudah sangat dewasa untuk menerima kehangatan. Dan wanita itu—Febiana—sama sekali tak menolak sentuhan lembut dari tangannya. Ketika wajah Edward semakin dekat, sekaligus embus napas yang kian terasa, mata Febiana justru terpejam perlahan-lahan.

Tak membutuhkan waktu lama, keromantisan di antara kedua CEO itu pun kejadian. Edward menikmati setiap sudut bibir Febiana dengan antusias, tetapi bergerak lembut. Gemulai tangannya mengusap tengkuk wanita itu dengan halus. Keduanya hanyut, mereka menikmatinya. Mereka lupa akan permusuhan, dan lalai pada ketidakpercayaan. Satu sikap Edward yang tidak kabur meninggalkannya meskipun ada peluang sejak tadi malam, sudah cukup sukses menggetarkan hati Febiana.

"Edward ...." Ketika teringat akan kedua sahabatnya, Febiana berupaya melepaskan diri. "Berhenti-lah," usulnya.

"Kenapa?" tanya Edward sembari menatap bola mata bulat di hadapannya itu. "Kamu bilang mereka bisa dipercaya, lalu apa yang kamu pikirkan?"

"Aku—"

"Aku menginginkanmu, Febiana."

Febiana memalingkan wajahnya, sebelum Edward berhasil menguasai dirinya lagi. "Aku mohon berhenti-lah. Aku rasa Feline sudah selesai mandi, dan aku tidak ingin membuatnya semakin terkejut."

Edward mendesah kecewa. Namun apa boleh buat. Ia sudah berjanji untuk tidak membebani wanita itu. Dan ketika Febiana sudah rela ia tandai saja, itu sudah sangat cukup.

Kemudian, Febiana bergegas meninggalkan Edward, sebelum Feline dan Michael memergokinya lagi. Ia harus tampak tak bersama pria itu demi mencegah adanya kesalahpahaman baru.

Benar saja, tepat ketika Febiana kembali ke dalam kamarnya, Feline sudah selesai membersihkan diri. Sekretaris manis itu tengah sibuk menyisir rambut, sembari menatap Febiana melalui cermin rias di hadapannya.

"Apa kamu benar-benar tidak mau menjelaskan apa pun padaku, Febi?" tanya Feline.

Febiana menghela napas. "Aku akan menjelaskannya, Feline. Padamu, pada Michael. Segera bergerak ke ruang makan dan jangan lupa bangunkan kekasih hatimu itu."

"Michael maksud kamu? Hahaha, tidak, Febi. Kami tak memiliki hubungan apa pun. Justru kamu dan Edward Sinclair yang membuatku sangat curiga."

"Aku ...." Febiana memejamkan matanya. "Tidak, tapi, dia yang menyukaiku lebih dulu."

Bak disambar kilat, jantung Feline terasa diangkat. Matanya membelalak, sementara sisir di tangannya terjun bebas di lantai kamar itu. Feline bergegas bangkit. Ia menghampiri Febiana, kemudian mencengkeram kedua pundak atasan sekaligus sahabatnya itu.

"Dengan kata lain, kamu juga menyukainya, Febi?"

Febiana mengangguk perlahan. "Kupikir juga begitu."

"Ah! Aku sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi, Nona. Kamu, Edward, perjodohan kalian, dan penolakanmu? Lalu, sekarang kamu mengakui, tidak, tapi kalian saling menyukai?"

"Kami akan menjelaskannya, Feline. Di ruang makan, agar lebih nyaman. Dan aku pasti akan sangat membutuhkan bantuanmu. Sebelum itu, aku mohon jangan katakan apa pun pada ayahku."

Feline menghela napas. "Tapi, Febiana. Ayahmu sangat murka, tadi malam kenapa aku sampai tergesa-gesa datang, karena Tuan Edwin meneleponku. Beliau memarahiku lantaran tak bisa menjagamu dengan baik. Beliau juga mengatakan bahwa kamu menolak perjodohan dengan Edward, dan telah menghajarmu. Jika fakta tentang kalian didengar, ayahmu pasti tak akan memarahimu lagi. Tidak hanya kamu, tapi kita berdua! Terutama dirimu, Febiana. Aku sangat mengkhawatirkanmu."

Febiana menggenggam kedua jemari Feline. "Terima kasih, Feline. Tapi, aku akan menahan semua kemarahan Ayah. Aku dan Edward memiliki rencana, yang bisa menyelematkanku. Dia ... dia pria yang bisa dipercaya, meskipun awalnya akan sangat sulit. Kami memiliki tekad besar untuk sesuatu yang lebih besar. Kami harus mengalahkan orang tua kami, agar terlepas dari belenggu tekanan."

Feline terdiam, bingung dan tidak tahu harus berkata apa lagi. Belum lagi soal Edward Sinclair. Ia masih tidak yakin bahwa pria itu bisa dipercaya, ia khawatir jika Edward hanya memperdaya Febiana saja. Namun di sisi lain, Febiana yang memiliki hati sekeras baja justru begitu mudahnya masuk ke dalam jerat cinta Edward. Lantas, apakah benar Edward berada di pihak atasan sekaligus sahabatnya itu?

***