Chereads / Mr. Sinclair and Miss Arrogant / Chapter 30 - Perjodohan Itu

Chapter 30 - Perjodohan Itu

Madam Trisia tersenyum-senyum sembari memandangi wajah Febiana yang cantik jelita pada sebuah pigura. Ia tak menyangka putrinya itu begitu berguna. Perjodohan yang diajukan oleh Mr. Javier Sinclair sudah pasti memberikan pengaruh besar pada keluarganya serta Big Golden yang sulit masuk ke dalam jajaran lima besar real estate company. Dan ia yakini, Febiana tidak akan pernah bisa menolak dengan apa yang telah direncanakan kedua keluarga besar.

"Nona-ku memang luar biasa," gumam Madam Trisia sembari memainkan untaian rambutnya.

Detik setelah ia bergumam demikian, tiba-tiba saja seseorang merengkuh pinggang rampingnya. Madam Trisia tahu bahwa sang pelaku merupakan suaminya sendiri yang tak lain adalah Edwin Aditya. Pria berusia tua, tetapi memiliki postur tubuh yang kekar itu lantas mengecup tengkuknya. Jari-jari nakal juga terselip di balik pakaian kasual, tetapi mahal milik Madam Trisia.

"Sudahlah, Sayang. Aku terlalu lelah," tandas Madam Trisia pada keinginan sang suami mengenai hasrat. "Kita harus memikirkan bagaimana caranya berbicara dengan putrimu."

Edwin tersenyum penuh makna. "Kamu tenang saja, Febiana selalu menurut apa yang kukatakan, Sayang."

"Iya, tapi saat kamu masih muda. Tidak dengan sekarang."

"Usia boleh saja tua, tapi aku masih awet muda. Dan tentu saja Febiana masih merasa takut padaku. Gadis itu terlalu sembrono untuk bermain-main dengan Edward Sinclair, tapi kalau bukan kamu yang memintaku menahan amarah, sudah pasti rencana bagus ini tak akan terjadi. Pernikahan mereka sangat menguntungkan, Sayang."

"Tentu saja, Tuan Besar! Putrimu memang pintar, tapi istrimu ini jauh lebih cerdas."

Edwin kembali memberikan kecupan, dan kini dijatuhkan pada bibir manis milik Madam Trisia. "Aku tidak salah dalam membuat keputusan untuk memilihmu saat itu, Sayang."

Edwin melepaskan rengkuhannya di pinggang sang istri, kemudian ia berlalu menghampiri sebuah alat elektronik. Sesaat setelah melakukan sesuatu hal, lagu klasik terdengar memenuhi setiap penjuru ruangan. Edwin tersenyum, lalu kembali menghampiri sang istri. Ia mengajak Madam Trisia menikmati lagu di malam hari dengan sebotol anggur merah yang mahal. Dan atas pengaruh minuman itu, keduanya berdansa bersama di bawah pendar kuning dari lampu krystal.

Seorang pria paruh baya tercenung dari balik pintu yang tak tertutup dengan rapat. Setelah mendengar semua ucapan sepasang suami-istri yang gila harta itu, ia menghela napas dan menurunkan arah pandang. Ia berbalik badan dan bergegas pergi dari tempat itu sebelum ketahuan.

Pada lorong gelap yang senyap, pria tersebut menghentikan langkahnya. Ia merogoh sebuah benda pintar dari dalam kantong celana. Dan detik berikutnya, ia mencari kontak ponsel milik sang nona.

Sesaat setelah suara 'tut' terdengar kesekian kali, akhirnya sapaan halus seorang wanita terdengar di telinga pria itu.

"Halo, Nona Febi," jawab pria itu dengan suara lirih, tetapi ia tetap memastikan jika dapat didengar oleh sang lawan bicara.

"Pak Zainal, bagaimana?" tanya sang penerima panggilan yang tak lain adalah Febiana.

Zainal menoleh ke arah belakang, samping, depan, dan beberapa celah tempat itu untuk memastikan bahwa tak ada yang mendengar selain Febiana. "Dugaan Nona benar."

"Benarkah? Mereka ... benar-benar hendak menjodohkanku dengan Mr. Sinclair?"

"Sepertinya begitu, Nona."

"... baiklah, Pak. Terima kasih, aku akan urus semuanya nanti."

"Nona Febi baik-baik saja?"

"Mm, tentu. Febi baik-baik saja, Pak. Febi ada urusan penting, jadi sudah dulu, Pak. Tolong jaga Ayah dengan baik."

"Baik, Nona."

Panggilan itu dimatikan secara bersamaan oleh keduanya. Zainal menghela napas dan berangsur merasa terenyuh. Pasalnya, anak sebaik Febiana harus dimanfaatkan oleh orang tuanya yang merupakan majikan Zainal sendiri. Sementara Zainal hanya sebatas sopir biasa, meski sudah tiga puluh tahun bekerja di sana, tetap saja ia tidak kuasa untuk membantu Febiana yang sudah seperti putrinya sendiri sejak dulu.

"Semoga Nona Febi bisa mengatasi semuanya," gumam Zainal dengan harapan dan do'a untuk segala kebaikan sang nona.

***

Di tempat lain yang tak berkaitan dengan keluarga Aditya, tetapi Sinclair, empat pria tengah duduk bersama di ruang keluarga, tanpa terkecuali Edward Sinclair. Ada sesuatu hal yang penting dan sepertinya tidak dapat diundur untuk dibahas oleh Javier Sinclair.

"Sebenarnya, Ayah hendak mengatakan hal apa?" tanya Arvin Sinclair yang paling malas mendatangi pertemuan membosankan itu. Sebab, ia menduga bahwa bahan bahasan selalu mengenai kakak pertamanya.

Sementara Davin hanya diam mematung di sudut sofa panjang. Namun pikiran dan hatinya terisi oleh banyak kebencian. Apa lagi, ketika mengingat saat ia rela mendatangi kandang musuh milik Febiana, tetapi Febiana justru meninggalkannya. Febiana menganggap dirinya tak berguna, dengan alasan karena gagal menjalankan misi pertama—Edward Sinclair tidak berhasil dilengserkan.

"Ada apa?" tanya Edward dengan tatapan mata tajam dan bak menghunus jantung ayah kandungnya itu. "Aku sangat sibuk."

"Kamu sibuk mengurus pengkhianatanmu?" sahut Davin ketus.

Edward mengernyitkan dahinya. "Pengkhianatan?" Kemudian, ia tersenyum sinis. "Jadi, kamu pelakunya, Davin. Yang mengadu ke Ayah, perihal dugaan pengkhianatan itu?"

Davin menelan saliva, sebab lupa akan rahasia yang bahkan dijaga oleh ayahnya. Ia keceplosan dan melupakan kecerdasan sang kakak. "Aku tak mengerti maksud Kakak!" Namun ia tetap saja berkilah dengan mengaku tak mengerti apa yang dibicarakan oleh Edward.

"Sudahlah!" tegas Javier geram. Sorot mata tuanya pun tampak kuat seolah mampu membakar objek pengamatan. "Kali ini kalian harus bersatu!"

Ketiga saudara itu lantas diam dan tenggelam dalam tundukan. Namun kendati begitu, mereka tetap memasang pendengaran dengan sebaik mungkin agar tak melewatkan satu pun kata-kata yang akan dilontarkan oleh sang ayah.

Suasana sungguh tidak nyaman dan membuat Edward sangat tidak betah. Namun apa boleh buat, ketika ia harus bertahan untuk mendengarkan informasi penting dari Javier yang mungkin saja berkaitan dengan perusahaan.

Javier menghela napas, kemudian memandangi putra-putranya. Tatapan mata terakhir terpaku pada Edward, yang disusul dengan kalimat, "Kamu harus menikah, Nak."

Mata ketiga saudara itu melebar dan mereka lantas menatap sang ayah. Edward semakin tidak mengerti, setelah Javier semakin melekatkan mata padanya.

"Aku?" tanya Edward sembari menunjuk diri sendiri.

"Tentu saja kamu. Kedua adikmu saja sudah menikah, lantas siapa lagi kalau bukan kamu?" sahut Javier.

Edward tersenyum, matanya mendelik, kemudian senyum itu menjadi sebuah tawa yang menggelegar. Selang beberapa detik berikutnya, ia bertanya, "Ayah benar-benar serius dengan rencana itu?"

Davin juga tidak terima. Pasalnya, rumor cinta antara Edward dan Febiana yang sudah ia ubah menjadi sebuah drama pengkhianatan justru berubah sebagai ajang perjodohan. Ia merasa dikhianati setelah apa yang ia berikan pada Febiana, kemudian Edward kembali mendapatkan kemenangan.

Bahkan, jika Edward benar-benar akan menikah, sudah pasti jabatannya semakin kuat dan sulit dilengserkan. Belum lagi jika ada rencana merger antara Sinclair Real Estate dan Big Golden, Edward akan disanjung lebih tinggi. Sementara Davin akan kehilangan kesempatan menjadi pewaris utama untuk selama-lamanya.

Arvin mendesah pasrah. "Ya sudah, toh, Kakak juga masih lajang. Hampir kepala empat," ucapnya tak berselera.

"Arvin!" bentak Davin lantaran saudara bungsunya itu seolah memihak Edward, lalu dibalas cengiran saja.

"Sudah Ayah katakan kalian harus bersatu!" ucap Javier kembali geram, tatapan matanya beralih pada Edward. "Ayah tahu kamu tidak berminat menikah, selain menunggu kemustahilan untuk memiliki Kimmy, Edward. Jadi, anggap saja pernikahan itu sebagai bisnis. Lagi pula, kamu juga berupaya untuk menghancurkan Big Golden, bukan?"

"Tapi, Ayah, menikah itu adalah keputusan buruk! Edward tidak ingin sekejam itu, Ayah!" tandas Edward yang kini mulai percaya bahwa Javier sedang tidak main-main.

Javier menghela napas, kemudian menyandarkan punggungnya. "Kamu sudah tidak punya pilihan, Nak. Ayah sudah bertemu dengan keluarga besar Nona Febiana. Mereka pun setuju. Tapi, Ayah juga menduga jika mereka memiliki rencana yang sama. Oleh sebab itu, pernikahan ini diperlukan untuk mengikat Big Golden di bawah naungan Sinclair Real Estate. Kalian semua harus bersatu dan saling membantu."

Bahkan, meskipun perasaan ini adalah rasa suka terhadap Febiana, meski satu bulan aku terus memperhatikannya tanpa sadar dan sejak saat di mana aku membawanya pulang, mungkin aku sudah mulai tertarik padanya, tetap saja menikahinya bukanlah keputusan terbaik. Aku tahu pernikahan ini bisa menyatukan kami, tapi aku tidak ingin Febiana terjebak oleh Ayah. Aku ... ingin melindunginya, aku tidak ingin melakukan kesalahan dua kali setelah melakukannya pada Kimmy.

Pikiran dan Hati Edward berkecamuk. Ia tetap bersikeras untuk menolak adanya perjodohan, meskipun ia sudah mulai menyukai Febiana yang sepertinya sudah sejak satu bulan yang lalu. Namun entah bagaimana caranya ia memberikan sanggahan, sebab jika mengakui perasaannya, Javier justru akan semakin senang.

***

Di apartemen milik Big Golden, terutama CEO-nya, Febiana duduk dengan gusar. Sebotol wine berada di hadapannya beserta gelas khusus untuk menyantap minuman itu. Setelah mendapat kejelasan dari Zainal, hatinya menjadi tidak baik-baik saja.

Benak Febiana terbebani oleh segala macam pikiran, termasuk pengakuan Edward Sinclair mengenai perasaan suka yang ditujukan padanya. Rasanya ingin sekali ia mendatangi klub malam demi bersenang-senang, tetapi ia takut kejadian satu bulan yang lalu kembali terulang.

Febiana menelan saliva. "Apa ini termasuk rencanamu, Edward? Feline tak sengaja melihat pertemuan ayah ibu kita, tepat ketika kamu memaksaku ikut bersamamu ke rumah kaca. Lalu, sekarang, ketika perjodohan itu sudah hampir dibuka, tiba-tiba saja kamu mengaku bahwa kamu mulai menyukaiku?"

"Apa ini merupakan skenario yang kamu buat, Edward? Apakah kamu memulainya sejak adanya rumor cinta di antara kita?" lanjutnya geram.

Rasanya ingin berteriak dan menangis sekencang-kencangnya. Rasa sesal pun turut ada dan melesak memasuki relung hati Febiana. Seandainya sejak awal ia mengikuti saran Feline untuk tidak bermain-main dengan Edward Sinclair, sudah pasti ia tidak akan terjebak dalam situasi semacam ini.

Namun bukan penyesalan namanya jika tak datang belakangan. Dan juga, kabar mengenai Edward Sinclair adalah monster dingin tak berperasaan mungkin adalah suatu kebenaran. Febiana merasakannya, tepat ketika ia mulai menjatuhkan hati pada Edward. Febiana terjebak dalam skenario gila yang dibuat oleh pria itu.

"Aku harus segera menemui Kimmy, aku tak bisa menundanya lagi," gumam Febiana sembari mengumpulkan cercah harapan terakhirnya pada wanita itu.

***