Chereads / Mr. Sinclair and Miss Arrogant / Chapter 34 - Perlawanan Febiana

Chapter 34 - Perlawanan Febiana

Plak! Setidaknya dan kurang lebih seperti itu bunyinya, ketika tangan kasar Edwin mendarat di pipi Febiana. Pendar yang keluar dari matanya adalah pancaran kemarahan. Sampai urat hijau turut menghias di sekujur wajahnya. Bahkan, ketika ia adalah orang tua yang memiliki gengsi tinggi, justru bersedia datang ke tempat tinggal putrinya sendiri, karena dendam kesumat sesaat di dalam hati.

"Kamu pikir kamu siapa, Febiana?!" Suara Edwin menggelegar, mata tajamnya menatap Febiana yang tertunduk dengan pipi memar. "Kamu itu tidak memiliki hak apa pun untuk menolak perjodohan itu!"

Febiana memilih diam, dan memundurkan tubuhnya ke belakang. Sementara matanya menatap berganti mengarah pada sang bunda di sebelah kanan. Ya, Madam Trisia juga ada di sana. Ia duduk dengan tegak di salah satu kursi sofa, kedua tangannya terlipat ke depan, sementara mimik wajahnya sangat masam.

"Kamu yang membuat masalah dengan Sinclair, seharusnya kamu juga bisa bertanggung jawab, Febiana!" omel Edwin lagi. "Kamu pikir kamu bisa keluar dari jerat kebencian mereka? Javier Sinclair jauh lebih berbahaya daripada putranya, Febi! Kamu mau membuat Big Golden hancur?!"

Semua kekesalan tumpah seketika, setelah satu hari penuh Edwin menahannya. Kakinya pun tak sungkan menendang segala barang yang tampak di depan mata, tanpa terkecuali guci mahal milik putrinya itu.

Ketika naik pitam, ia memang nyaris berubah menjadi monster dan sulit diredamkan oleh siapa pun, kecuali Madam Trisia. Namun, saat ini istri tercintanya itu tampaknya juga enggan mengakhiri kegaduhan, dikarenakan menilai sikap Febiana di pertemuan itu sudah sangat keterlaluan.

Dan tiba-tiba saja, Febiana tergelak. Tawanya keras memenuhi segala penjuru ruangan, matanya membulat bak serigala betina yang sudah kenyang, serta kepala yang mendongak untuk memperlihatkan kekuasaannya.

Butuh beberapa detik sampai Febiana bersedia meredam tawanya. Lalu, wanita cantik itu menegakkan badan. Aroma lain menguar menggantikan kepiluan yang masih tertutup oleh topeng senang. Ia berjalan menghampiri sang ayah yang masih memelototkan mata padanya.

"Biar saja, biar Big Golden hancur. Lagi pula, Febi bukan pemilik sahnya. Febi hanya CEO boneka, tak lebih dari itu. Sudah cukup sampai di sini, Ayah! Febi sudah muak dengan segala tuntutan kalian berdua!" ucap Febiana antusias.

Madam Trisia terkesiap. "Apa katamu, Febiana? Apa kamu tidak memikirkan jabatanmu?!" tanyanya tegas, marah, dan sampai rela berdiri dari duduknya.

Febiana menoleh dengan elegan. Ia tersenyum kemudian melipat kedua tangannya. "Ya, tak peduli. Ambil saja kembali, sekarang aku tak akan takut kehilangan Big Golden. Berikan saja pada anak orang, toh, tampaknya aku ini bukan anak kandung kalian!"

Edwin yang mendengar ucapan Febiana semakin naik pitam. Ia lantas mengambil langkah lebar dan mendekati putrinya itu. Satu tamparan lagi, ia jatuhkan di pipi Febiana. Ia tidak bisa melihat Febiana sangat kurang ajar seperti barusan. Meski suara pekik terdengar dari mulut Febiana, bahkan sampai menghempas tubuh putrinya itu ke lantai, Edwin tidak peduli.

"Jaga mulutmu, Febiana! Pantaskah kamu bicara seperti itu di hadapan kami? Orang tua kamu sendiri?! Hah?!" ucap Edwin berapi-api.

Meski merasa perih di bibir, serta hatinya, Febiana tetap bertahan. Ia harus kuat. Ia bangkit dan kembali tertawa. "Orang tua? Kalian? Setelah apa yang kalian lakukan terhadapku? Menjualku demi bisnis?"

"Itu untuk dirimu sendiri, Febiana?" sahut Madam Trisia. "Kamu seorang CEO, pewaris tunggal perusahaan Big Golden! Kalau bukan untuk dirimu, lantas untuk siapa? Lagi pula yang kami jodohkan denganmu masih Edward Sinclair! Lelaki bujang dan tampan, bukan orang tua umur tujuh puluh tahun!"

Febiana menghampiri Madam Trisia. "Aku tidak pernah peduli dengan siapa aku akan menikah, bahkan meskipun orang itu sangat tua, jika aku mencintainya aku pun tak apa. Tapi cara kalian-lah yang aku benci. Aku anak sehat kalian, darah daging kalian, bukan barang atau alat yang bisa dibarter dengan uang! Oh, maksudku jika salah satu di antara kalian bukan orang tua tiriku."

Madam Trisia terkesiap, begitu pun dengan Edwin. Keduanya diliputi rasa gelisah dan saling memandang satu sama lain. Ada sesuatu yang mengganggu dan tentu saja membangkitkan rasa heran.

Dengan cepat, Madam Trisia menghampiri suaminya yang mematung serta menganga. Sesaat setelah sampai di sana, ia tampak membisikkan sesuatu ke telinga Edwin, tetapi tak dapat didengar oleh Febiana. Dan tentu saja hal itu membuat Febiana lantas curiga dan bertanya-tanya.

Lalu, Edwin menghela napas dan bersikap lebih tenang. Pun pada sorot matanya yang berangsur melemah dan tak lagi memendarkan aura marah. "Ayah beri kamu kesempatan satu kali lagi, Febiana. Jika kamu tak menurut kamu akan kehilangan segalanya, Big Golden akan benar-benar Ayah ambil lagi, apartemen ini dan segala fasilitas yang Ayah berikan."

Sesaat setelah mengatakan kalimat itu, Edwin menggenggam tangan Madam Trisia. Dan keduanya pergi dari hadapan sang putri, setelah menorehkan luka begitu dalam pada hati putrinya itu.

Sepeninggalan kedua orang tuanya, tubuh Febiana nyaris limbung dan hampir jatuh. Ia berjalan menghampiri ruang tamu mewah tempat itu. Didudukkannya tubuhnya karena merasa letih dan lemas. Kemudian, ia menekan keningnya sembari memikirkan kembali perbincangannya bersama Edward siang tadi.

"Beranilah membantah, jika tak kuasa menahan tekanan mereka lagi, Febi. Kamu sudah harus bangkit dan melawan mereka," ucap Edward pada saat itu.

"Mereka orang tuaku, aku masih hidup dengan bergantung pada mereka. Ayah belum ingin meresmikan jabatanku, jika Ayah presdir, maka aku masih wakilnya. Dan aku bisa kehilangan jabatan serta kehidupanku. Itu yang akan terjadi jika aku membantah, Edward. Aku rasa setelah menolak menikah denganmu, aku akan kehilangan segalanya setelah ini," jawab Febiana ketika Edward memberikan usulan itu.

Saat itu Edward menghela napas, kemudian tampak memikirkan sesuatu. Dan benar, beberapa detik setelahnya, ia berkata, "Kamu putrinya satu-satunya, Dear. Ayahmu tak mungkin membuangmu. Percayalah, Nona, kamu hanya sedang diuji saja. Sama sepertiku, bedanya aku memiliki dua adik yang bisa saja menggantikanku. Tapi tidak denganmu, Tuan Edwin tidak memiliki pilihan untuk mempertahankanmu, meski kamu sudah berani membantah."

"Itu bisa saja, aku hanya anak yang tidak berharga."

"Tidak, Febi! Kamu putri tunggal, pewaris tunggal, dan hanya satu keturunan yang dimiliki oleh ayahmu. Ayahmu sudah tua dan usia pensiun, meski masih gagah. Jika bukan dirimu penerusnya lantas siapa? Kerabat? Tidak, itu tidak mungkin. Yang ada justru hidup keluarga ayahmu akan hancur saat kerabat yang memegang kendali atas perusahaan. Jadi, semarah apa pun beliau, dan segala ancaman apa pun yang dikatakan, semua itu hanya sebatas kata-kata saja, Febi. Tuan Edwin tidak akan membuangmu, karena kamu putrinya satu-satunya."

Febiana membuka matanya yang sempat terpejam, dan ingatan mengenai pembicaraannya bersama Edward lantas hilang. Ia menghela napas, kemudian menatap lurus ke depan. Setidaknya, kata-kata Edward ada benarnya. Ia putri satu-satunya, jika bukan pada dirinya, lantas, pada siapa Edwin akan mewariskan Big Golden serta segala aset berharga? Tak mungkin kerabat, karena Febiana tahu bahwa tak ada satu pun saudara yang dekat dengan ayahnya itu. Mereka justru terlibat permusuhan secara diam-diam.

Suara bel pintu berbunyi membuat Febiana sampai terkejut. Ia menelan saliva sembari menoleh ke arah pintu itu. Apa Ayah dan Ibu datang kembali? Pikirnya, membuatnya enggan untuk membuka benda itu. Namun, di sisi lain ia juga khawatir jika yang datang adalah Feline. Sehingga, pada akhirnya Febiana bergerak menuju benda tersebut.

"Kamu?!" Betapa terkejutnya Febiana pasca mendapati sang tamu yang ternyata adalah ....

***