Chereads / Mr. Sinclair and Miss Arrogant / Chapter 28 - Kecurigaan Febiana

Chapter 28 - Kecurigaan Febiana

Febiana turun dari mobilnya dan lantas menutup pintu kendaraan itu dengan tegas. Ia berjalan dengan amarah yang sudah membuncah di dalam dadanya, pasca mendengar dugaan perjodohan yang dipikirkan oleh Michael. Latar keberadaannya saat ini adalah di sebuah rumah megah dan besar yang bergaya Eropa serta nyaris seperti gedung teater ternama.

Napas Febiana memburu, seiring dengan detak jantungnya yang berpacu. Bola matanya membulat, melotot, dan nyaris copot dari rongganya. Ia abaikan beberapa pelayan yang menekuk badan untuk menyambut kedatangannya. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah segera bertemu dengan Edwin Aditya dan Madam Trisia.

Setibanya di ruang pribadi kedua orang tuanya itu, Febiana terhenti. Pintu yang tak terkunci, meski hanya terbuka sedikit membuatnya tercengkeram rasa gusar. Kedua tangan Febiana mengepal, sementara di sisi rasa marah, kini ketakutan yang besar pun datang.

"Uuuuuh!" gumam Febiana sembari berangsur menundukkan kepala. Kakinya terasa lemah, dan tubuhnya seolah ditekan oleh batu sebesar kapal pesiar. Ia takut dan sungkan untuk bertemu Edwin, meski pria itu merupakan ayahnya sendiri.

Bayangan masa lalu, saat ia dipaksa belajar dan belajar, suara lantang Edwin yang memekikkan, pedas, sekaligus tak berperasaan kembali berdengung di telinga Febiana. Ketakutan itu datang mengoyak jiwa, bahkan raganya. Belum lagi sikap lembut Madam Trisia, yang sarat akan tekanan halus membuat Febiana nyaris kehilangan kendali atas dirinya.

"Hoek!"

Febiana merasa mual tak lama setelah mengingat masa kecilnya yang suram. Matanya mendelik dan tubuhnya meluruh duduk di atas lantai hitam mengkilat. Saat ia mencoba mengintip apa yang ada di dalam ruangan pribadi itu, dua pasang manusia yang tidak lain adalah ayah-bundanya tengah asyik bermesraan. Sepasang suami-istri yang masih awet muda itu, begitu menikmati setiap sentuhan yang saling diberikan oleh satu sama lain. Mereka bak pasangan muda yang sangat menyukai hasrat gila.

"Sial ... kenapa melakukannya tanpa menutup pintu? Bikin mual saja!" ucap Febiana. Ia yang sudah terlanjur muak cepat-cepat bangkit dan terpaksa membatalkan keinginan hati untuk melabrak kedua orang tuanya sendiri.

Febiana berjalan melewati lorong gelap dari rumah mewah tersebut dengan langkah gontai, dan tanpa semangat. Meski tadinya ia berpikir jika yang dijodohkan adalah Feline dan Michael, rasa curiga tetap muncul setelah kedua temannya itu bersikap aneh. Dan pada akhirnya, dugaan yang Michael pikirkan dikatakan padanya, karena ia memaksa keduanya agar berkata jujur.

"Apa aku ini benar-benar anak mereka? Apa salah satu dari mereka adalah orang tua tiriku?" Febiana menghela napas. "Mereka berdua terlalu kejam untuk menjadikan anak sendiri sebagai tawanan bisnis. Aku ... bahkan, meskipun perasaan anehku pada Edward adalah rasa suka, perjodohan itu tetap tidak bisa aku terima. Aku ... bukan alat, aku masih manusia biasa."

Mata Febiana yang sendu menatap pigura berisi gambar ayah dan ibunya. Paras kedua orang tuanya masih kelewat awet muda itu, membuatnya berangsur curiga. Dan mengenai kekejaman Edwin serta Madam Trisia yang kemungkinan memang hendak menjodohkan dirinya dengan Edward Sinclair atas nama bisnis, tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu, semakin menguatkan rasa curiga itu sendiri.

Bahkan, ketika diamati lebih dalam lagi, wajah Madam Trisia memang sangat muda untuk usia di atas lima puluh tahun. Sementara Febiana sendiri sudah masuk kepala tiga dan tentunya bukan umur remaja. Lantas, ibunya menikah dengan sang ayah di usia berapa?

Febiana menghela napas. "Aku terlalu berpikir berlebihan. Tak mungkin, ya, tidak mungkin Ibu adalah ibu tiriku."

Setelah menghapus kecurigaan itu, Febiana kembali melanjutkan langkah kakinya. Ia menuju halaman di mana mobilnya terparkir dan masih abai pada beberapa pelayan yang menyapa.

Sesampainya di hadapan mobilnya, Febiana terhenti. Ia menghela napas, kemudian mendongak menatap rumah berlantai tiga itu. Sebuah jendela besar yang merupakan bagian dari ruang pribadi orang tuanya menjadi objek tatapannya saat ini.

"Aku akan membalas kalian berdua, tak peduli kalian orang tua kandung, atau bahkan salah satunya adalah orang tua tiriku," gumam Febiana dengan mata yang memendarkan nyala api penuh dendam berikut kebencian.

Wanita angkuh itu segera masuk ke dalam mobilnya. Sesaat setelah itu, ia melaju kendaraannya melewati jalan raya yang lengang. Dan tanpa ia sadari, arah yang ia tempuh adalah jalan menuju rumah klasik milik Edward Sinclair.

***

Kelembutan bibir wanita itu seolah membakar seluruh tubuhnya, menimbulkan rasa panas yang tiada tara. Namun, ketika ia hendak meraih wanita itu ke dalam pelukan, justru hanya udara yang ia dapatkan. Edward mencarinya ke tempat lain dan menemukan wanita itu berdiri tegak. Senyum wanita itu terulas menarik kedua sudut bibir dan langsung memberikan kesan cantik. Pesona memendar menjadi cahaya yang menyilaukan, mengelilingi sekujur tubuh wanita itu. Dan ... lama-kelamaan gambar diri wanita itu justru hilang.

"Ah!"

Edward lantas membuka matanya lebar-lebar dan menatap langit-langit kamar yang dihiasi awan. Napasnya terengah-engah, dadanya sampai naik-turun secara beraturan. Peluh mengucur di dahinya, meski alat pendingin masih menyala.

"Mimpi lagi? Bahkan di siang bolong begini? Apa-apaan? Gila ya aku?" keluh Edward kemudian mendengkus kesal. "Wanita itu siapa? Kimmy atau ... Febi— ah! Tidak, tidak, mungkin hanya bidadari surga yang mampir singgah di alam bawah sadarku. Hahaha."

"Ah! Sial!" lanjut Edward kembali kesal. "Tapi, aku bermimpi setelah hari itu. Karena ... Febiana? Mungkinkah aku sangat merindukan Kimmy? Dan wanita dalam mimpiku adalah Kimmy? Istri orang?"

Edward mengusap dahinya. "Sekalipun aku merindukan Kimmy karena Febiana yang membangkitkan perasaanku, tak seharusnya aku memimpikan istri orang lain. Aku bisa gila kalau setiap tidur, wanita berwajah samar itu muncul terus!" Ia mengumpat. "Aku harus singgah di rumah kaca, menyiangi tanaman di sana demi mengobati rasa rindu dan mengusir wanita samar itu."

Edward bergerak turun dari ranjangnya. Ia meraih handuk di gantungan baju yang terletak di dekat pintu kamarnya. Ia harus membersihkan diri terlebih dahulu, sebelum berangkat mengurus tanaman yang satu bulan ini kembali ia rawat dengan tangan sendiri. Edward juga berharap, dengan datang ke sana dan menemukan para bunga, rasa rindunya pada Kimmy bisa berangsur terobati. Dan perihal wanita berwajah samar di mimpinya juga tak akan kembali datang.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Edward sudah rapi dengan balutan pakaian kasual. Sesaat setelah meraih dompet dan kunci mobil, ia meninggalkan apartemen pribadinya itu untuk menuju basemen. Tak banyak orang yang terlihat, sehingga Edward tak perlu cemas. Ia tidak perlu kerepotan karena para wanita yang merupakan penghuni lain mengganggunya lagi, atas nama mengagumi. Sesampainya di basemen tanpa kendala apa pun, Edward segera masuk dan lantas melaju kendaraannya itu dengan cepat menuju arah rumah klasik miliknya yang masih menjadi rahasia.

Edward mengernyitkan dahinya, sesaat setelah memarkir mobilnya di halaman rumah rahasia miliknya itu. Sebuah kendaraan tak asing terpampang nyata, dan seingatnya milik Febiana.

Edward menghela napas, kemudian berkata, "Sepertinya dia sedang ada masalah. Satu bulan bertahan tidak datang kemari, tiba-tiba muncul di sini. Hmm ... menarik!"

Pria itu segera turun dari kendaraannya dan lantas memasuki pintu rumah itu. Sementara Dirman masih sibuk menutup gerbang rumah. Dan tak lama kemudian, ia berlari menyusul Edward yang sudah melesak ke dalam ruang utama.

"Tuan, ada Nona Febiana di rumah kaca," ungkap Dirman antusias.

"Aku tahu," jawab Edward singkat.

"Waaah! Kalian sudah berjanji untuk bertemu di sini?"

Edward menggeleng. "Tidak. Dan ... silakan Pak Dirman pulang terlebih dahulu, aku membutuhkan waktu tenang bersama Nona Febiana."

"Ba-baik, Tuan!"

Dirman berlalu dari sisi Edward dengan gelagat antusiasnya. Setidaknya, ia merasa bersyukur setelah tujuh tahun melajang, tuannya itu bersedia membawa wanita spesial ke tempat rahasia. Meski Edward kerap kali bersikap sekeras batu, sedingin Kutub Utara, Dirman tetap memahami pria itu.

Tujuh tahun yang lalu, Edward pernah menjadi pria baik yang selalu ramah, ia membangun rumah kaca di belakang rumah kayu itu bersama Dirman yang dikhususkan sebagai penjaga sekaligus perawatnya. Kala itu, Edward begitu antusias dan murah senyum. Hingga kabar mengenai pernikahan Kimmy sampai di telinganya, hatinya menjadi tercabik-cabik dan ia kehilangan segala sikap baik. Semua kehangatan Edward pun menjadi kekejaman.

Dirman juga mulai mengetahui tentang bagaimana Edward berbisnis selama ini. Impian Edward untuk menjadi pimpinan yang baik dan adil menjadi hilang, pasca luka hati karena ditinggal menikah oleh mantan kekasihnya.

Beralih pada Edward yang saat ini sudah berdiri diam di balik pintu. Sementara matanya sibuk mengintip Febiana yang duduk lesu di atas kursi panjang berwarna putih serta berteman lampu.

"Apa yang terjadi padanya, sampai dia rela membuang harga diri untuk singgah ke tempat ini? Febiana. Sebenarnya, wanita macam apa dia? Terkadang tampak biasa, terkadang menjijikkan. Mana yang menjadi karakter aslinya?" gumam Edward bertanya-tanya.

***