Chereads / Mr. Sinclair and Miss Arrogant / Chapter 23 - Aku Ingin Mengenalmu

Chapter 23 - Aku Ingin Mengenalmu

Meeting akan kembali digelar oleh ketiga orang yang terlibat proyek bersama itu. Sebagai perwakilan dari seluruh pemegang saham sekaligus CEO dari Big Golden Real Estate, Febiana telah datang lebih awal dengan segala persiapan ide di otaknya secara matang.

Di hadapan wanita itu sudah ada Edward Sinclair yang kali ini datang sendirian, tanpa satu pun asisten pribadi. Febiana pikir, pria itu menumpahkan pekerjaannya pada sang sekretaris dan membolos dari beberapa meeting penting dengan para petinggi Sinclair Real Estate.

Keduanya saling memandang, tetapi ketika tatapan itu menimbulkan decak aneh di dalam dada, mereka langsung memalingkan wajah ke tempat lain. Ada perasaan asing yang entah apa artinya. Yang pasti, saat ini ada aura kecanggungan yang mendominasi keadaan.

Suara hela napas Febiana dan Edward pun kerap terdengar mengisi kesenyapan di ruangan rahasia itu. Sudah lima belas menit mereka menunggu Mr. Hector, tetapi sang tuan dari Jerman itu belum juga menampakkan batang hidungnya.

Sebagai wanita perfeksionis yang tidak menyukai keterlambatan, sudah pasti Febiana merasa kesal. Ingin sekali ia menumpahkan perasaan itu dengan cara mengumpat, tetapi ia terlalu malu untuk mengatakannya. Febiana masih perlu berpikir jernih dan tidak mau lagi menjatuhkan harga dirinya di depan Edward, meski hanya sekecil biji kenari.

Pun pada Edward yang tiba-tiba saja banyak diam dan menunduk. Sebenarnya ... sejak saat ia membawa Febiana sekaligus menolong wanita itu, muncul desiran aneh yang membuatnya kerap merasa bingung. Terlebih, setelah ia pernah menatap wajah yang lugu tanpa pulasan make-up, mata yang jernih oleh sisa air mata, dan gurat merah malu-malu, milik Febiana. Ya, sejak kejadian itu, setiap malam Edward selalu terbayang paras Febiana. Pun pada seluruh curahan hati Febiana yang tak sengaja ia dengar ketika wanita itu masih dipengaruhi oleh alkohol maupun ketika rinting tangis di pagi harinya.

Sepertinya Febiana berbuat sejauh itu karena ada tekanan lain, selain bisnis Big Golden, pikir Edward.

Febiana menghela napas. "Uh, aku sangat membenci adanya keterlambatan waktu," gerutunya.

"Kamu membenci Mr. Hector?" sahut Edward.

"Tidak, dirimu-lah yang aku benci."

Edward berdecap. "Aku? Ya, aku tahu. Tapi, hari ini aku datang tepat waktu, bahkan sampai rela meninggalkan meeting perusahaanku."

"Itu salahmu dan hidupmu. Aku tidak peduli sama sekali."

"Hmm ... kamu sangat berbeda, Nona."

Febiana mengernyitkan dahi. "Apa maksudmu?"

"Ketika berada di rumahku, kamu tampak seperti gadis biasa pada umumnya. Manja, cengeng, dan—"

"Stop!" potong Febiana. "Aku tidak mau mendengar apa yang terjadi di hari itu lagi, toh, aku sudah membalas budi atas pertolonganmu, Mister!"

"Tapi, yang namanya sebuah kejadian, pasti tak akan bisa dilupakan begitu saja. Sampai kapanpun, kamu tetap berutang padaku, Febiana."

Febiana berdecap. "Aku rasa, kita sudah impas, Edward. Rumor yang aku ciptakan pun sudah kamu balas dan sampai saat ini rumor balasanmu tak kunjung reda. Kita masih disangka sebagai sepasang kekasih. Dan sungguh! Aku masih belum menerima hal itu serta adanya pelecehan itu."

"Aku tidak melecehkanmu, maksudku ... aku tidak berencana seperti itu. Itu hanya salah satu trik untuk menangkapmu saja."

"Aku tahu, tapi itu sudah seperti sebuah penghinaan bagiku. Aku ... aku bahkan tak pernah mencium siapa pun! Dan kamu mencurinya, bahkan nyaris menyentuh da—"

"Aku minta maaf," sahut Edward. "Yah, setidaknya kamu bisa tahu bahwa aku masih menyukai wanita. Entah bagaimana kamu bisa memiliki rencana membuat gosip tak sedap tentang diriku, yang pasti sekarang kamu juga tahu bahwa hasratku terhadap wanita masih besar. Aku bisa melakukan lebih dari sebatas kecupan, andai saja bukan dirimu, pakaian itu sudah tertanggal oleh tanganku."

Rasa sesak meliputi dada Febiana. Ia menelan saliva dengan susah payah. Meski, ia tahu bahwa Edward bisa saja berbohong untuk memberikan ancaman padanya, tetapi tetap saja ia merasa takut. Pasalnya, kedua sekretarisnya tak ada di dalam ruangan itu, mungkin ada di luar pintu atau justru bermain sendiri ke tempat lain untuk menunggu dirinya dengan nyaman. Sebab, ia tak pernah menyiksa bawahan dengan mengharuskan mereka berdiri tegak dalam kurun waktu yang lama.

Sembari mengembuskan napasnya untuk mendapatkan ketenangan kembali, Febiana berangsur menyandarkan punggungnya ke badan kursi. Ia melipat kedua tangannya dan berusaha mengabaikan Edward Sinclair yang masih menatapnya dengan dingin.

Dia takut padaku? Pikir Edward, menduga perasaan gelisah milik Febiana menjadi sebuah arti kecemasan. Padahal, selain Kimmy, hanya pada wanita itu saja, ia memberikan sebuah kecupan. Edward tidak pernah bermain wanita, bahkan menyentuh mereka pun tak pernah. Terlebih ketika mendapatkan fobia, tentu saja sikapnya semakin acuh dan sinis pada setiap wanita yang mencoba merayu dirinya.

Pernah ada seorang selebriti terkenal yang mendatangi Edward dan mencoba berkenalan, sampai setengah tahun berusaha, selebriti itu tidak mendapatkan hasil apa pun kecuali sikap keras milik Edward.

Yang menarik saat ini adalah sosok Febiana. Selain memiliki banyak kemiripan sifat dan gelagat tubuh dengan Kimmy, Febiana tidak pernah terlihat mengagumi paras tampan kebarat-baratan milik Edward. Hal itu pula yang membuat Edward terkadang merasa heran, tetapi juga tidak terima ketika wanita yang merupakan musuhnya tersebut justru mendapatkan sesuatu yang dimiliki oleh mantan kekasihnya.

Suara dering ponsel mengejutkan mereka berdua. Ketika memastikan lagi, ponsel milik Edward yang berbunyi dan membuat Febiana berdecap sembari menggelengkan kepala.

"Apakah kamu adalah pria yang ceroboh? Beruntung, meeting belum dimulai, kalau saja sudah dan ponselmu sangat berisik, itu sungguh tidak sopan, Edward!" sindir Febiana.

Sementara Edward abai dan memilih memperhatikan ponselnya itu. Nama Mr. Hector terpampang jelas di layar benda itu, membuat Edward mengernyitkan dahinya. Tak lama kemudian, ia berangsur meletakkan ponselnya di dekat telinga.

"Ya, Mr. Hector. Ka—" Ucapan Edward menjadi terpotong ketika mendengar sesuatu dari sang penelepon. "Oh ya, tentu saja. Kami sangat mengerti. Saya dan Miss Febiana akan menyelesaikan meeting tanpa masalah. Semoga, putri Mr. Hector dalam keadaan baik-baik saja."

"Ada apa?" tanya Febiana sesaat setelah Edward meletakkan ponselnya di atas meja.

Edward menghela napas. "Mr. Hector melakukan penerbangan dadakan sejak tadi pagi. Aku rasa beliau terlalu panik sampai melupakan jadwal meeting kita," jawabnya.

"Kenapa begitu? Memangnya ada apa?"

"Putrinya mengalami kecelakaan."

Febiana menutup mulutnya yang menganga. "Astaga. Ini tak terduga, aku turut prihatin. Mr. Hector ... sesayang itu pada putrinya."

Ada rasa perih yang tiba-tiba tumbuh di hati Febiana, dan tanpa sungkan menyayat perasaannya secara perlahan. Rasa iri pun membuncah, lantaran sang tuan dari Jerman memiliki hati hangat dan begitu menyayangi sang buah hati. Tak seperti ayahnya yang bahkan tidak pernah menjenguk dirinya, meski terlibat masalah dengan Edward Sinclair.

Melihat Febiana yang mendadak diam, Edward berangsur heran sekaligus penasaran. Setidaknya, ada sebuah guratan kesedihan yang meski tipis, ia dapati pada paras ayu milik wanita itu. Rasanya, setiap kali ia bersama Febiana, sifat-sifat tersembunyi milik wanita itu bermunculan satu per satu.

"Tidak perlu meneruskan meeting ini tanpa Mr. Hector," celetuk Edward. "Kita bisa melakukan aktivitas lain."

Febiana menatap pria itu. "Aktivitas lain?" tanyanya.

Edward menopang dagunya di atas telapak tangan kiri. "Jalan-jalan, misalnya."

"Tak sudi!" tandas Febiana. "Kamu mau menjebak diriku lagi, 'kan? Dan semakin menguatkan berita bahwa kita memiliki hubungan spesial?"

"Tidak juga. Bahkan, aku tidak memikirkan hal itu sama sekali. Aku hanya—"

"Hanya apa?!"

"Mm ... hanya, hanya ... ingin mengenalmu saja. Setidaknya, sebagai partner bisnis."

Febiana memicingkan mata, curiga. "Aku tidak perlu pengenalan semacam itu, apalagi dengan dirimu." Ia pun beranjak dan berencana untuk meninggalkan Edward.

Namun sebelum berhasil membuka pintu ruangan dan lantas keluar, lengan Febiana ditarik paksa oleh Edward. Alhasil tubuhnya roboh dan terjatuh di pelukan pria itu. Paras mereka saling berhadapan, dekat, dan nyaris seperti orang yang sedang berciuman. Mata Febiana terbuka lebar, begitupun manik biru milik Edward.

Suasana mendadak hangat, lalu menjadi panas. Kesenyapan pun berubah menjadi berisik, selain karena suara hela napas, degup jantung mereka terdengar sangat keras dan jelas.

***