Chereads / Mencintai Bosku Sendiri / Chapter 24 - Song Fei Tak Bisa Tinggal

Chapter 24 - Song Fei Tak Bisa Tinggal

Karena tujuan Mu Mian mengadopsi Song Ci tidak tulus, selama beberapa tahun ini, Mu Mian selalu bersikap sangat baik kepada Song Ci. Jika Mu Qiu memiliki suatu benda, Song Ci juga pasti punya benda yang sama. Ini merupakan kompensasi, tapi juga ada rasa kasih sayang.

Song Ci adalah seorang gadis yang baik. Meskipun ia seperti bunga mawar, ia sama sekali tidak bergantung pada kecantikannya untuk melakukan hal yang jahat. Ia juga bukan tipe gadis yang jahat dan pemberontak. Ia seringkali bersikap baik dan lemah lembut. Setelah tinggal bersama selama bertahun-tahun, Mu Mian akhirnya menyayangi Song Ci. 

Jika bukan karena penyakit Mu Qiu yang mendadak, Mu Mian juga akan menyayangi Song Ci seumur hidupnya, sama seperti putrinya sendiri. 

Namun, Mu Qiu sedang sakit.

Mu Mian masih tidak tega merebut jantung Song Ci. Ia bingung selama berhari-hari. Barulah dua hari yang lalu, Mu Mian berangsur-angsur memikirkan suatu rencana jahat dan kejam...

Perhatian Mu Mian tertuju pada tubuh Song Fei.

Song Fei tertidur selama delapan tahun dan tidak pernah bangun. Harapan untuk bangun sangatlah tipis.

Meskipun Song Fei adalah seorang gadis yang mati otak, tapi organ tubuhnya yang lain sama sekali tak bermasalah. Membiarkan jantung yang sehat dan segar berada di dalam tubuh seseorang yang mati otak sangatlah sia-sia, dan lebih baik diberikan kepada Mu Qiu yang sangat membutuhkannya, agar ia bisa hidup.

Mu Mian mengetahui hal ini karena sampel darah Song Ci dan Mu Qiu dikirimkan untuk diuji delapan tahun lalu. Saat mengetahui bahwa Song Fei dan Song Ci adalah anak kembar dan gen mereka berdua pada prinsipnya sama, Mu Mian yang begitu berhati-hati sangat mengkhawatirkan ada kesalahan saat operasi transplantasi jantung, akhirnya melakukan tes antibodi genetik untuk Mu Qiu dan Song Fei. 

Jadi, Mu Mian mengunjungi Song Fei di sanatorium dua hari lalu secara pribadi. Ia diam-diam mengambil sampel darah Song Fei dan mengirimkannya ke rumah sakit untuk dicocokkan dengan darah Mu Qiu.

Ia baru saja dua hari lalu mengambil darah Song Fei dan semalam Song Fei terbangun lalu hilang entah ke mana. Bagi Mu Mian, kejadian ini terlalu kebetulan.

Apakah mungkin Song Fei dua hari lalu sudah sadar? Apakah mungkin Song Fei menyadari bahwa tujuan Mu Mian tidak tulus, ia sengaja memilih waktu tengah malam dan diam-diam kabur dari sanatorium dan bersembunyi di suatu tempat di mana tak ada seorang pun yang bisa menemukannya?

Saat memikirkan hal ini, Mu Mian benar-benar terkejut dan seluruh tubuhnya bermandikan keringat dingin.

Jika dugaannya benar, maka Song Fei tidak bisa dibiarkan!

Sopirnya mengetahui bahwa wajah Mu Mian begitu pucat dan napasnya terengah-engah. Ia segera mengurangi laju mobilnya dan bertanya kepada Mu Mian, "Tuan Mu, apakah Anda sedang tidak sehat? Apakah Anda ingin saya menepi dan berhenti?"

Mu Mian menekan dahinya dan menggelengkan kepalanya dengan pelan, "Jangan hiraukan aku. Aku tidak apa-apa."

Sopirnya tak berani mengemudi terlalu cepat. Ia selalu memperhatikan kondisi fisik Mu Mian. Untungnya, tak ada yang salah dengan Mu Mian sampai mereka berdua tiba di kantor. Wajah Mu Mian kembali seperti biasa dan sang sopir pun akhirnya lega.

Mu Mian kembali ke ruangannya, duduk dan terdiam selama beberapa saat sebelum ia mengambil ponselnya dan menghubungi kepala sanatorium.

"Apakah Song Fei sudah ditemukan?"

Sang kepala sanatorium menjawab lemah, "Belum."

Dengan nada penuh emosi, Mu Mian berkata, "Song Fei menghilang di sanatoriummu! Jika Song Fei tidak bisa ditemukan, aku akan melapor kepada polisi dan mengajukan kasus ini! Direktur Su, Anda harus cepat!"

Direktur Su berjanji akan segera menemukan Song Fei. Ia menutup sambungan telepon dengan wajah sedih.

Mu Mian meletakkan ponselnya dan menarik dasi yang membuatnya kesulitan bernapas. Song Fei, baru saja kau bangun, kau sudah main petak umpet denganku. Kau benar-benar membuatku sangat marah!

 --

Song Ci buru-buru kembali ke Kota Shunchen dan waktu menunjukkan sudah lebih dari pukul enam sore.

Ia mengembalikan mobil sewaannya ke toko mobil bekas dan naik taksi untuk kembali ke hotel. Setelah mandi dengan air panas, Song Ci duduk di kepala tempat tidur dengan menggunakan piyama. Ia berpikir sejenak, mengambil ponselnya dan mengirimkan sesuatu ke lingkaran pertemanannya. 

Song Ci: [Pulanglah, aku selalu menunggumu].

Setelah mengirimkannya, Song Ci berbaring di tempat tidur dan menutup matanya. Selama belasan jam tidak tidur, Song Ci mengira kali ini ia bisa tidur cepat dan nyenyak, tapi ia justru mengalami mimpi buruk.

Di kehidupan sebelumnya, di hari ketika Song Fei dibakar hidup-hidup, Mu Qiu juga menjalani operasi. Mu Mian tidak percaya dengan ilmu kedokteran para dokter di Kota Wangdong, sehingga ia memindahkan Mu Qiu ke Rumah Sakit Jantung di Yancheng.

Mu Qiu akan menjalani operasi jantung yang berisiko tinggi. Song Ci menemani Mu Mian dan Du Tingting terbang ke Yancheng.

Di luar ruang operasi, Song Ci menerima telepon dari pihak sanatorium. Kepala sanatorium memberi tahu Song Ci bahwa terjadi kebakaran besar di gedung kecil tempat Song Fei berada. Karena angin berembus kencang, apinya membesar dan tidak bisa dipadamkan untuk sementara. 

Telinga Song Ci terasa berdengung. Mengapa mendadak terjadi kebakaran?

Song Ci melirik ke ruang operasi. Ia meninggalkan pasangan tersebut diam-diam dan meninggalkan rumah sakit. Ia naik taksi ke bandara, membeli tiket pesawat untuk pulang ke Kota Wangdong. Namun, sesampainya ia tiba di sanatorium, hari sudah beranjak siang.

Meskipun apinya sudah padam, tapi Song Fei tewas dalam lautan api yang melahapnya. Song Ci bahkan tidak melihat jenazah kakaknya, melainkan hanya mendengar orang-orang di sekitarnya berkata bahwa Song Fei terbakar hidup-hidup saat ia dibawa keluar oleh petugas PMK. Bahkan, jasadnya sudah tidak utuh lagi.

Song Ci berdiri di depan gedung hitam berpernis, berlutut dan menangis dengan getir.

"Kakak!"

"Kakak!"

Song Ci mengalami mimpi buruk dan tak bisa bangun. Ia hanya bisa berbaring di atas tempat tidur sambil menutup mata dan menangis. Ia menjerit dengan suara lelah dan serak.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, Song Ci akhirnya terbangun. Ia membuka matanya dan melihat sinar matahari yang menerobos ke kamarnya melalui kaca jendela. Ia tidak bisa mengeluarkan dirinya dalam mimpi buruk dan ia juga menjadi linglung.

Setelah beberapa saat lamanya, Song Ci akhirnya sadar sepenuhnya. Ia mengulurkan tangan dan menyentuh wajahnya. Telapak tangannya basah karena air mata. Rasa sakit yang menusuk hatinya itu tidak akan pernah reda. 

Song Ci duduk dan menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha keras mengubur semua masa lalu yang menyedihkan dalam hatinya dan berjalan menuju ke kamar mandi.

Song Shiqing dan Xiong Jian yang tinggal di sebelah kamar Song Ci mendadak mendengar tangisan sedih dari seorang wanita yang tinggal di kamar sebelah. Saat itu mereka baru saja bangun dan menyikat gigi di dalam toilet. 

Kedua pria itu saling berpandangan.

Mereka mengkhawatirkan Song Ci, tapi mereka tidak enak hati mengetuk pintu kamar Song Ci dan menanyakan apa yang terjadi.

Setengah jam kemudian, ketiganya bertemu di pintu masuk hotel. Xiong Jian dan Song Shiqing dari kejauhan melihat Song Ci mengenakan setelan berwarna hitam. Gadis itu menarik koper dan mendekati mereka.

Song Ci masih memakai topi dan riasan tipis di wajahnya. Ia menyapa kedua pria itu dengan hangat dan ramah, seolah-olah tangisan yang menusuk hati yang mereka dengar bukanlah dia.

Keduanya hanya menatap Song Ci. Setelah memikirkannya sejenak, mereka akhirnya memutuskan untuk melupakan kejadian pagi itu.

 --

Pesawat tiba di Kota Wangdong pada pukul 13.30 dengan selamat.

Song Shiqing tinggal di area di dekat bandara. Setelah turun dari pesawat, ia mengambil mobil Xiong Jian dan meninggalkan tempat itu. Song Ci mengemudikan mobilnya sendiri. Namun, begitu ia sampai di tempat parkir, ia mendapati sebuah mobil Volvo hitam yang diparkir di depan mobilnya. 

Song Ci masih ingat bahwa ia pernah melihat mobil ini di bawah gedung Zeus Airlines beberapa hari lalu. Bahkan, nopolnya pun sama. Song Ci menatap mobilnya beberapa saat, lalu tiba-tiba menoleh dan meninggalkan tempat parkir.

 ...

Ketika sinar matahari yang terik membelah langit, mobil itu keluar dari tempat parkir bawah tanah. Cahaya yang kuat dan menyilaukan menerpa mata Han Zhan. 

Han Zhan mengeluarkan kacamata hitamnya dan memakainya saat mobilnya melaju di jalanan.

Ia memakai kacamata hitamnya, melirik ke pinggir jalan dengan santai dan tatapan matanya tertuju pada Song Ci. Di bawah terik sinar matahari, Song Ci hanya mengenakan kemeja putih. Ia menggulung lengan bajunya dan tangan kirinya memegang koper. Sedangkan ia memegang jas berwarna hitam di tangan kanannya.

Penampilan Song Ci yang lurus dan teguh membuat siapa saja terpesona.