Mendengar suara langkah kaki datang dari arah belakangnya, Du Tingting buru-buru menoleh dan ternyata pemilik suara langkah kaki itu adalah Mu Mian.
"Suamiku." Saat melihat Mu Mian tampaknya hendak keluar, Du Tingting langsung bertanya, "Apakah sudah ada kabar tentang Song Fei dari sanatorium?"
Mu Mian menggelengkan kepalanya dan berjalan menuju ke dapur sambil membawa kotak makanan yang ditutup dan disiapkan sebelumnya oleh Bibi Zhang. Mu Mian menundukkan kepalanya dan berkata kepada Du Tingting, "Aku akan pergi membesuk Qiutian."
Du Tingting terlihat makin sedih saat memikirkan penyakit putri semata wayangnya. "Aku akan pergi denganmu."
Mu Mian memandang istrinya lurus-lurus dan menolaknya, "Kau tidak tidur semalaman. Lebih baik kau beristirahat di rumah hari ini. Jangan sampai saat putrimu sakit, kesehatanmu juga memburuk."
Karena kondisi Mu Qiu yang makin mengkhawatirkan, garis-garis halus di wajah Mu Mian menjadi semakin jelas akhir-akhir ini. Ia berkata lagi, "Tingting, kau harus sehat." Yang ditakutkan Mu Mian saat ini adalah Du Tingting kelelahan dan terluka karena penyakit Mu Qiu.
Ibu dan anak itu adalah kelemahan Mu Mian. Ia sendiri tidak bisa menahan rasa sedih jika ia harus kehilangan salah satu dari mereka.
Du Tingting merasa sedih dan sakit mendengar kata-kata Mu Mian.
Saat ia mengetahui bahwa Mu Mian juga lelah dan ia sendiri tidak ingin menjadi beban bagi suaminya, akhirnya Du Tingting menyetujui saran Mu Mian. "Kalau begitu, aku juga tidak pergi."
"Baik. Kembalilah ke kamar dan tidurlah."
"Ya."
Saat melihat Du Tingting naik ke lantai dua, Mu Mian keluar sambil membawa kotak makanan.
...
Ketika Mu Mian tiba di rumah sakit, Mu Qiu sedang berbaring di atas tempat tidur. Ia berbaring memunggungi ayahnya dan asyik bermain ponsel. Kelihatannya ia sama sekali tidak tidur siang.
Saat ini, Mu Qiu membutuhkan istirahat lebih banyak, tapi ia masih bermain dengan ponselnya. Saat Mu Mian melihatnya, ia melampiaskan kemarahannya pada kata-katanya, "Kau selalu bermain ponsel, apa kau tidak tidur?"
Mendengar sang ayah sedang marah, Mu Qiu langsung berhenti dan buru-buru menyembunyikan ponselnya di bawah bantal. Ia membalikkan tubuhnya, menatap ayahnya dan menjulurkan lidahnya, "Aku tidak bisa tidur." Mu Qiu meletakkan kedua tangannya di atas selimut dan dalam sekejap berubah jadi anak yang patuh dan baik.
Mu Mian hanya mendengus dingin.
Mu Qiu tidak berani beradu mulut dengan ayahnya. Dengan jujur, ia menundukkan kepalanya, seolah sedang menunggu teguran.
Memikirkan mengenai kondisi Mu Qiu yang mungkin tidak bisa bertahan lama, Mu Mian merasa begitu tertekan. Jadi, untuk apa ia memarahi Mu Qiu?
Sambil menutup pintu, Mu Mian berjalan mendekat ke sisi tempat tidur Mu Qiu dan berkata, "Mu Qiu, kau harus jaga diri. Banyaklah istirahat dan kau juga tidak boleh terlalu sedih. Ini demi kesehatanmu."
Mu Qiu mengangguk patuh dengan penuh semangat.
Saat melihat reaksi Mu Mian tidak akan memarahi dirinya, Mu Qiu memberanikan diri bertanya kepada ayahnya mengenai Song Fei. "Ayah, Ibu meneleponku dan berkata bahwa Kak Song Fei sudah bangun, tapi dia menghilang. Apa itu benar?"
Mu Mian merasa khawatir dan ia hanya berdehem, membenarkan pertanyaan Mu Qiu.
Saat melihat Mu Mian datang dengan membawa kotak makanan yang diisolasi, Mu Qiu merasa bosan dengan menu makanan yang dihidangkan oleh pihak rumah sakit dan berharap ayahnya bisa membawakan makanan enak. "Ayah, hari ini Ayah membawakanku makanan apa?"
"Kubawa tumis rebung dengan bacon dan tumis selada parut. Bibi Zhang juga memasak sup ayam untukmu. Sup ayamnya cukup panas. Apa kau ingin meminumnya semangkuk saja?"
Mu Qiu sangat menyukai rebung goreng dengan bacon, juga sup ayam yang direbus Bibi Zhang. Ia menarik kedua sudut bibirnya, memperlihatkan ekspresi gembira di wajahnya. "Cepat, tuangkan aku semangkuk besar sup ayam, Ayah. Aku sudah hampir mati kelaparan."
Pikiran Mu Mian akhir-akhir ini cukup sensitif. Mendengar kata 'mati' yang dilontarkan Mu Qiu, ia langsung menghardiknya, "Bicara apa kamu!"
Mu Qiu tahu apa yang ditakutkan Mu Mian, sehingga ia tidak berani lagi bicara sembarangan.
Mu Mian menggendong Mu Qiu di punggungnya dan menuangkan sup ayam ke dalam mangkuk. Ia mendengar Mu Qiu bertanya penasaran, "Kenapa Kak Song Fei mendadak terbangun? Seorang pasien sanatorium yang terbangun dan mendadak menghilang, sungguh aneh."
Mu Qiu bingung. Ia memainkan jari-jarinya dan bergumam pada dirinya sendiri, "Jika aku yang bangun, hal pertama pasti aku meminta dokter menghubungi keluargaku, dan bukannya lari dari rumah sakit."
Mu Mian hanya mengerutkan kening. Ia tidak menjawab atau mengomentari kata-kata Mu Qiu.
Mu Qiu masih berkata kepada dirinya sendiri, "Aku tidak tahu bagaimana situasinya. Kupikir ada seseorang di sanatorium yang hendak membunuhnya."
Kalimat terakhir yang diucapkan Mu Qiu benar-benar mengejutkan, sehingga membuat mangkuk sup yang ada di tangan Mu Mian bergetar.
Mu Mian menyipitkan matanya, seberkas cahaya redup melintas di depan pandangan matanya.
Melihat Mu Mian berdiri tak bergerak, Mu Qiu mendesak ayahnya. "Ayah, mana supnya?"
Mu Mian terkesiap dan membalikkan badan, lalu menyerahkan mangkuk sup di tangannya kepada Mu Qiu dan mengingatkannya, "Sup ayamnya masih panas. Kau harus meniupnya dulu, barulah kau bisa memakannya."
"Baiklah, Ayah."
Dengan hati-hati, Mu Qiu menyesap sup itu.
Sup yang direbus Bibi Zhang begitu harum dan sama sekali tidak tercium bau ayam. Mu Qiu menepuk bibirnya, mengangkat kepalanya dan tersenyum manis kepada Mu Mian, "Sup ayam yang dibuat Bibi Zhang sangat enak. Aku mau memakannya lagi besok."
"Oke. Nanti Ayah kembali dan bicara pada Bibi Zhang."
Setelah makan sup ayam, tak lama kemudian Mu Qiu jatuh tertidur.
Mu Mian meyakinkan dirinya sendiri bahwa Mu Qiu sudah tidur, barulah ia meninggalkan kamar Mu Qiu. Ia mencari dokter jaga yang sedang bertugas dan menanyakan tentang donor organ.
Jawaban sang dokter masih sama seperti sebelumnya. "Masih belum ada kabar baik. Tuan Mu, harap Anda sabar menunggu."
Mu Qiu tentu saja bisa sabar, tapi waktu Mu Qiu tak lama lagi dan dia tak bisa sabar menunggu!
Mu Mian sudah menjalankan bisnis selama bertahun-tahun dan perjalanannya tidak selalu mulus. Ia tahu benar, percuma saja jika ia menyalahkan Tuhan. "Terima kasih, Dokter," ucapnya. Setelah pamit kepada sang dokter, Mu Mian tak berani lagi kembali ke kamar Mu Qiu.
Dia turun dan mencari mobilnya, kemudian berkata kepada sopirnya, "Ke kantor."
"Baik, Pak."
Setelah duduk di dalam mobil, Mu Mian merenungkan kejadian menghilangnya Song Fei dalam diam.
Orang yang sudah tertidur selama delapan tahun dan sama sekali tidak bisa bergerak, mana mungkin bisa langsung bangun begitu saja? Kalau terbangun, itu adalah hal baik, tapi ini justru menghilang...
Aku tak tahu situasinya, tapi kurasa mungkin ada orang yang hendak membunuhnya di sanatorium!
Mu Qiu tak sadar melontarkan kata-kata itu dan membuat Mu Mian terkejut.
Harusnya tidak mungkin ...
Sebelumnya, Mu Qiu memahami bahwa sebelum antrean Mu Qiu, ada pasien lain yang juga punya rhesus darah negatif yang sedang mengantre untuk menjalani transplatasi jantung. Jadi, jika ada seseorang yang mendonorkan jantung, maka antrean yang lebih dulu yang akan diprioritaskan, jika donornya cocok.
Peluang Mu Qiu untuk mendapat jantung yang cocok bahkan lebih rendah.
Semakin Mu Mian memikirkannya, semakin ia takut. Ia takut putri semata wayangnya meninggal dan ia juga takut Du Tingting putus asa atas kematian putri mereka.
Mu Qiu terlahir dengan penyakit jantung bawaan. Saat itu, keterampilan medis belum sebaik sekarang, dan dokter merasa tidak yakin untuk melakukan operasi terhadapnya. Oleh karena itu, dokter menyarankan untuk menunggu Mu Qiu tumbuh dewasa dan melakukan operasi setelah penyakitnya berkembang.
Delapan tahun lalu, terjadi gempa bumi yang sangat hebat di Kota Bijiang yang mengguncang Tiongkok dan negara tetangga di sekitarnya. Sebagai pemilik perusahaan, Mu Mian menyumbangkan satu juta material untuk menciptakan citra positif tentang dirinya. Selain itu, secara pribadi, ia bekerja sebagai sukarelawan penyelamat di lokasi gempa.
Sungguh mengejutkan karena pada akhirnya ia bertemu Song Fei dan Song Ci.
Saat itu, Song Ci berhasil diselamatkan setelah terperangkap selama lima hari di dalam tanah. Ia jatuh pingsan karena pendarahan yang berlebihan. Beberapa sukarelawan ingin mendonorkan darahnya, tapi dokter yang merawatnya saat itu memberi tahu bahwa Song Ci memiliki darah dengan rhesus negatif dan tidak cocok dengan golongan darah mereka.
Saat itu, Mu Mian sedang duduk dan memakan beberapa biskuit. Saat mendengar kata 'rhesus negatif', Mu Mian langsung teringat Mu Qiu.
Dokter berkata bahwa selama Mu Qiu masih mengalami serangan jantung di masa mendatang, ia harus menjalani transplatasi jantung. Bagaimana mungkin menemukan donor jantung dengan rhesus negatif semudah itu?
Mu Mian terus menatap gadis yang tertidur itu. Pikiran jahat langsung terlintas di benaknya saat itu. Daripada menunggu Mu Qiu menemukan donor jantung yang cocok dan bersedih saat penyakit jantung Mu Qiu kambuh, lebih baik bersiap lebih dulu dan membesarkan jantung yang sehat untuk Mu Qiu ....
Saat itu, Mu Mian terus mengawasi Song Ci dan diam-diam mengambil sebagian darah Song Ci dan mengirimkan sampel darah itu untuk dicocokkan dengan darah Mu Qiu. Hasil tes darah membuktikan bahwa rhesus darah keduanya cocok.
Jadi, saat misi tim SAR sudah selesai, Mu Mian mencari petugas pemerintah dan mengajukan hak asuh untuk mengadopsi Song Ci. Ia cukup kaya dan punya citra yang positif di mata masyarakat, sehingga proses adopsi Song Ci berjalan lancar.
Sedangkan merawat Song Fei yang mati otak bisa dikatakan sebagai hadiah yang dibayar Mu Mian untuk jantung Song Ci di depan.
Pebisnis, jangan pernah melakukan bisnis yang merugikan.