Happy reading
Berlian berjalan ke dalam rumah dan menaiki anak tangga. Rayn San mengikutinya dari belakang. Dia tidak bisa menahan senyumannya di wajah. Hatinya merasa sangat senang saat mendengar jawaban terakhir dari Berlian.
Saat keduanya telah sampai di lantai dua. Keduanya memasuki kamar tidur. "Kalau begitu, aku mandi dulu." Rayn San melepaskan dasinya sambil berbicara. Berlian mengangguk dan duduk di atas kasur sambil menyandarkan kepalanya di tempat tidur. Dia mengecek pesan dari temannya.
Jovita mengirimnya sebuah pesan yang berisi kutukan dari perbuatan keluarga Zein.
Beberapa menit berlalu, Rayn San selesai mandi, dia kembali ke kamar tidur. Senyumnya melengkung saat melihat Berlian yang ketiduran. Dia melangkah ke arahnya lalu membenarkan posisinya sambil berkata, "Selamat tidur, sayangku."
Rayn San dan teman-temannya akan mengadakan pertemuan. Biasanya pertemuan itu dilakukan 1 bulan sekali tetapi mereka sudah lama tidak bertemu karena kesibukan masing-masing. Oleh karena itu, nanti malam adalah moment yang tepat untuk bertemu dengan mereka. Lagi pula, dia datang bersama istrinya.
Teman-teman yang akan datang, hanyalah teman masa kecilnya dan memintanya untuk makan bersamanya karena salah satu diantara mereka ada yang berulang tahun, jadi dia mengajak istrinya untuk ikut dengannya.
Jam menujukan pukul 7 malam, Berlian yang berpakaian rapi telah siap untuk pergi bersama Rayn San. Malam itu, dia mengenakan gaun berwarna coklat muda dengan ikat pinggang yang membuat dia terlihat semakin ramping. Meskipun wajahnya di lapisi oleh riasan tipis tetapi dia terlihat sangat cantik dan sempurna.
Berlian berputar di depan Rayn San, dengan menggunakan gaun yang panjang selutut. Dia bergumam, "Apakah aku sudah terlihat cantik?"
Rayn San tersenyum sebelum dia memjujinya, "Tentu saja. Mereka akan terpana saat melihat kecantikan istriku. Kau sempurna."
Berlian tersimpuh, wajahnya memerah karena malu. Dia berjalan ke arah Rayn San dan mengusap lengannya, "Ayo kita pergi, semuanya akan baik-baik saja selama aku tidak mempermalukanmu,"
"Aku pikir mereka akan terkejut melihat kita." Bibir Rayn San melengkung dan meraih tangannya dan mengecup lembut. Berlian tercegang dan tidak bisa marah dengan tindakan Rayn malam ini.
Mobil Aston Martin terparkir di halaman vila. Rayn San dan Berlian berjalan menuju mobil. Di sana, sudah ada Kevin yang berdiri di depan mobil. Dia membungkuk dengan hormat, "Tuan, Nyonya, silahkan."
Setelah Rayn San masuk ke dalam mobil. Kevin membukakan pintu untuk Berlian. "Terima kasih," ucap Berlian sambil tersenyum.
Kevin mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil. Setelah memasangkan sabuknya, Kevin bertanya, "Tuan, kita akan ke mana?"
Rayn San memberikan alamat tempat temannya menggelar pesta. Kevin memasukan di peta navigasi dan setelah itu dia menghidupkan mesin. Mobil melaju membelah keramaian kota di malam hari.
Setelah beberapa menit berlalu, Rayn San dan Berlian tiba di tempat itu. Mobilnya memasuki pelataran parkir dan menepi. Kevin segera keluar untuk membukakan pintu untuk Rayn San dan Berlian.
"Kamu bisa pergi."
Kevin mengangguk dan segera kembali ke mobilnya. Sedangkan Rayn San dan Berlian melangkah ke dalam restoran tersebut. "Tampaknya restoran ini sangat sepi?"
"Tidak, mungkin karena kau belum pernah datang ke sini. Kita akan lihat suasananya saat masuk ke dalam."
"Baiklah." Berlian mengangguk dan mereka kembali berjalan bersisian melangkah ke dalam ke gedung.
Keduanya berjalan menuju ke arah lift. Setelah lift itu terbuka, kemudian mereka masuk ke dalam lift tersebut. 5 menit kemudian, pintu lift terbuka.
Rayn San meraih tangan Berlian dan mengamitnya keluar dari lift. Keduanya kembali berjalan melewati koridor yang tenang dan akhirnya berhenti di depan ruangan pribadi yang sangat megah.
Rayn San mengangkat tangannya dan mengetuk pintu. Saat pintu terbuka, seorang pria yang keluar melihat Rayn San dengan kaget karena Rayn mengandeng tangan Berlian. "Ka-kakak, kau sudah datang."
Suaranya sedikit gugup karena terkejut melihat Berlian. Matanya berbinar-binar saat dia memandangi berlian namun, di waktu yang bersamaan pula Kevin datang menemui Bossnya untuk menyerahkan tas milik Berlian yang tinggal di dalam mobil.
"Kevin, kau ada di sini," sapa Erik. Kevin mengangguk. Rayn San dan Berlian menoleh ke arah Kevin bersamaan. "Ada apa?"
"Nyonya, aku ke sini, hanya untuk mengembalikan tasmu yang ketinggalan di dalam mobil."
Kevin menyodorkan tas ke arah Berlian. Gadis itu segera mengambilnya. "Terima kasih," ucapnya kemudian.
Erik terpaku dengan kata-kata Kevin memanggil dirinya Nyonya, "Apa katamu? Siapa dia?"
Kevin menatap Erik dengan ekpresi bingung, "Nyonya Rayn San?"
Kevin mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan dari Erik, lalu pandangannya beralih ke arah Rayn San. Seolah-olah dia meminta penjelasan dari ucapan yang dia dengar tadi.
"Kenapa? Kau mau bilang kalau aku tidak pantas memiliki istri seperti dia dan kau mau mengejekku?" tanya Rayn San dengan senyuman tipisnya.
"Benarkah, dia istrimu?" tanya Erik balik.
"Menurutmu, jika bukan istriku lalu dia siapa?"
"Iya, Tuan Muda Devin. Nyonya adalah istri dari Tuan Muda Rayn San." Kevin mengumpulkan keberanian untuk menjawab dan menjelaskan siapa gadis yang berdiri bersama Bossnya.
"Terima kasih, sudah menjelaskan. Jika tidak ada hal yang lain, kau boleh pergi." Kevin mengangguk dan berbalik menuju ke mobil.
"Berapa lama lagi kita akan masuk?" tanya Berlian yang sudah lelah berdiri.
Erik melambaikan tangannya dan mempersilahkan mereka masuk. Erik masih tidak percaya jika Rayn San sudah menikah. Bukankah dia terkenal dengan lelaki introvert yang tidak menyukai wanita? Lagi pula, mereka juga tidak pernah melihat Rayn San dekat dengan wanita lain. Dia menggelengkan kepalanya dan menepuk pelan pipinya. "Aku tidak sedang bermimpi."
"Kak Rayn dan Kakak ipar ada di sini."
"Di mana?"
Suara pria asing lain terdengar. Berbagai ocehan terdengar dari dalam ruangan tersebut. Rayn San dan Berlian berjalan menuju ruang tamu. Di sana sudah ada beberapa orang yang hadir. Sepertinya mereka adalah anggota dari keluarga yang kaya raya. Penampilan mereka yang cantik dan elegan.
Saat Berlian dan Rayn San memasuki ruang tamu, tiba-tiba suasana menjadi hening. Tatapan semua orang yang berada di dalam ruangan itu tertuju pada Berlian. Wajah mereka di penuhi dengan rasa ingin tahu yang dalam.
Berlian hanya berdiri dan terdiam. Cahaya terang mulai menyinari wajahnya sehingga menciptakan sebuah bayangan yang indah. Senyuman menawan terlihat di bibir tipisnya. Matanya jernih dan lincah. Alisnya yang halus membuat sosoknya terlihat tegas. Kepribadiannya terlihat nyata dan gaun yang dia kenakan menambahkan kesempurnaan dari keseluruhan sosoknya. Melihat hal itu, semua orang merasa mudah tertarik padanya.
Ketika mereka mulai memperhatikan penampilan Berlian dari mulai ujung kepala sam ujung kaki, dia pun melakukan hal yang sama pada mereka.
Bersambung