Gu Changdi terus mengamati Tan Guxian yang sedang memeriksa Lin Xiang. Ia beralih memandangi Meimei yang baru datang sambil membawa semangkuk bubur di atas nampan. Gu Changdi memang memberi perintah pada Meimei agar menyiapkan bubur untuk Lin Xiang. Ia sudah menduga kondisi Lin Xiang tidak begitu baik.
"Gejala demam," jawab Tan Guxian saat Su Rongyuan menanyakan kondisi Lin Xiang. "Detak jantungmu cepat sekali. Apa kau merasa gugup?"
Lin Xiang menggeleng pelan. "Lebih tepatnya sedikit tertekan," jawabnya jujur.
"Ah," Tan Guxian mengangguk paham, "Karena berita tentang kalian?"
"Ya," Lin Xiang menghela napas panjang. "Apa aku boleh mengonsumsi obat penenang?"
"Kau tidak perlu mengonsumsi obat seperti itu." Tan Guxian melirik Gu Changdi yang tampak menunggu dengan wajah khawatir. "Kurasa obat penenang terbaik sudah kau miliki."
Menyadari arah pandangan Tan Guxian, wajah Su Rongyuan berubah geli. "Ibu setuju dengan ucapan Guxian," sahutnya lantas tertawa bersama Guxian dan Meimei.
Wajah Lin Xiang langsung merona usai mengetahui apa yang dimaksud ketiga orang itu. Tak terkecuali Gu Changdi yang hanya menggelengkan kepala melihat reaksinya.
"Sudahlah, berhenti menggoda Lin Xiang," Gu Changdi mendekati ranjang lantas menatap kesal pada gadis itu. "Jangan harap aku mengizinkanmu untuk mengonsumsi obat penenang. Itu bukan solusi yang bagus."
Lin Xiang mengerucutkan bibirnya kesal. "Aku 'kan hanya bertanya saja."
"Jangan mainkan bibirmu seperti itu jika tidak ingin kumakan."
"Ish!" Mata Lin Xiang melotot lucu.
Tawa Su Rongyuan pecah. Ia tak habis pikir Gu Changdi mewarisi sifat mesum mendiang suaminya.
"Sekarang makan buburmu sampai habis lalu minum obat sesuai saran Kak Guxian," Gu Changdi mengambil mangkuk bubur dari atas nakas. Ia bersiap menyuapkan bubur ke mulut Lin Xiang, namun gadis itu menahan pergelangan tangannya.
"Kau juga harus makan," pinta Lin Xiang dengan wajah khawatir. "Aku tidak mau kau terlalu fokus mengurusiku sampai kau mengabaikan kesehatanmu sendiri."
Ada rasa haru dalam benak Gu Changdi mendengar permintaan Lin Xiang. "Tidak perlu. Aku nanti saja."
"Aku tidak akan makan sebelum makan malammu siap." Lin Xiang melirik Meimei. "Tolong—"
"Nona tidak perlu khawatir. Saya akan membawakan makan malam untuk Tuan Gu Changdi secepatnya," potong Meimei sudah menebak arah pembicaraan Lin Xiang. Majikannya itu tersipu malu dengan bibir tersenyum lebar.
"Terima kasih." Lin Xiang beralih memandangi Su Rongyuan. "Ibu juga harus makan sekarang. Aku tidak mau Ibu jatuh sakit."
Su Rongyuan mengangguk, kemudian mengecup kening Lin Xiang dengan penuh kasih sayang.
"Kakak ...."
Tan Guxian terkejut saat Lin Xiang tiba-tiba memanggilnya. Ia sempat menangkap tatapan tajam yang dilayangkan Gu Changdi untuknya.
"Kalau tidak keberatan, Kakak ikut makan malam di sini. Kakak pasti repot sekali sudah datang ke sini hanya untuk memeriksa kondisiku," pinta Lin Xiang. Ia bisa membayangkan betapa Tan Guxian ikut kerepotan menghadapi para wartawan yang masih bertahan di luar mansion.
Bibir Guxian melengkung sempurna. Kini dia mengerti kenapa sosok gadis di depannya sangat berarti bagi Gu Changdi.
"Terima kasih, Lin Xiang. Ini memang sudah tugasku sebagai dokter. Kau tidak perlu khawatir," Tan Guxian tersenyum ringan. "Sebenarnya aku ingin, tapi aku harus secepatnya kembali ke rumah sakit."
Lin Xiang mencebilkan bibirnya mendengar penolakan halus dari Tan Guxian.
"Lain kali, aku akan meluangkan waktu untuk makan malam bersama kalian," ucap Tan Guxian dengan cepat tak ingin membuat mood Lin Xiang memburuk.
"Benarkah?" mata Lin Xiang berbinar terang, "Janji, ya?"
Tan Guxian mengangguk, kemudian tertawa kecil melihat wajah kusut di sebelah Lin Xiang. "Aku pamit. Jaga kondisi Lin Xiang sebaik mungkin dan pastikan dia selalu tenang."
"Aku mengerti, terima kasih sudah ke sini," balas Gu Changdi sedikit ketus. Agaknya pria itu sedikit cemburu dengan sikap lembut Lin Xiang terhadap Guxian.
Tan Guxian undur diri meninggalkan kamar Lin Xiang, bersamaMeimei yang harus secepatnya kembali membawakan makan malam untuk Gu Changdi.
"Gu Changdi, apa Kakek sudah pulang?" tanya Lin Xiang tiba-tiba.
"Ngg ... aku rasa belum." Gu Changdi menautkan kedua alisnya, "Memangnya kenapa?"
"Ini sudah jam makan malam. Aku khawatir jika Kakek sampai melupakan jam makannya. Oh iya, di mana Feng Yan? Apa tadi dia sudah berhasil mengantar Wanwan pulang dengan selamat? Ah, jangan lupa untuk memastikan semua pekerja di sini sudah makan malam."
Gu Changdi dan Su Rongyuan tertawa geli melihat sikap Lin Xiang yang begitu manis memperhatikan orang-orang di mansion mereka. Gadis itu memang sudah mengubah suasana di dalam mansion yang hampir setiap hari dipenuhi keceriaan berkat dirinya. Bahkan para pekerja di mansion itu sangat menyayangi Lin Xiang karena sikap lembut dan perhatian yang diperlihatkan gadis itu terhadap mereka.
Selang beberapa menit setelah obrolan mereka, pintu kamar Lin Xiang terbuka. Menampilkan sosok Gu Jinglei yang datang bersama Su Huangli.
"Kakek!" Lin Xiang berseru dengan gembira. Membuat Gu Jinglei tersentak kaget, namun dengan tenang menghampiri gadis itu.
"Kakek baru pulang? Kebetulan sekali aku baru saja bertanya pada Gu Changdi kapan Kakek pulang," lanjut Lin Xiang.
Semua orang melongo melihat perubahan sikap Lin Xiang yang begitu drastis. Memang hanya bersama Gu Jinglei saja Lin Xiang terlihat sangat manja, bahkan lebih manja dibandingkan saat ia bersama Gu Changdi.
Sejak kecil, Lin Xiang belum pernah bertemu dengan kakek dan neneknya, baik dari pihak mendiang ayah maupun ibunya. Berinteraksi dengan Gu Jinglei, Lin Xiang seolah mendapatkan kesempatan untuk merasakan masa kecil yang seharusnya bisa dia nikmati bersama kakek maupun neneknya.
"Bagaimana kondisi calon cucu menantu Kakek yang cantik ini, hm?"
Gu Changdi dan Su Rongyuan kompak memutar bola matanya jengah. Kini mereka tahu dari mana keahlian merayu wanita yang dimiliki para pria dari keluarga Gu.
"Kak Guxian bilang aku demam dan harus beristirahat," jawab Lin Xiang dengan riang. "Oh iya, apa Kakek sudah makan malam?"
"Kakek baru saja sampai."
"Benar juga, aku lupa. Hehe ..."
Gu Jinglei mengusap gemas kepala Lin Xiang yang disambut dengusan kesal dari Gu Changdi. Pria itu iri sekali melihat interaksi Lin Xiang dengan kakeknya.
"Kau kenapa?" tanya Su Huangli sambil menahan tawa.
"Tidak apa-apa." Gu Changdi menjawab dengan ketus. "Sebaiknya kalian makan malam sekarang. Biar aku yang menemani Lin Xiang di sini."
"Kau mengusir kami?" tanya Gu Jinglei dengan mata memicing.
"Benar. Itu karena kalian menganggu," jawab Gu Changdi tanpa ragu.
"Gu Changdi kau tidak sopan," tegus Lin Xiang. "Kakek, maafkan Gu Changdi. Dia memang suka berbicara seenaknya ...."
"Oh, ayolah. Kenapa kau justru lebih memilih Kakek daripada aku ,Sayang?"
"Itu karena kau menyebalkan!" Lin Xiang mendengus kesal, "Biar Kakek saja yang suapi aku."
"Baiklah, dengan senang hati."
"JANGAN!"
Su Rongyuan dan Su Huangli tertawa melihat kelakuan kakek dan cucu yang memperebutkan perhatian Lin Xiang.
"Sudah, Ayah. Jangan menggoda Changdi," Su Rongyuan mendekati Gu Jinglei lantas memeluk lengan pria itu. "Sebaiknya kita biarkan mereka memiliki waktu berdua saja."
Gu Jinglei tertawa kemudian memandangi Lin Xiang yang tersenyum lebar.
"Kakek boleh bertanya sesuatu?"
Lin Xiang mengangguk.
"Soal berita itu, apa kau marah pada Kakek?"
"Jadi benar Kakek yang menyebarkannya?" tanya Lin Xiang memastikan.
"Ya. Maaf jika berita itu membuatmu berada di posisi sulit karena mendapat tekanan dari luar," Gu Jinglei mengusap lembut wajah Lin Xiang. Sorot matanya tampak sendu, merasa bersalah pada gadis cantik di depannya.
"Aku mengerti. Kakek pasti mempunyai alasan kenapa melakukannya. Aku harap Kakek mau memberitahu alasannya pada kami," pinta Lin Xiang yang disetujui Gu Changdi.
"Tentu, tapi tidak sekarang. Tunggu sampai kondisimu membaik seperti semula," ujar Gu Jinglei, kemudian beralih memandangi Gu Changdi. "Kau harus selalu berada di sisi Lin Xiang."
Gu Changdi mengangguk. Ia pun tidak bertanya banyak karena menghormati keputusan Gu Jinglei. Toh dirinya memang harus lebih fokus pada kondisi Lin Xiang.
Reaksi yang berbeda jelas terlihat dari wajah Su Rongyuan. Wanita itu berusaha menuntut penjelasan Gu Jinglei melalui lirikan matanya.
"Ayo." Gu Jinglei mengajak Su Rongyuan keluar kamar. "Huangli, kau juga sebaiknya makan malam di sini."
"Baik, Kakek."
Sepeninggalan ketiga orang itu, Gu Changdi menatap kesal ke arah Lin Xiang yang masih memasang wajah tanpa dosa.
"Kenapa?"
"Kau benar-benar minta dihukum." Gu Changdi menyeringai dan membuat Lin Xiang bergidik ngeri. Ia sedikit memundurkan posisi hingga punggungnya menyentuh headboard ranjang.
"Ka-kau mau apa?" Lin Xiang menarik selimutnya, "Jangan berbuat macam-ma—"
Lin Xiang mematung saat merasakan benda kenyal menyentuh bibirnya.
"Nah, ini hukuman yang akan selalu kuberikan padamu jika kau membuatku kesal. Bagaimana? Kau pasti menyukainya."
"Dasar mesum!" Lin Xiang langsung menutupi wajahnya yang merah padam disusul tawa kencang milik Gu Changdi.
TO BE CONTINUED