Shen Wanwan menatap horor pada Lin Xiang yang menyantap es krim berukuran jumbo. Ia melirik Feng Yan yang rupanya ikut takjub—atau mungkin sama-sama syok seperti dirinya.
Sadar sedang diperhatikan, Lin Xiang memicingkan mata pada dua orang di depannya.
"Ada apa dengan ekspresi kalian?" selidik Lin Xiang dengan bibir mengerucut imut. "Dan kenapa kalian tidak memakan es krim itu?"
"Kami merasa kenyang setelah melihat ukuran es krim milikmu," seloroh Shen Wanwan yang disambut delikan lucu mata Lin Xiang. "Kau tidak takut sakit perut jika memakan es krim sebanyak itu?"
"Tidak!" jawab Lin Xiang cuek dan kembali menyantap es krim kesukaannya.
Shen Wanwan memutar bola matanya jengah, sedangkan Feng Yan hanya terkikik melihat interaksi keduanya.
"Lin Xiang, bisakah kau cepat sedikit? Aku harus kembali ke kafe," cicit Shen Wanwan mulai gemas lantaran Lin Xiang seolah sengaja menikmati es krim dalam tempo sangat pelan.
"Hmph! Kau ini tidak bisa mengerti esensi menikmati es krim!"
Shen Wanwan melotot. Rasanya semenjak gadis itu tinggal di mansion keluarga Gu, Shen Wanwan bisa melihat sisi asli seorang Lin Xiang. Selama ini Lin Xiang selalu berusaha tampak kuat di hadapan banyak orang.
Sejatinya, Lin Xiang hanyalah sosok gadis yang haus akan kasih sayang dan perhatian orang-orang terdekatnya. Ia kehilangan masa kecil yang bahagia semenjak kepergian orang tuanya.
'Kabar mengejutkan datang dari dunia bisnis. Presdir Royal Grup saat ini, Gu Changdi, dikabarkan akan segera melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat.'
Lin Xiang menghentikan kegiatannya setelah mendengar suara dari TV. Ia mendapati wajah Shen Wanwan dan Feng Yan berubah horor, dan mendorongnya untuk ikut menengok arah TV yang ada di belakangnya. Matanya membulat sempurna setelah menemukan layar TV tengah memperlihatkan foto Gu Changdi. Berdampingan dengan foto seorang gadis yang tidak lain adalah dirinya sendiri.
'Sebagai pendiri Royal Group sekaligus kakek dari Gu Changdi, Gu Jinglei membenarkan jika cucunya tengah menjalin hubungan dengan seseorang. Gadis tersebut diketahui bernama Lin Xiang. Seseorang yang merupakan teman Gu Changdi semasa kecil.'
Bibir Lin Xiang mengatup rapat. Ia syok atas berita yang baru saja beredar. Reaksi yang sama pun terlihat di wajah Shen Wanwan dan Feng Yan yang seketika memandangi sekeliling dengan waspada. Mengingat beberapa pengunjung dan pelayan di kedai mulai melirik ke arah mereka.
"A-Apa yang sebenarnya terjadi?"
Lin Xiang ingin mengeluarkan suaranya lagi namun tertahan setelah menangkap beberapa pasang mata menatap ke arahnya. Tubuh Lin Xiang seketika menegang. Ia bisa merasakan tatapan mengejek dan meremehkan ditujukan padanya.
"Bukankah itu gadis yang ada dalam foto tadi?"
"Dia memakai kursi roda. Apakah gadis itu cacat?"
"Mana mungkin pria sempurna seperti Gu Changdi menikahi gadis cacat seperti dia? Itu mustahil."
GREP!
Lin Xiang terkesiap ketika merasakan tubuhnya serasa melayang di udara. Rupanya dia sudah berpindah dalam gendongan Feng Yan.
"Kita harus secepatnya meninggalkan tempat ini, Nona."
Feng Yan melirik Shen Wanwan untuk membawakan kursi roda milik Lin Xiang. Situasi dalam kedai mulai ricuh berkat nada sumbang orang-orang yang mulai menyadari siapa Lin Xiang. Disertai berbagai cercaan yang meluncur dengan kurang ajar dari mulut mereka.
"Aku mau pulang ...," lirih Lin Xiang ketakutan.
"Baik, Nona." Feng Yan memberi isyarat pada Shen Wanwan untuk bergegas. Gadis itu mengangguk sependapat.
Masa bodoh dengan es krim mereka yang belum habis. Sekarang yang terpenting adalah membawa Lin Xiang pergi sebelum para wartawan mengetahui keberadaannya.
***
Mobil yang dinaiki Gu Changdi masih tertahan di persimpangan jalan. Ia tidak tahu kenapa jalan menuju kantornya macet total. Beberapa kali pria itu mendesah kesal lantaran ingin secepatnya tiba di kantor usai mengantar Lin Xiang terapi.
DRRT! DRRT!
Gu Changdi terkesiap menyadari ponselnya tiba-tiba berdering keras. Langsung saja ia menerima panggilan yang baru saja masuk dari Su Huangli.
"Halo?" Gu Changdi memandangi sekeliling. "Aku masih terjebak di jalan. Di depan sepertinya macet sehingga kami masih berada di persimpangan jalan. Aku sudah berada tak jauh dari kantor—"
"Sebaiknya kau tidak datang ke kantor hari ini, Gu Changdi."
Gu Changdi menautkan kedua alisnya. "Kenapa?"
"Lihat berita di internet dan kau akan tahu jawabannya."
"Apa?" Gu Changdi terkejut mendapati panggilan sudah terputus. "Halo? Kak?!"
Pria itu berdecak kesal dan secepat kilat mengambil tablet yang ada di sampingnya. Ia mulai membuka beberapa situs internet untuk mencari berita terkini.
"Memangnya ada berita apa sampai aku ...," kalimat Gu Changdi menggantung setelah menemukan foto-foto dirinya dan Lin Xiang terpajang sempurna di berita utama. Bola mata itu nyaris keluar dari sarangnya ketika Gu Changdi membuka satu per satu artikel dengan berita yang sama.
Rencana pernikahannya dengan Lin Xiang.
"Kakek!" Gu Changdi langsung berteriak nyaring usai menebak dengan tepat siapa dalang di balik beredarnya berita hari ini. Belum sempat ia menghubungi Gu Jinglei, ponselnya kembali berdering.
Agaknya kekesalan Gu Changdi tak berkurang setelah ia mendapat panggilan dari Su Rongyuan.
"Ha—"
"Gu Changdi kau di mana sekarang? Ibu melihat fotomu dan Lin Xiang muncul dalam berita? Apa yang sebenarnya terjadi?!"
Gu Changdi menarik napas panjang. "Ibu, aku mohon tenang dulu. Aku sendiri juga masih kaget dan aku tidak tahu apapun. Sebaiknya Ibu bertanya pada Kakek karena aku yakin Kakek yang bertanggung jawab atas semua ini," tuturnya seraya memijat pelipis.
"Baiklah, Ibu akan bertanya pada kakekmu. Ibu tenang sekarang karena Ibu yakin kau masih bersama Lin Xiang. Setidaknya dia aman dari kejaran wartawan—"
"ASTAGA, LIN XIANG!"
"Ada apa, Changdi? Kenapa kau berteriak?! Apa terjadi sesuatu pada Lin Xiang?!"
Gu Changdi merutuki kebodohannya yang baru sadar jika Lin Xiang tidak bersama lagi dengannya. Ia menyadari kebodohannya karena kelepasan bicara dan sukses membuat ibunya dilanda kepanikan.
"Maaf, Bu. Nanti kuhubungi lagi."
"Tunggu—"
PIP!
Gu Changdi tak punya pilihan selain terpaksa memutus sambungan secara sepihak. Sekarang kepalanya hanya dipenuhi oleh Lin Xiang seorang.
"Putar balik. Kita harus mencari Lin Xiang," titah Gu Changdi pada supir pribadinya. Setelah itu Gu Changdi mencoba menghubungi Feng Yan namun tak kunjung mendapatkan jawaban. Ia pun mengumpat kasar dan berakhir mencengkeram erat ponselnya.
"Semoga kau berada di tempat yang aman, Lin Xiang."
***
London, Inggris
Sosok pria berperawakan jangkung terlihat berdiri di dekat jendela kamar apartemen mewah yang ada di pusat kota London. Ia menikmati sarapan pagi sambil memandangi keadaan kota London dari balik kaca jendela. Pria itu tampak menyesap kopi kesukaannya dengan raut wajah tenang.
"Tuan Li?"
Pria itu menoleh ke samping, hanya untuk menemukan sosok sekretarisnya sudah berdiri sambil menyodorkan ponsel kepadanya.
"Nyonya menelepon Anda."
Pria itu menerimanya dengan senang hati, lantas melakukan pembicaraan dengan si penelepon yang tidak lain adalah ibunya.
"Ada apa, Bu?"
"Kau sudah melihat berita di internet?"
"Berita?" Pria itu menyesap cairan warna cokelat pekat dalam cangkir. "Memang ada berita apa?"
"Adik sepupu kesayanganmu akan segera menikah. Kau pasti terkejut."
Sekilas mata pria itu membelalak sempurna, memperlihatkan kilatan api kemarahan namun segera berganti dengan sorot mata tenang.
"Benarkah? Wah, ini kabar yang sangat mengejutkan."
"Kau harus secepatnya pulang ke Beijing."
PIP!
Pria itu tertawa kecil mengetahui ibunya dengan sengaja memutus obrolan mereka secara sepihak. Ia menoleh ke samping, meletakkan cangkirnya sembari menatap tajam pada sekertaris pribadinya.
"Siapkan tiket pesawat. Aku harus secepatnya kembali ke Beijing," titahnya dengan tegas.
"Baik, Tuan Li Heinan."
Sepeninggalan sang asisten, pria itu berjalan mendekati sofa. Duduk di sana sambil membuka tablet miliknya, mulai mencari artikel berita yang dibicarakan ibunya.
Seringaian itu muncul ketika ia berhasil mendapati foto-foto yang muncul dalam berita utama.
"Menarik," pria itu tersenyum menyeringai, "Kejutan yang menyenangkan."
Dan kejutan lain telah menantimu di depan mata
"Sudah waktunya aku kembali ke Beijing," pria itu menghela napas, "Kita akan bertemu lagi Gu Changdi."
TO BE CONTINUED