Keesokannya, sesuai jadwal Lin Xiang menjalani terapi didampingi Gu Changdi. Sedikit demi sedikit kondisi Lin Xiang mulai membaik. Walau rasa sakit itu masih ada setiap kali Lin Xiang mencoba untuk melangkahkan kakinya.
"Pelan-pelan saja. Kau tidak perlu memaksakan diri," tutur Bai Sichan selaku dokter yang menangani kondisi Lin Xiang. Salah satu rekan Tan Guxian yang juga menjadi ahli fisioterapis.
Lin Xiang mengangguk kecil. Ia mencengkeram kuat besi penyangga yang ada di kedua sisinya. Sesekali gadis itu merintih kesakitan, saat kembali menegakkan tubuh sembari mencoba melangkahkan kaki untuk berjalan ke depan.
"Akh!" pegangan tangan Lin Xiang terlepas. Gu Changdi yang turut berada di ruangan refleks menahan tubuh Lin Xiang sebelum gadis itu terjatuh.
"Masih kuat?" tanya Gu Changdi memastikan.
"Tidak. Punggungku sakit," cicit Lin Xiang sembari mencengkeram kuat kemeja Gu Changdi. Pria itu mengangguk paham, lantas melirik Bai Sichan.
"Aku mengerti."
Bai Sichan duduk kembali di kursinya, sementara Gu Changdi membawa Lin Xiang ke kursi roda. Keduanya menghampiri Bai Sichan yang terlihat serius di depan layar komputer. Membaca hasil catatan medis dan perkembangan terapi Lin Xiang dari hari ke hari.
"Memar di bagian kakimu perlahan mulai berkurang. Tapi punggungmu masih terasa sakit setiap kau mencoba untuk menegakkan tubuhmu. Benar?"
Lin Xiang mengangguk. "Apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Kita akan tetap melanjutkan metode terapi seperti biasa. Namun, aku sarankan agar kau memakai korset khusus untuk sementara waktu. Tujuannya menjaga posisi tulang belakangmu tetap tegak, dan kau tidak akan sembarangan bergerak sampai kondisimu benar-benar pulih seperti semula," terang Bai Sichan.
Lin Xiang mencebil imut. Ia sempat menolak memakai korset khusus sebelumnya, lantaran merasa tidak nyaman. Jika sudah begini keadaannya, Lin Xiang tidak punya alasan lagi untuk menolaknya.
"Percayalah, kau akan segera berjalan lagi kalau kau mau mendengarkan nasehatku," ucap Bai Sichan mengingatkan.
"Aku mengerti. Terima kasih, Kak," sahut Lin Xiang dengan nada lesu. Gu Changdi yang melihatnya langsung meraih tangan Lin Xiang, memberikan keyakinan pada gadis itu untuk percaya bahwa dia akan lekas pulih seperti semula.
"Kami permisi. Terima kasih sudah membantu Lin Xiang hari ini, Kak," tutur Gu Changdi ketika melihat Feng Yan dan Shen Wanwan sudah berdiri di depan pintu ruangan.
Feng Yan memang ditugaskan sebagai pengawal pribadi Lin Xiang, lain halnya dengan Shen Wanwan yang dipaksa ikut menemani atas permintaan Lin Xiang.
Salahkan Lin Xiang yang merengek tadi pagi, meminta pada Gu Changdi agar Shen Wanwan diperbolehkan ikut menemaninya.
"Kau harus kembali ke kantor bukan?" tanya Lin Xiang ketika mereka berhenti di bagian kasir dan pengambilan obat. Bersama Gu Changdi dan Shen Wanwan, dia menunggu Feng Yan membayarkan biaya terapi sekaligus mengambil korset khusus sesuai anjuran Bai Sichan.
Gu Changdi mengangguk kecil. "Setelah ini kau mau ke mana?" tanyanya memastikan.
"Aku ingin jalan-jalan bersama Shen Wanwan dan Feng Yan. Boleh?"
Glek!
Gu Changdi meneguk ludahnya dengan kasar lantaran Lin Xiang mengeluarkan jurus kitty eyes andalannya. Ia menatap Shen Wanwan sekilas. Rupanya gadis itu menahan tawa—kentara dari bibirnya yang berkedut.
"Hanya sebentar saja, oke? Setelah itu kau harus pulang," kata Gu Changdi terpaksa memberi izin. Ia tidak mau membuat gadisnya merajuk yang berujung perang dingin jika permintaannya tidak dituruti.
"Kau yang terbaik!" seru Lin Xiang heboh dan dibalas kekehan ringan milik Gu Changdi. Ia memandang ke arah Feng Yan yang baru saja kembali.
"Jika terjadi apa-apa segera hubungi aku. Mengerti?"
Feng Yan mengangguk mantap. Ia memandangi interaksi dua sejoli yang ada di depannya.
"Aku pergi dulu." Gu Changdi berpamitan sambil mencium kening Lin Xiang. Gadis itu merona lantaran mereka menjadi pusat perhatian. Sedikit malu atas sikap Gu Changdi yang dengan santai mencium keningnya di tempat umum.
"Kau menyebalkan!"
Gu Changdi hanya tertawa menanggapi, setelahnya berpamitan pada Feng Yan dan Shen Wanwan. Menitipkan gadisnya pada mereka untuk dijaga sebaik mungkin.
"Dia benar-benar tipe kekasih yang protektif," tutur Shen Wanwan.
"Juga posesif," imbuh Feng Yan.
"Ck! Kenapa kalian kompak sekali menggodaku?!"
Baik Feng Yan maupun Shen Wanwan tertawa, terlebih saat melihat wajah merajuk Lin Xiang yang menurut mereka tampak lucu.
"Aku benar 'kan? Lin Xiang akan terlihat sangat lucu ketika sedang merajuk," bisik Shen Wanwan. "Itu sebabnya aku suka sekali menggodanya."
"Aku mendengar itu, Shen Wanwan!" seru Lin Xiang galak.
"Dia juga memiliki pendengaran yang tajam." Shen Wanwan masih saja asyik menggoda Lin Xiang dan dibalas tawa konyol milik Feng Yan.
"Kau benar-benar lucu, Wanwan," ucap Feng Yan seraya mengusap kepala Shen Wanwan.
Wajah Shen Wanwan sukses merona karena tindakan kecil yang baru saja dilakukan Feng Yan. Ini bukan pertama kalinya, mengingat mereka mulai dekat semenjak Lin Xiang sering mengajaknya pergi bersama.
Ingat jika Feng Yan pengawal pribadi Lin Xiang bukan?
Sudah pasti intensitas pertemuan mereka ikut bertambah.
Diam-diam Lin Xiang memperhatikan interaksi keduanya. Ia pun tertawa dalam hati melihat sahabatnya yang selalu banyak bicara akan bungkam seribu basa jika sudah berhadapan dengan Feng Yan.
***
Su Huangli menatap tak percaya pada Gu Jinglei. Di sampingnya ada Wang Chen yang bereaksi serupa. Dua orang berbeda usia itu hanya terdiam usai mendapat panggilan dari Gu Jinglei, sekaligus mendengarkan penuturan kakek berusia 70 tahun tersebut.
"Kakek benar-benar ingin melakukannya?" tanya Su Huangli memastikan. Berharap bahwa dia salah mendengar atas ide usulan Gu Jinglei yang terbilang nekat.
Mengumumkan Lin Xiang sebagai calon istri Gu Changdi sekaligus rencana pernikahan mereka kepada publik.
Sebenarnya ini kabar yang membahagiakan, tetapi kondisi Lin Xiang yang belum pulih pasca cidera di bagian tulang belakang. Apalagi belum adanya jawaban 'iya' atas lamaran yang diajukan Gu Changdi pada gadis itu.
Keputusan Gu Jinglei mereka nilai sedikit terburu-buru.
"Tidakkah sebaiknya kita menunggu kepastian hubungan mereka?" tanya Su Huangli lagi.
"Aku percaya mereka saling mencintai. Lin Xiang hanya belum menyadarinya, Huangli." Gu Jinglei tersenyum penuh arti. "Lagipula, dengan adanya berita ini kita bisa menyatukan hubungan mereka."
Su Huangli memandangi Gu Jinglei penuh selidik, sebelum beralih pada Wang Chen yang memilih mengambil sikap diam sejak tadi. "Kakek sedang merencanakan sesuatu?"
Gu Jinglei tertawa kecil. Kagum atas kecepatan berpikir Su Huangli sehingga dengan mudah membaca situasi.
"Kau akan tahu nanti." Gu Jinglei beralih pada Wang Chen. "Siapkan semuanya. Aku ingin berita itu secepatnya beredar di kalangan publik hari ini juga. Dengan atau tanpa persetujuan Gu Changdi."
Wang Chen mengangguk, setelahnya berjalan keluar dari ruangan. Ia sempat menepuk pelan bahu Su Huangli. Membuat orang kepercayaan Gu Changdi itu semakin penasaran dengan rencana Gu Jinglei.
"Kakek ...."
"Selain menginginkan kebahagiaan cucuku, aku juga ingin memancing 'orang itu' keluar dari persembunyiannya selama ini."
DEG!
Mata Su Huangli terbelalak melihat perubahan ekspresi wajah Gu Jinglei.
"Hanya dengan cara ini, kita bisa memancing 'orang itu' keluar. Kau mengerti maksudku bukan?"
Keraguan Su Huangli perlahan sirna, berubah menjadi keyakinan yang tergambar jelas di wajahnya.
"Aku mengerti." Su Huangli menjawab dengan tegas. "Aku akan mengikuti keputusan yang Kakek ambil."
Gu Jinglei tersenyum.
"Aku mengandalkanmu, Su Huangli."
TO BE CONTINUED