Chereads / Tycoon's Lover / Chapter 25 - Keharmonisan di Mansion Gu

Chapter 25 - Keharmonisan di Mansion Gu

Gu Jinglei tersenyum melihat interaksi Gu Changdi dan Lin Xiang. Ia serasa bernostalgia melihat Gu Jiangzen bersama Su Rongyuan dulu.

Berdebat konyol, tetapi keduanya saling mencintai satu sama lain.

Gu Changdi mungkin sudah terang-terangan mengaku mencintai Lin Xiang, tetapi tidak dengan gadis itu.

Hanya saja, Gu Jinglei bisa melihat bagaimana sorot mata Lin Xiang setiap kali bertatapan dengan cucunya.

Gu Jinglei melihat ada cinta untuk Gu Changdi di mata gadis itu.

"Ayah?"

Suara lembut Su Rongyuan membuyarkan lamunan Gu Jinglei. "Maaf, aku hanya mengingat kenangan masa lalu. Mereka mengingatkanku pada kalian," ucapnya jujur.

Su Rongyuan tersenyum, lantas mengangguk kecil. "Ya, mereka memang mirip dengan kami dulu, Ayah."

Wanita itu kembali fokus memandangi Gu Changdi dan Lin Xiang. Membuatnya teringat kembali pada kenangan masa lalu ketika dia masih berada dalam tahap yang sama dengan mendiang suaminya.

"Uhuk!"

Su Rongyuan dan Gu Jinglei melotot mendengar suara batuk Lin Xiang. Butuh waktu sepersekian detik untuk memahami situasi yang terjadi. Mereka mendapati Gu Changdi tengah panik sambil menyodorkan gelas minuman untuk Lin Xiang.

"Makan pelan-pelan, Sayang."

Lin Xiang meringis lebar dan meneguk minuman yang disodorkan Gu Changdi sampai habis tak tersisa. Ia melanjutkan makannya dengan begitu lahap. Ketika hendak mengambil potongan daging yang cukup besar di depan Gu Jinglei, ia mematung karena menemukan ekspresi janggal milik Gu Jinglei.

"Kakek, mau ini?"

Jika bukan karena Su Rongyuan yang menyentuh lengannya, Gu Jinglei masih saja fokus memandangi Lin Xiang. Ia pun menggeleng pelan. "Tidak, untukmu saja."

"Sungguh?" Mata Lin Xiang berbinar terang.

Gu Jinglei mengangguk, setelahnya melongo karena Lin Xiang langsung memakannya dengan lahap.

Su Rongyuan tertawa melihat kelakuan calon menantunya, sementara Gu Changdi hanya menggeleng kecil, namun tetap mengulum senyum.

"Menu makan malamnya enak sekali. Aku suka semuanya," teriak Lin Xiang girang layaknya anak kecil.

"Setiap hari Ibu akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan makanan lezat untukmu, Sayang," tutur Su Rongyuan.

"Benarkah?" Lin Xiang berteriak heboh melihat anggukan Su Rongyuan. "Hihi, terima kasih, Ibu. Aku akan makan banyak-banyak nanti."

"Cucu menantuku ini tidak takut jadi gendut?" Gu Jinglei bermaksud menggoda, tapi jawaban Lin Xiang selanjutnya di luar dugaan.

"Tidak. Berapa banyak aku makan tubuhku tetap kurus!" Lin Xiang menjawab dengan lantang dan khas seperti anak-anak. "Aku tidak takut gendut!"

"Tidak peduli kau gendut maupun kurus, aku tetap mencintaimu, Sayangku."

PLETAK!

"Ouch!" Gu Changdi merintih kesakitan setelah mendapat jitakan pelan dari Gu Jinglei. "Kakek!"

"Kau ini sama mesumnya dengan ayahmu!"

Lin Xiang hanya mengerjapkan matanya polos, sedangkan Su Rongyuan tidak mampu lagi menahan tawanya. Lagi-lagi disuguhi pemandangan Gu Changdi dan Gu Jinglei yang berdebat konyol, mengingatkan pada kenangan masa lalu di mana Gu Jiangzen pernah mengalami hal serupa.

Su Rongyuan bahagia sekali melihat suasana mansion kembali hangat dan penuh keceriaan berkat kehadiran Lin Xiang.

'Terima kasih sudah hadir dalam kehidupan kami, Lin Xiang.'

***

Gu Changdi baru saja selesai mandi dan menemukan Lin Xiang sedang dibantu Meimei mengeringkan rambut usai berkeramas. Dia tampak luar biasa cantik memakai gaun tidur sepanjang lutut yang dibalut dengan cardigan warna cokelat.

Semenjak Lin Xiang pulang dari rumah sakit, Gu Changdi memaksa gadis itu untuk pindah ke kamarnya. Masa bodoh dengan status mereka yang belum resmi menikah, Gu Changdi hanya ingin selalu berada di dekat Lin Xiang.

Ditambah lagi, kondisi Lin Xiang membutuhkan perhatian khusus selama masih memakai kursi roda. Gu Changdi khawatir terjadi hal buruk jika Lin Xiang tidak dalam jangkauan penglihatannya.

"Kakak." Lin Xiang terkejut melihat keberadaan Gu Changdi di dekat pintu kamar mandi.

Pria itu tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari Meimei. "Sudah selesai?" tanyanya memastikan.

"Sudah, Tuan. Saya permisi." Meimei membungkuk sopan pada keduanya.

"Terima kasih," ucapan Lin Xiang membuat Meimei tertawa kecil. Ia benar-benar senang menjadi pelayan pribadi Lin Xiang. Baginya, Lin Xiang merupakan sosok gadis yang baik dan ceria. Keberadaannya mampu mengubah suasana mansion yang semula dingin menjadi hangat dipenuhi keceriaan.

Gu Changdi membopong tubuh Lin Xiang dari atas kursi roda, kemudian membaringkannya perlahan di atas ranjang. Ia menyusul dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

Lin Xiang sendiri tidak menolak, meski sesekali dia akan menghadiahi cubitan kecil jika Gu Changdi dirasa bertindak sedikit berlebihan.

"Kakak?"

"Hm?"

Lin Xiang menundukkan wajahnya karena gelisah. Sayangnya, ekspresi itu berhasil tertangkap oleh Gu Changdi.

"Ada apa, hm?" tanyanya sedikit menuntut. Ia benar-benar tidak suka melihat gadisnya tampak murung seperti ini.

"Bagaimana kabar paman dan bibiku?"

Sesuai perkiraan, wajah Gu Changdi berubah hanya dalam hitungan detik. Mata elang itu memancarkan kilatan api kemarahan, menggantikan sorot mata sebelumnya yang terlihat lebih tenang.

"Kakak, bagaimanapun mereka paman dan bibiku." Lin Xiang mencengkeram kuat lengan Gu Changdi. "Tidak peduli seberapa besar kesalahan yang sudah mereka lakukan, mereka yang sudah membesarkanku. Aku berhak tahu kabar mereka."

Gu Changdi menarik napas panjang-panjang, berusaha mengendalikan emosinya yang sempat terpancing karena obrolan mengenai Dong Liwen dan Mu Tiansu.

"Pihak pengadilan masih menyelidiki kasus mereka." Gu Changdi mengeratkan pelukannya pada Lin Xiang. "Mungkin jika kondisimu sudah membaik, kau bisa hadir dalam sidang mereka sebagai saksi."

"Saksi?"

"Aku menuntut mereka atas kasus penipuan, pemerasan, dan juga kekerasan." Gu Changdi membelai wajah Lin Xiang dengan penuh kasih sayang. "Kau tahu, aku benar-benar marah pada diriku sendiri. Seharusnya aku tidak mempercayai mereka. Seharusnya sejak awal aku langsung membawamu. Kalau saja aku melakukannya, kau tidak akan menderita. Kau tidak akan mendapatkan perlakuan buruk seperti ini. Aku benar-benar menyesal ...."

Lin Xiang terdiam selama beberapa detik, setelahnya tersenyum haru. Ia tidak menyangka Gu Changdi benar-benar memikirkannya sampai sejauh ini.

"Bukan salahmu. Ini memang sudah takdirku." Lin Xiang mengusap lengan Gu Changdi penuh pengertian. "Aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Kupikir tidak akan ada orang lain yang benar-benar memperhatikanku selain Kak Yiyi dan Wanwan. Ternyata masih ada. Kau bahkan sudah mengawasiku selama 11 tahun. Bodohnya aku yang tidak pernah menyadari keberadaanmu di sekitarku."

Gu Changdi terkekeh ketika merasakan pelukan Lin Xiang mengerat padanya. "Bolehkah aku mengajukan satu permintaan?"

Mata Lin Xiang berkedip polos, membuatnya tampak imut dan menggemaskan.

"Jangan panggil aku Kakak. Itu membuatku terdengar lebih tua," pinta Gu Changdi dengan wajah memelas.

"Kau 'kan memang lebih tua dariku," jawab Lin Xiang jujur di sela tawanya.

"Hei, aku serius." Gu Changdi menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Lin Xiang. Ia mengabaikan wajah Lin Xiang yang sontak merona hebat. "Aku lebih suka panggilan kesayangan."

"Panggilan kesayangan?" Lin Xiang bergumam sambil meletakkan ibu jari dan telunjuk tangannya di dagu. Posenya yang begitu lucu, mau tak mau mengundang tawa Gu Changdi.

"Bagaimana kalau," Lin Xiang mengambil jeda sejenak, "Changdi saja, ya?"

Senyum mengembang di wajah Gu Changdi. "Itu jauh lebih baik dari Kakak."

"Oh, kupikir kau akan senang jika aku memanggilmu paman."

"Lin Xiang?"

Tawa Lin Xiang pecah. Ia mengusap dagu Gu Changdi, "Aku hanya bercanda, Changdi."

"Ulangi lagi."

Lin Xiang tersenyum dengan mata bersinar geli, "Changdi ...."

"Aku suka panggilan itu, Sayangku," tutur Gu Changdi usai mencuri ciuman di bibir Lin Xiang. Gadis itu merengut kesal dengan tangan bersedekap di depan dada.

"Kau memang suka sekali mencari kesempatan!"

"Ini salah satu cara untuk membuatmu mencintaiku," balas Gu Changdi sambil menyeringai.

Lin Xiang tertawa geli setelahnya memeluk pria itu. Berusaha keras untuk mengendalikan debaran jantungnya yang menggila tiap kali melakukan skinship dengan Gu Changdi. Ia tidak bodoh untuk mengenali salah satu tanda bahwa dia mencintai seseorang.

Akan tetapi, Lin Xiang masih membutuhkan waktu untuk menerimanya. Pengakuan Gu Changdi beberapa jam lalu memang membuatnya merasa bahagia. Namun, pertemuannya dengan pria itu terbilang masih singkat.

Lain halnya Gu Changdi yang sudah mengawasi Lin Xiang sejak lama.

Gadis itu masih membutuhkan waktu untuk mengenal Gu Changdi lebih dekat lagi. Sebelum akhirnya menerima pria itu sebagai orang yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.

"Kau sudah tidur?"

Suara khas Gu Changdi membuyarkan lamunan Lin Xiang, "Belum, tapi aku sudah mengantuk," cicitnya.

Gu Changdi terkekeh, kemudian mencium kening gadis itu. "Tidurlah. Besok kau ada jadwal terapi," ucapnya mengingatkan.

Lin Xiang mengangguk kecil, menyamankan posisinya dalam pelukan Gu Changdi. Hingga perlahan mulai terdengar dengkuran halus yang lolos dari bibirnya.

Gu Changdi menarik selimut hingga menutupi tubuh keduanya. Sekali lagi, dia mendaratkan kecupan lembut di bibir gadis itu.

"Selamat tidur, Sayang."

TO BE CONTINUED