"Sebenarnya dia sudah berusia delapan tahun. Namun berdasarkan akta lahirnya, dia itu masih berusia empat tahun. Kau sendiri tidak bisa menebak usianya bukan jika kau hanya memperhatikannya dari penampilan luarnya begini?" tanya Liana Fransisca untuk memastikan sekali lagi bahwa akal-akalannya takkan ketahuan begitu mudah.
"Iya… Dia terlihat lebih awet muda daripada usianya yang sebenarnya… Apakah Nicholas tidak curiga sama sekali kau telah memalsukan akta lahir anak laki-laki ini?"
Liana Fransisca menggelengkan kepalanya.
"Tidak… Dia sering kumintai tolong mengurus cabang-cabang Beauty & Me yang ada di Beijing, Seoul dan Taipei. Dia keliling-keliling ketiga kota besar itu setiap tahun. Dia takkan punya waktu untuk menghitung-hitung kapan seharusnya anak ini lahir dan berapa usianya yang sebenarnya."
"Anak ini sangat tampan, Liana… Jika dilihat sekilas saja, kita takkan merasakan apa-apa. Akan tetapi, apabila kita terus memperhatikannya selama beberapa waktu, kita akan menyadari wajahnya itu lebih mirip dengan orang-orang Eropa begitu. Apakah aku benar?"
Liana Fransisca tidak mengangguk juga tidak menggeleng.
"Lebih mirip dengan wajah orang-orang Inggris, orang Jerman atau orang Yahudi… Itu kan maksudmu?"
Kendo Suzuki menjentikkan jarinya. Akhirnya ia mendengar padanan kata-kata yang pas untuk mendeskripsikan anak laki-laki ini. "Iya… Itulah dia… Dari tadi aku ingin mencari kata-kata yang pas, tetapi aku tidak bisa menemukannya. Kau sendiri berhasil mendeskripsikan anak ini dengan baik, Liana."
Dengan pandangan menerawang, Liana Fransisca meneruskan lagi,
"Kesempurnaan… Atas dasar kesempurnaan, dia lahir ke dunia ini, Kendo. Takkan ada yang bisa lebih sempurna lagi daripada dia…"
"Kau terkadang terdengar seperti sedang menantang kuasa Tuhan, Liana." Terkadang, Kendo Suzuki sedikit merinding nan bergidik apabila ia mendengar wanita selingkuhannya ini sudah menyinggung topik tentang keabadian, kesempurnaan, dan tetek bengek sebangsanya.
Liana Fransisca sedikit tersenyum skeptis. Dia masih memandangi sekumpulan anak-anak yang tengah bermain di hadapannya ini dengan sorot mata menerawang.
"Kau kira apa yang paling dicari oleh seluruh manusia di muka bumi ini? Apakah itu uang dan kekuasaan?"
"Tentu saja… Tanpa kedua hal itu, kita takkan bisa bertahan lama karena pasti ada manusia-manusia yang lain, yang memiliki kedua hal itu, yang akan menginjak-nginjak dan menyingkirkan kita."
"Oke… Kalau begitu, aku ingin bertanya padamu sekarang, Kendo. Dari mana uang dan kekuasaan itu bisa kita peroleh?"
Kendo Suzuki kini terlihat membisu seribu bahasa. Dia kesulitan mencari jawaban terhadap pertanyaan yang satu itu.
"Dari waktu dan keabadian…" Liana Fransisca sendiri yang menjawabnya.
"Sekaya apa pun, seberkuasa apa pun, kau takkan bisa menahan lajunya waktu yang bergulir; kau takkan bisa mencegah datangnya hari tua dan kematian. Namun, dengan memiliki kendali terhadap waktu dan keabadian, kau bisa memperoleh semuanya itu; kau bisa memperoleh uang dan kekuasaan; dan kau bisa mendapatkan segalanya yang kauinginkan. Benar kan?" tutur Liana Fransisca Sudiyanti dengan mata bulat dalam nan tanpa ekspresi.
Kembali Kendo Suzuki merinding nan bergidik mendengarkan penuturan tersebut. Dia kembali memperhatikan anak-anak yang tengah bermain di ruang tamu rumahnya dan mencoba melupakan apa yang baru saja dituturkan oleh wanita selingkuhannya.
Sekonyong-konyong Natsumi Kyoko dan Mary Juniar mulai berebutan mainan. Terjadilah tarik-menarik di antara kedua anak perempuan itu. Karena tenaga Mary Juniar yang mungkin lebih kuat, Mary Juniar berhasil merebut mainan itu dan mendorong Natsumi Kyoko hingga jatuh tersungkur ke lantai. Natsumi Kyoko yang jatuh terjelepok ke lantai tentu saja menjerit dan menangis dengan keras.
"Mary Juniar… Kau tidak boleh…" Baru saja Liana Fransisca ingin menghampiri anak perempuannya ketika tangan kanan Kendo Suzuki terangkat ke udara dan menghentikan langkah-langkahnya.
Keiko Suzuki juga terlihat berlari-larian dari dapur di bagian belakang rumah besar karena ia sayup-sayup mendengar ada suara jeritan dan tangisan Natsumi Kyoko dari ruang tamu di bagian depan rumah besar. Kontan tangan kiri Kendo Suzuki juga terangkat ke udara dan menghentikan langkah-langkah adiknya itu. Dahi Liana Fransisca dan Keiko Suzuki mengerut dalam.
Mendadak lagi dan tidak mereka sangka-sangka, anak lelaki itu berdiri dan menghampiri Mary Juniar. Ia hendak merebut kembali mainan tersebut dari tangan Mary Juniar. Mary Juniar tentu saja tidak merelakannya begitu saja. Terjadi lagi tarik-menarik antara anak lelaki itu dan Mary Juniar. Kali ini tentu saja Mary Juniar tidak bisa mengalahkan tenaga si anak lelaki. Mainan berhasil diambil oleh si anak lelaki dan dikembalikannya kepada Natsumi Kyoko.
Gantian Mary Juniar yang menangis meraung-raung.
Natsumi Kyoko kini mulai tersenyum dan tertawa. Kerutan di dahi Liana Fransisca dan Keiko Suzuki semakin dalam. Namun, sebersit senyuman takjub mulai mendekorasi wajah mereka berdua.
"Makasih ya…" ucap Natsumi Kyoko terbata-bata kepada si anak laki-laki.
"Jika mainan kamu direbut lagi, bilang saja sama aku ya… Aku yang akan merebutnya kembali…" kata si anak lelaki itu dengan sebersit senyuman menawan menghiasi wajahnya yang tampan maksimal.
Kendo Suzuki bertukar pandang dengan adiknya dan kemudian dengan wanita selingkuhannya dengan senyuman takjub. Kontan mulut Liana Fransisca dan Keiko Suzuki sedikit melangah mendengar perkataan si anak lelaki itu.
Natsumi Kyoko hanya menundukkan kepalanya petanda ia tersipu malu. Mendadak lagi nan tidak mereka sangka-sangka, Natsumi Kyoko mendaratkan satu kecupan mesra ke pipi anak laki-laki itu. Si anak laki-laki juga membalas dengan mendaratkan satu kecupan mesra ke pipi Natsumi Kyoko. Mata Liana Fransisca dan Keiko Suzuki membeliak lebar dan mereka spontan menutup mulut dengan kedua tangan mereka.
"Maukah kau bermain denganku?" tanya si anak laki-laki. Tentu saja Natsumi Kyoko mengangguk antusias. Sejurus kemudian, kedua anak itu sudah tenggelam ke dalam dunia mereka sendiri. Liana Fransisca harus memisahkan Mary Juniar dari si anak lelaki dan Natsumi Kyoko, serta menenangkannya agar ia tidak menangis meraung-raung lagi.
"Anak-anak kita ternyata sejak kecil sudah bisa pacar-pacaran dan cinta-cintaan…" kata Kendo Suzuki langsung tergelak sejenak.
Liana Fransisca dan Keiko Suzuki juga ikut meledak dalam tawa ringan mereka.
"Lupa kuperkenalkan… Liana… Ini adikku yang datang dari Jepang… Keiko Suzuki… Keiko… Ini mitra bisnisku yang datang dari Medan… Liana Fransisca Sudiyanti…" Kendo Suzuki memperkenalkan adiknya kepada istri selingkuhannya, tentunya diselingi dengan beberapa kebohongan.
Liana Fransisca dan Keiko Suzuki saling bersalaman sembari menampilkan senyuman hangat mereka.
"Apakah ini anakmu? Lucu sekali…" Keiko Suzuki mendekati dan ikut membelai-belai rambut Mary Juniar yang sudah agak tenang sekarang.
"Iya… Dan itu juga anakku…" sambung Liana Fransisca masih menimang-nimang Mary Juniar dalam gendongannya.
Keiko Suzuki berpaling dan ia kembali melihat si anak laki-laki itu dan Natsumi Kyoko kini lebur dalam dunia mereka sendiri dan bermain dengan asyik. Sesekali terlihat si anak laki-laki akan memegangi kedua lengan atas Natsumi Kyoko dan menuntunnya berjalan ke sana ke sini, melangkah ke kiri dan ke kanan dalam permainan mereka. Keduanya meledak dalam canda tawa polos, penuh sukacita, dan tanpa beban pikiran. Keiko Suzuki meledak dalam tawa gelinya.
"Kenapa kau tertawa? Maaf atas kelancangan anakku itu ya… Dia memang gampang sekali dekat sama orang lain…" Liana Fransisca merasa sedikit malu nan tidak enak hati.
"Tak apa-apa… Anak laki-lakimu hebat sekali, Liana. Aku seperti menonton drama percintaan segitiga tadi…" gumam Keiko Suzuki apa adanya dan kembali ia meledak dalam tawa gelinya.
Liana Fransisca hanya tersenyum tipis. Kendo Suzuki juga meledak dalam tawa gelinya.
"Ketika mereka sudah besar dan apabila mereka masih memiliki perasaan yang sama terhadap satu sama lain, aku akan langsung menjodohkan mereka berdua." Kendo Suzuki langsung membuat satu perjanjian secara tidak langsung pada saat itu.
"Benar ya, Kendo… Pegang janjimu ya…" tuding Liana Fransisca dan ia juga meledak dalam tawa gelinya pada saat itu.
Terhempas ke kenyataan di saat ini, tentu saja Kendo Suzuki kembali didera oleh bilur-bilur penyesalan yang semakin menggeligit dari hari ke hari. Bagaimana kalau Liana Fransisca masih ingat terhadap janji yang diucapkannya secara tidak sadar pada hari itu? Bagaimana kalau suatu hari nanti Hiroshi Hanamura dan Liana Fransisca Sudiyanti menagih janjinya pada mereka dalam waktu bersamaan?
Kendo Suzuki menghembuskan napas berat. Sekelumit kemelut dan resah gelisah melungkup di benak pikirannya pada malam hari itu.