Natsumi Kyoko baru saja dari kelas musiknya. Murid-murid mulai membubarkan diri dari ruangan musik. Sekolah mulai sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima. Baru saja ia berencana untuk memata-matai apa yang tengah dilakukan oleh Maxy Junior di kolam renang, ketika Shunsuke Suzuki entah dari mana muncul di hadapannya.
"Bang Shunsuke… Kenapa belum pulang?" Natsumi Kyoko sedikit terkejut. Dia tersenyum kikuk.
"Aku baru saja selesai dari kelas berenang…" kata Shunsuke Suzuki singkat, dengan sebersit senyuman tipis.
Dari tas yang tengah ia jinjing dan rambutnya yang basah, memang bisa dipastikan Shunsuke Suzuki baru saja dari kolam renang.
"Oh, begitu ya… Aku juga baru saja selesai dari kelas musikku…" sahut Natsumi Kyoko dengan sebersit senyuman lemah lembut.
"Malam ini… Malam ini aku ingin mengajakmu makan malam di sebuah kafe. Entah kau mau atau tidak ya…" Shunsuke Suzuki mengajak adiknya makan malam di luar dengan perasaan harap-harap cemas.
"Hah…? Makan malam…?" Natsumi Kyoko merasa sedikit terkesiap.
"Hanya makan malam biasa… Tidak ada maksud lain… Kau jangan salah paham… Hanya saja… Hanya saja… Aku merasa akhir-akhir ini hubungan di antara kita berdua menjadi sedikit renggang. Aku tidak ingin… tidak ingin kau jadinya menjauhiku hanya gara-gara tahu aku menyukaimu. Aku mengajakmu makan di luar karena aku ingin kau menganggap hubungan kita tetap bisa seperti dulu. Bagaimanapun juga, kau adalah adikku dan aku adalah abangmu kan?"
Natsumi Kyoko mereka-reka selama beberapa detik sebelum akhirnya dengan sebersit senyuman lemah lembut, ia menganggukkan kepalanya.
"Oke deh… Baiklah, Bang Shunsuke…"
"Apakah itu adalah tanda kau setuju makan malam denganku?" Senyuman mulai merekah di wajah Shunsuke Suzuki yang tampan.
Pas pada saat itu, Maxy Junior keluar dari kolam renang, juga dengan rambut yang masih basah dan sambil menjinjing tas perlengkapan renangnya. Karena jaraknya cukup jauh, Shunsuke dan Natsumi Kyoko tidak menyadari keberadaannya di depan pintu kolam renang, tetapi Maxy Junior bisa melihat kini si abang protektif sedang berbicara dengan si adik angkatnya. Tentu saja pemandangan tersebut menyulut api kecemburuan lagi dalam hatinya.
"Iya... Mau makan di mana memangnya?" tanya Natsumi Kyoko sedikit penasaran.
"Kau ikut aku saja, Natsumi. Nanti malam kau akan segera tahu." Senyuman merekah masih bertengger di wajah Shunsuke Suzuki. Entah kenapa senyuman tersebut terasa begitu menjijikkan dalam pandangan mata Maxy Junior.
"Oke deh… Kalau begitu, aku pulang saja dulu sekarang supaya aku bisa bersiap-siap…" kata Natsumi Kyoko.
Natsumi Kyoko berpaling dan segera berjalan pulang. Mendadak langkah-langkahnya terhenti karena ia melihat sosok Maxy Junior tengah berdiri di depan pintu kolam renang dan tengah menatapnya dengan sinar mata penuh rindu dan cinta. Sekelumit perasaan bersalah segera menyelisir di pesisir pantai sanubari Natsumi Kyoko.
Shunsuke Suzuki meletakkan tangannya secara protektif di bahu adiknya. Walau akhirnya Natsumi Kyoko sedikit menggeliat dan menghindar, itu tetap saja seperti bensin yang dituangkan ke dalam api kecemburuan Maxy Junior yang sudah menyala sejak tadi.
Mendadak Maxy Junior berjalan mendekat. Dengan sinar mata ganjil yang menggantung, Maxy Junior membuka mulut dan berucap,
"Aku antar kau pulang saja, Natsumi…" kata Maxy Junior.
"Aku yang akan mengantarnya pulang… Kami tinggal serumah. Tadi pagi dia dan Ciciyo juga datang ikut mobilku kok…" Mulai tampak raut kecemburuan di wajah Shunsuke Suzuki. Dia sudah sangat senang karena Natsumi Kyoko bersedia makan malam dengannya. Dia tidak ingin Maxy Junior mengusik kesenangannya – setidaknya untuk hari ini.
Natsumi Kyoko merasa serba salah karena ia terjepit di antara dua pilihan.
"Aku yang akan mengantar Natsumi pulang ke rumah. Ada sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan OSIS yang ingin aku diskusikan dengannya." Suara Maxy Junior mulai terdengar tidak bersahabat.
"Tidak bisakah itu dibicarakan besok saja?" Pandangan tajam dari Shunsuke Suzuki terasa begitu menantang.
"Aku adalah ketua OSIS di sini. Ada hal yang memang tidak bisa ditunda sampai besok pagi," desis Maxy Junior maju satu langkah dan terlihat jelas ia akan siap menyerang jika ia diprovokasi satu kali lagi saja. Jelas tampak urat-urat lehernya yang menonjol karena ia menahan amarahnya.
"Ini sudah di luar jam pelajaran sekolah! Kau sengaja menggunakan urusan OSIS untuk menjerat Natsumi tetap berada di sampingmu. Terlebih lagi, kau melakukannya di luar jam sekolah. Apakah itu logis?" sembur Shunsuke Suzuki juga maju satu langkah.
"Sudah! Sudah! Sudah! Cukup! Hentikan! Jangan berkelahi di sini! Kita masih berada di sekolah!" Tentu saja Natsumi Kyoko bisa merasakan aura-aura perkelahian yang sebentar lagi akan meledak di udara.
"Maxy Junior… Benaran aku harus pulang sekarang… Besok saja ya kita bicarakan lagi…" kata Natsumi Kyoko kepada Maxy Junior dengan sinar mata sedikit memelas.
Tentu saja kemarahan sang pangeran tampan surut seketika. Begitu matanya beradu pandang dengan mata sang bidadari cantiknya, sinar matanya seketika melembut dan terpancarlah sedikit sinar kesedihan dan kekecewaan di sana.
"Kau sekarang bahkan tidak ingin aku mengantarmu pulang, Natsumi…"
"Bukan… Bukan begitu… Ini benaran sudah sore. Aku masih ada sedikit janji dengan… dengan Bang Shunsuke nanti malam." Natsumi memutuskan untuk berterus-terang saja, "Jadi, aku rasa lebih praktis aku ikut mobil Bang Shunsuke saja karena kami tinggal serumah."
Senyum kemenangan dan kepuasan merekah di sudut bibir Shunsuke Suzuki. Maxy Junior kali ini benar-benar terpuruk ke dalam kehancuran relung-relung perasaannya sendiri. Tinggal sedikit lagi dan harapannya akan benar-benar terbang tertiup angin. Ia semakin lemas, semakin tidak berdaya, dipalu oleh ribuan duka dan nestapa.
"Sampai jumpa besok, Maxy Junior. Besok pagi aku akan datang cepat supaya kita bisa mendiskusikan hal itu." Natsumi Kyoko semakin merasa bersalah, apalagi ketika disadarinya terdapat sinar mata kepedihan dan kekecewaan di mata sang pangeran tampan.
"Baiklah… Sampai jumpa besok…" Maxy Junior terpaksa mundur dua langkah.
"Mari kita pulang, Natsumi…" Shunsuke Suzuki langsung menarik tangan adik angkatnya untuk segera berlalu dari tempat tersebut.
Dengan perasaan bersalah yang masih bertengger di wajahnya, Natsumi Kyoko mengikuti saja ke mana abang angkatnya menarik tangannya. Sesekali ia akan menoleh ke belakang guna memastikan sang pangeran tampan baik-baik saja.
Sean Jauhari yang juga sedikit memperhatikan adegan tersebut sejak beberapa menit yang lalu, kini hanya bisa bersenandika dalam dirinya sendiri,
Ternyata apa yang diceritakan oleh Kimberly itu benar adanya… Tidak pernah aku melihat sorot mata yang demikian di mata Maxy Junior sebelumnya. Begitu pedih, begitu tidak berdaya, begitu apatis…
Sean Jauhari memutuskan untuk mendekati Maxy Junior yang kini hanya bisa menyandarkan punggungnya sejenak ke dinding.
"Apa kau baik-baik saja, Maxy Junior? Sorry… Kenapa kau tidak menarik paksa saja tangan Natsumi Kyoko tadi sih? Umpamanya ada yang ingin membawa Kimberly pergi begitu saja, aku pasti akan langsung menarik tangan Kimberly secara paksa dan menerjunkannya ke dalam pelukanku."
"Aku jadi berpikir-pikir… Apakah aku sendiri saja yang bermimpi Natsumi Kyoko juga memiliki perasaan yang sama terhadapku? Apakah aku selama ini sedang memperjuangkan kebahagiaan semu, suatu kebahagiaan yang hanya berada dalam alam khayalku saja?"
"Jangan apatis begitu, Maxy Junior… Kimberly ada bilang padaku sebenarnya Natsumi Kyoko juga memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Hanya saja… Hanya saja..." Sean Jauhari tidak bisa meneruskan pernyataan itu karena ia takut menyinggung perasaan Maxy Junior.
"Hanya saja ia takut aku hanya menginginkan keperawanannya dan aku akan mencampakkannya setelah aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Begitu kan?" Maxy Junior tersenyum kecut seperti seorang lelaki yang telah kalah berperang dan kini terbaring tidak berdaya di atas medan perang.
"Kau hanya perlu berjuang lebih keras dan membuktikan pada Natsumi Kyoko bahwa kau benaran hanya ingin membuatnya bahagia, Maxy Junior."
"Aku akan mengajaknya untuk menikah jika perlu. Namun, dia bahkan tidak ingin kudekati sekarang. Aku sudah berusaha mengulurkan tangan untuk menggapainya. Tapi, dia semakin jauh tak terjangkau."
Sean Jauhari tergelak sejenak.