Maxy Junior mengurut-ngurut keningnya.
"Beginilah cinta… Sekarang aku sudah mengerti bahwasanya perasaannya selama ini terhadapmu normal, tulus dan sama sekali tidak salah, Bang Maxy Junior…" sambung Martin Jeremy lagi, sembari menerawang keluar jendela kamar abang sulungnya.
"Inikah yang dinamakan cinta?" Maxy Junior terlihat mengernyitkan dahinya.
Martin Jeremy tersenyum simpul lagi. "Begitulah yang kubaca dari buku-buku dan kudengar dari orang-orang."
"Tunggu saja sampai nanti ketika kau sudah menemukan gadis tambatan hatimu, Martin."
"Aku juga dengar orang bilang jatuh cinta itu begitu indah rasanya. Apakah memang demikian, Bang Maxy Junior?"
Maxy Junior menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Bagiku kok tidak begitu ya? Begitu rumit, nan membingungkan, nan memusingkan… Namun, biarpun aku tahu itu begitu membingungkan, begitu memusingkan, mau saja aku… rela saja aku semakin terjerat semakin dalam, semakin terjerumus semakin tidak berpangkal ujung."
Maxy Junior menyandarkan punggungnya ke tempat tidur dan menerawang ke langit-langit. Ia terlihat melipat kedua tangannya dan meletakkan kedua tangannya itu di belakang kepalanya.
"Dan baru kali ini aku lihat Bang Maxy Juniorku begitu romantis dan puitis. Benar-benar suatu efek cinta yang dramatis dan drastis…" Martin Jeremy terlihat mengulum senyumannya.
"Dan sekarang kondisiku ini benar-benar kritis. Begitukah?" Maxy Junior menyambut uluran candaan adik laki-lakinya.
Martin Jeremy langsung terbahak sejenak. Maxy Junior langsung melemparkan sebersit senyuman menawannya. Malam itu dia merasa terhibur sejenak walau ia tahu permasalahan yang bakal ia hadapi esok hari masih ada segudang.
"Martin… Kau tahu tidak bagi seorang cewek, ciuman pertama itu seberapa penting?" Mendadak pertanyaan tersebut terlontar keluar dari mulut Maxy Junior begitu saja.
Sambil mengulum senyumannya, Martin Jeremy berpaling ke abang sulungnya dan berucap,
"Bagi mantan-mantan cewekmu yang terdahulu, seharusnya itu tidak menjadi sebuah masalah penting sih, Bang Maxy… Tapi untuk cewek suci nan putih bersih seperti Natsumi Kyoko, aku rasa… aku rasa…" Martin Jeremy sengaja tidak menyelesaikan pernyataan itu.
"Bagaimana?" Maxy Junior semakin merasa penasaran.
"Aku rasa itu akan menjadi suatu masalah yang penting. Natsumi Kyoko itu aku dengar dari adiknya, si Ciciyo Suzuki, dia itu…"
"Kau kenal adiknya?"
"Kami sekelas, Bang Maxy Junior… Tapi jangan khawatir… Aku tidak sama sepertimu. Aku tidak duduk sebangku dengannya. Aku juga tidak jatuh cinta padanya." Martin Jeremy masih mengulum senyumannya. "Dia cerita-cerita begitu kepada teman-temannya dan aku mendengarkan saja."
Maxy Junior merapatkan sepasang bibirnya.
"Ciciyo Suzuki mengatakan sejak mereka kecil, kedua orang tua mereka – terutama ibu mereka – memperlakukan mereka dengan keras. Misalnya, dapat nilai di bawah 90 saja akan langsung disuruh membersihkan semua toilet yang ada di rumah atau mencabuti semua rumput di taman depan rumah. Semua itu harus mereka selesaikan sendiri tanpa bantuan para pembantu." Martin Jeremy melanjutkan lagi.
"Sebegitu keraskah? Bertolak belakang dengan kita ya…" Mata Maxy Junior sedikit membeliak.
"Iya… Bertolak belakang dengan kita yang sama sekali tidak pernah diperhatikan dan lebih sering ditelantarkan, iya kan?" Martin Jeremy meledak dalam tawa ringannya.
Maxy Junior sedikit mendengus sinis.
"Jadi bisa ditebak sejak kecil sampai dengan sekarang, Natsumi Kyoko dan Ciciyo itu tidak pernah mengenal apa yang namanya berpacaran, apalagi yang namanya berciuman dan kontak fisik langsung dengan laki-laki. Sudah pasti yang namanya ciuman pertama itu sangat penting bagi mereka."
Maxy Junior menghela napas panjang. Dia sungguh bingung apa yang harus ia perbuat ke depannya.
"Kenapa memangnya?" Martin Jeremy sedikit mengerutkan dahinya.
"Natsumi bilang aku yang telah mengambil ciuman pertamanya."
"Syukur deh… Setidaknya kau belum mengambil keperawanannya." Martin Jeremy mengulum senyumannya.
"Hei!" Maxy Junior sedikit berteriak nyaring. "Entah kenapa aku mulai tidak suka dengan orang-orang yang selalu mengecap aku sebagai lelaki fuckboy yang hanya memangsa keperawanan anak gadis orang."
Martin Jeremy tergelak sekarang. "Sorry… Sorry… Memang di seantero sekolah kau sudah sangat terkenal akan hal itu, Bang Maxy Junior."
"Masalahnya adalah aku bahkan tidak ingat kapan aku pernah mengambil ciuman pertamanya itu loh… Jujur ya, Martin… Menggandeng tangannya saja aku gugup dan kadang-kadang bisa sangat deg-degan. Bagaimana pula aku bisa mengambil ciuman pertamanya?" Maxy Junior terlihat benar-benar tertekan sekarang.
"Wah… Kali ini benar-benar masalah besar deh, Bang Maxy. Sorry… Kali ini hanya kau sendiri yang bisa membantu dirimu sendiri. Tidak mungkin Natsumi Kyoko mengatakan hal itu tanpa angin tanpa hujan, Bang Maxy Junior. Cobalah untuk mengingatnya lagi. Mungkin saja pada waktu itu kau melakukannya dalam keadaan tidak sadar."
Maxy Junior berpikir keras. Dia tenggelam semakin dalam ke kesadaran tingkat kedelapannya untuk menemukan bagian memorinya yang hilang itu. Kapan dia pernah mencium Natsumi Kyoko dan ia tidak menyadarinya?
Remiak kegelisahan berselarak di padang sanubari Maxy Junior malam itu.