Malam sudah meladung di kompleks perumahan tempat tinggal keluarga Tanuwira. Maxy Junior masuk ke dalam kamarnya dan sedikit membanting tas fitness-nya ke lantai. Mengerutkan dahi, Mary Juniar masuk ke kamarnya begitu saja. Ia sungguh tidak menyangka abang angkatnya akan sangat marah padanya atas apa yang telah ia perbuat siang tadi.
"Apa kau tidak merasa kau berutang satu penjelasan padaku, Mary Juniar?" Maxy Junior bertanya kepada adiknya seraya memberikannya tatapan tajam.
Mary Juniar menjadi sedikit salah tingkah. Dia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan ke topik lain.
"Aku dengar kau sakit. Kau absen dari seluruh pelajaran hari ini. Kau baik-baik saja sekarang? Kenapa kau tidak memberitahu aku atau Martin? Kenapa kau tidak pulang ke rumah saja dan malahan pulang ke apartemen?"
"Iya… Ada Natsumi Kyoko yang menjagaku di sana. Sakitku itu rutin dan beberapa tahun sekali pasti akan kambuh. Aku butuh seseorang untuk merawat dan menjagaku – seseorang yang sangat aku pedulikan, seseorang yang bukanlah pembantu. Oleh sebab itulah, aku memutuskan untuk pulang ke apartemenku saja."
Mary Juniar terlihat sedikit membesarkan matanya. Abang angkatnya mulai berterus terang mengenai perasaannya terhadap si Natsumi Kyoko itu. Emosi dan kecemburuannya mulai terpercik.
"Oh ya…? Bukankah selama ini aku yang merawatmu jika sakitmu itu kambuh, Bang Maxy Junior? Secepat itukah kau berpindah haluan ke lain hati?" Terlihat Mary Juniar menaikkan sebelah alis matanya.
"Sudah sejak lama kau tidak merawatku ketika sakit itu kambuh, Mary Juniar. Terakhir kali ketika kambuh, ada orang-orang Verek, Saddam, Rodrigo dan Thobie yang merendamku ke air panas." Maxy Junior terdengar sedikit mendengus sinis.
"Dan hari ini kau memutuskan untuk membiarkan Natsumi Kyoko merawat dan menjagamu, iya kan?" Tampak Mary Juniar berusaha menahan emosi dan kecemburuannya. Dia mengeraskan rahangnya menahan amarah.
"Iya… Ia adalah orang yang teramat penting bagiku selama satu bulan belakangan ini. Semenjak aku mengenalnya, ia sudah menjadi orang yang teramat penting bagiku. Kau tahu itu kan?" Maxy Junior sengaja menuang bensin ke dalam api kecemburuan yang sudah menyala kecil.
"Apa maksudmu, Bang Maxy Junior?" Napas Mary Juniar mulai terengah-engah, diiringi dengan kedua bola matanya yang mulai sedikit membeliak.
"Kenapa kau menghubungi lagi si Vindy Tjendera itu dan menyuruhnya ke apartemenku di saat Natsumi Kyoko ada di sana?" Maxy Junior menatap adiknya dengan tajam.
Ketahuan sudah! Jelas Mary Juniar tidak bisa mengelak lagi. Dan dia sendiri juga tidak berniat menghindar nan mengelak lagi.
"Memangnya kenapa?" tantang Mary Juniar lagi dengan tatapan tajam dan sedikit senyuman sinis ke abang angkatnya. Dia tahu abang angkatnya takkan pernah bisa marah besar padanya. Namun, kali ini dia total keliru.
Mendadak Maxy Junior melemparkan sebotol parfum ke dinding di samping Mary Juniar berdiri. Botol parfum dan isinya pecah berkeping-keping di lantai. Terdengar Mary Juniar kontan memekik nyaring.
"Aku sudah bilang padamu tadi… Semenjak aku mengenalnya satu bulan belakangan ini, Natsumi Kyoko sudah menjadi orang yang teramat penting bagiku. Kau sengaja menyuruh si Vindy Tjendera ke apartemenku tadi siang, kau sengaja menghadirkannya di tengah-tengah aku dan Natsumi untuk menakut-nakuti Natsumi supaya ia mau menghindariku kan! Kenapa kau tega melakukan itu padaku, Mary Juniar! Kenapa kau sungguh tega memisahkanku dari orang yang kini benar-benar aku hargai dan aku cintai!" Tampak mata Maxy Junior sudah lain dari yang lain. Dia sama sekali tidak menampilkan senyuman menawan yang menjadi ciri khasnya selama ini lagi. Terdengar gigi-giginya yang bergemeretak menahan amarah.
Mary Juniar sungguh terperengah menyaksikan perubahan mendadak pada kepribadian abang angkatnya. Ia terperanjat kaget bukan main melihat abang angkatnya bisa semarah itu hanya gegara seorang perempuan yang baru tidak lama dikenalnya.
"Kau berniat melukaiku dengan botol parfum itu, Bang Maxy Junior! Kau berniat melemparkan botol parfum itu ke arahku hanya gegara seorang cewek yang baru saja kaukenal selama satu bulan belakangan ini! Kau sampai tega hendak melukaiku gara-gara cewek yang tidak berarti apa-apa itu, Bang Maxy Junior!" Sebutir air mata gelingsir di ujung mata Mary Juniar.
"Kau jangan sembarangan bicara! Aku hanya melemparkan botol parfum itu ke dinding di samping kau berdiri tadi! Kau tahu semarah-marahnya aku kepadamu, aku takkan bisa lama memarahimu, takkan pernah memukulmu, apalagi melukaimu! Justru kaulah yang telah melukaiku hari ini, Mary Juniar! Kau telah memisahkan aku dari orang yang benar-benar kucintai dan kusayangi! Kau tega melakukan hal itu kepadaku tanpa sedikit pun memandang persaudaraan dan kekerabatan di antara kita selama ini!"
Maxy Junior berbalik menuding adik perempuannya dengan sorot mata nanar.
"Di mataku tidak pernah ada persaudaraan dan kekerabatan selama ini!" Mary Juniar berpaling dan berdiri membelakangi abang angkatnya. Ini adalah pilihan alternatifnya yang terakhir. Malam ini juga, dia akan membuka fakta yang sebenarnya – yang diketahuinya – kepada abang angkatnya.
"Aku tidak pernah menganggapmu sebagai abangku selama ini. Di antara kita tidak pernah ada hubungan sedarah!"
"Jangan bicara ngawur, Mary Juniar! Apa sebenarnya yang sedang kaubicarakan!" Tentu saja Maxy Junior sedikit berpura-pura di depan adik perempuannya.
"Ketika aku berumur sembilan tahun, aku pernah sekali menguping pertengkaran Ayah dan Ibu. Ibu pernah bilang bahwasanya kau bukanlah anak Ayah dan juga bukan anaknya. Ibu bilang sebelum menikah dengan Ayah, dia sudah memungutmu dari tempat lain – entah itu temannya yang melahirkan kau di luar nikah atau dia memungutmu dari panti asuhan. Yang jelas, aku bisa menyimpulkannya sekarang. Kau tidak sedarah denganku dan dengan Martin. Dan bisa jadi kau sebenarnya tidak berumur delapan belas tahun, Bang Maxy Junior. Usiamu yang sebenarnya bisa jadi sudah dua puluh atau dua puluh satu tahun."
Bersoraklah hati Maxy Junior begitu adik angkatnya membuka tabir misteri itu. Iya… Memang selama ini dia terus merasa usianya yang sekarang bukanlah usianya yang sebenarnya. Karena tidak memiliki bukti dan referensi yang cukup, dia hanya bisa membiarkan misteri tersebut tetap menggantung hingga detik ini. Namun, itu sudah tidak penting lagi. Yang terpenting adalah kenyataan bahwa dia dan Natsumi Kyoko bukanlah saudara seayah lain ibu. Dia bebas menyukai dan mencintai gadis itu. Dia akan bebas menyatakan cintanya terhadap gadis itu, mewujudkan cita-cita dan impiannya dengan membentuk sebuah keluarga kecil bersama gadis itu. Maxy Junior mendadak merasa senang sekali. Baru pertama kali selama belasan tahun dalam hidupnya ia merasa Tuhan terkadang masih berpihak padanya.