Chereads / 3MJ / Chapter 42 - Penindasan (bagian 2)

Chapter 42 - Penindasan (bagian 2)

Wilona Jeanette dan kedua pengawalnya tertawa terbahak-bahak. Kedua pengawal Wilona Jeanette pun melepaskan pegangan mereka pada kedua tangan Kimberly Phandana. Sambil menangis meraung-raung, Kimberly Phandana jatuh terjelepok ke lantai beserta cake cokelat dan krimnya yang menempel pada seluruh wajah dan sebagian rambutnya pada bagian depan.

Kebetulan sekali, Natsumi Kyoko dan Maxy Junior bertemu dengan Sean Jauhari yang juga mencari-cari ada di mana Kimberly Phandana. Frebelyn Meyrita Jaya mendadak mengatakan dia ada diskusi kelompok dengan beberapa teman sekelasnya sehingga pertemuan pada jam istirahat pertama itu tidak bisa diikutinya.

Sewaktu berbelok ke koridor yang mengarah ke taman bunga, alangkah terhenyaknya mereka bertiga menyaksikan penindasan yang dilakukan oleh Wilona Jeanette dan kedua anak buahnya itu terhadap Kimberly Phandana.

"Kimberly…! Kimberly…!" Terdengar teriakan Natsumi Kyoko dari belakang Wilona Jeanette dan kedua pengawalnya.

Wilona Jeanette berpaling dan ia sedikit terkesiap mendapati Sean Jauhari sedang berlari menerjang ke tempat mereka berdiri. Dengan sedikit senyuman kaku, ia berusaha menyapa sang pangeran tampan yang begitu dikagumi dan diidolakannya itu.

"Sean… Sean… Apa yang sedang kaulakukan di sini?" tanya Wilona Jeanette Liangdy sedikit tergagap-gagap.

Satu tamparan telak didaratkan oleh Sean Jauhari ke wajah Wilona Jeanette dan kedua pengawalnya. Terdengar pekikan tertahan dari ketiga anak perempuan itu.

"Sean… Sean… Aku takkan membiarkan siapa pun merebutmu dariku! Dia juga tak boleh merebutmu dariku karena dia sama sekali tidak pantas mendapatkanmu!" teriak Wilona Jeanette dengan sorot mata nanar sembari memegangi wajahnya bekas tamparan dari sang pangeran tampan tadi.

"Aku bukan barang yang bisa direbut sana-sini! Aku punya hakku sendiri untuk lebih menyukai dan menyayangi siapa! Ke depannya aku tidak ingin melihatmu mendekat-dekati aku ataupun Kimberly lagi! Kau dengar itu!" Terdengar suara Sean Jauhari yang berdentum.

Kimberly Phandana membersihkan sisa-sisa krim dan kue yang masih lengket di mata, hidung, mulut dan seluruh wajahnya. Dia berdiri dan langsung mengambil langkah seribu dari tempat tersebut.

"Kejarlah dia…" bisik Maxy Junior sembari menepuk ringan bahu Sean Jauhari.

Sean Jauhari mengangguk mantap. Ia menyambar ikat pinggang Kimberly Phandana dari lantai dan segera berlari menyusul ratu pujaan hatinya ke dalam bangunan sekolah.

"Sekarang begini… Kau harus menuliskan surat permintaan maafmu yang langsung ditujukan kepada Kimberly Phandana atas apa yang telah kauperbuat padanya barusan. Surat itu kautandatangani lengkap dengan nama lengkapmu dan kauberikan kepada Natsumi Kyoko selaku sekretaris OSIS. Surat itu akan kami tempelkan di semua majalah dinding di sekolah ini dan juga akan kami posting ke website OSIS sekolah ini. Untuk selanjutnya, aku tidak ingin melihatmu mengganggu anggota-anggota OSIS-ku lagi. Kau bisa dengar kan?" desis Maxy Junior lembut dan tenang, namun begitu dingin seakan-akan bisa membekukan sumsum tulang.

"Kenapa aku harus menuliskan surat permintaan maaf! Dia memang pantas mendapatkannya karena dia telah berani mencari-cari masalah denganku! Tak ada anak perempuan yang berani mencari-cari masalah denganku sebelumnya! Tak ada yang berani mencoba merebut Sean Jauhari dariku sebelumnya! Biar dia tahu rasa sekalian!" Wilona Jeanette Liangdy masih bisa tersenyum sinis tanpa sedikit pun merasa bersalah.

Sungguh Natsumi Kyoko terperengah melihat perangai dan perilaku Wilona Jeanette Liangdy ini.

"Aku kenal ayahmu loh, Wilona Jeanette… Ayahmu si Ferdinand Hendrian Liangdy kalau tidak salah nih ya… tahun lalu hampir kehilangan pasar swalayannya itu bukan? Pasar swalayannya itu hampir saja disita oleh bank. Ayahmu berani sekali ya menggadaikan pasar swalayan itu yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan keluarga kalian kepada bank hanya untuk meminjam uang dan main saham."

Maxy Junior meringis sinis sekarang. Tentu saja raut wajah Wilona Jeanette langsung memucat.

"Sudahlah… Tulis saja surat permintaan maaf itu, Wilona… Tidak susah kok…" bisik salah satu pengawalnya dari belakang.

"Kau tahu siapa dia? Kau tahu siapa ketua OSIS kita periode ini? Ketua OSIS kita periode ini adalah Maxy Junior… Maxy Junior Tanuwira…" bisik lagi satu pengawal yang lain.

Kontan sepasang mata Wilona Jeanette terbelalak. Setelah sekian lama mendengar tentang sepak terjang anak dari salah satu pemilik saham terbesar di sekolah ini, akhirnya hari ini ia berkesempatan untuk bertemu dan berbicara dengannya secara langsung. Tidak heran banyak anak perempuan yang takluk di bawah pesona Maxy Junior Tanuwira ini, pikir Wilona Jeanette dalam hati. Selain tampan dengan perawakan fisik yang nyaris nirmala, ia juga memiliki semacam aura menundukkan, menguasai dan mendominasi yang tidak dimiliki oleh kebanyakan anak lelaki mana pun di sekolah itu.

"Dengarkan aku ya, Wilona Jeanette… Menghancurkan pasar swalayan kecil bagiku itu bukanlah sebuah masalah besar. Jadi, sekarang kau ingin menuliskan surat permintaan maafnya atau tidak?" desis Maxy Junior lagi dengan sorot mata tajam dan seringai sinis.

Bahkan, Natsumi Kyoko sendiri pun sedikit banyak merasa bergidik mendengar ancaman dari Maxy Junior itu.

Mau tidak mau Wilona Jeanette hanya bisa mengangguk pasrah. Padamlah harapannya untuk bisa bersama-sama dengan Sean Jauhari. Sean Jauhari akan membencinya mulai hari ini. Dia takkan lagi bisa memperjuangkan kebersamaannya dengan Sean Jauhari lagi. Sean Jauhari seolah-olah menjadi semakin dan semakin jauh.

Seakan-akan Wilona Jeanette Liangdy terpuruk ke dalam limbah dosa yang ia gali sendiri.

Sementara itu, Sean Jauhari akhirnya berhasil mencegat tangan Kimberly Phandana di pertengahan koridor yang mengarah ke bangunan dalam sekolah.

"Berhenti, Kimberly… Berhenti… Dengarkan aku…" Sean berkata dengan napas yang sedikit tersengal.

Kimberly Phandana berhenti dan kembali menyeka ekor matanya. Akan tetapi, ia masih enggan untuk menatap sang pangeran pujaan hatinya.

"Tidak ada yang perlu didengarkan, Sean. Maafkan aku… Memang aku yang tidak tahu diri… Memang aku yang tidak tahu posisiku itu selama ini di mana…"

"Kenapa kau harus meminta maaf untuk sebuah kebenaran? Kau tidak salah… Yang salah adalah Wilona Jeanette Liangdy. Dia yang tidak menyadari selama ini posisinya itu ada di mana. Dia yang telah masuk ke tengah-tengah kita berdua." Tangan Sean naik dan membersihkan sisa-sisa cake dan krim yang masih menempel pada wajah dan sebagian rambut bagian depan Kimberly.

Kimberly Phandana kini mengangkat mata dan kepalanya, menatap kedua bola mata sang pangeran tampan yang kini juga membalas tatapannya dengan sinar mata penuh cinta.

Sean mengumpulkan segenap keberaniannya dan akhirnya ia menyatakan perasaannya pada Kimberly detik itu juga.

"Sebenarnya aku ingin tunggu sampai malam ini baru aku mengatakan ini kepadamu. Namun, aku tidak ingin kau lari dariku lagi. Aku akan memberitahumu sekarang. Aku tidak menyukai Wilona Jeanette Liangdy sama sekali. Orang yang kusukai itu adalah kau, Kimberly…"

"Hah…?" Kimberly Phandana terpana untuk beberapa detik. Dia sungguh terbuai ke dalam pengakuan cinta sang pangeran tampan, yang selama ini didambakannya, yang selama ini dirindukannya, dan yang selama ini diharapkannya.

"Kalau begitu aku ingin tanya padamu… Apa yang terjadi di antara kita berdua ketika aku membawamu pulang ke apartemenmu malam itu? Apa kau bisa mengingatnya sekarang?" tanya Kimberly dengan penuh-penuh harap.