Malam masih meladung di seantero kota Jakarta. Dua orang gadis turun dari sudako, menyandang tas ransel di bahu mereka dan mulai berjalan masuk ke sebuah gang kecil dari jalan raya besar di mana sudako tersebut berhenti. Sepertinya mereka baru saja dari perkuliahan mereka.
"Sudah jam sembilan pula… Malam kali kita hari ini baru bisa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Pak Budi itu. Menyebalkan sekali…" gerutu salah seorang gadis yang menyandang tas berwarna merah muda.
"Iya… Padahal tadi Yolanda ajak ke pub kan? Kita jadi tidak bisa ikut karena kita belum menyelesaikan tugas dan deadline-nya besok sore lagi. Menyebalkan memang…" Gadis kedua yang menyandang tas warna cokelat muda juga ikut menggerutu.
Mereka terus terlibat ke dalam percakapan mereka seputar kegiatan-kegiatan di kampus mereka ketika mereka mulai menyadari ada beberapa bayangan yang terus mengikuti mereka ketika mereka berjalan masuk ke dalam gang sempit tempat kosan mereka. Si gadis yang menyandang tas warna cokelat muda mendadak berpaling ke belakang.
"Ada apa? Kenapa?" tanya si gadis dengan tas warna merah muda.
"Sepertinya… Sepertinya… Kita jalan lebih cepat saja, Nik… Di kosan nanti baru kita lanjutkan saja perbincangan kita." Si gadis dengan tas warna cokelat muda mulai ketakutan. Langkah-langkahnya pun semakin cepat.
Mau tidak mau si gadis dengan tas warna merah muda juga melangkah dengan lebih cepat. Mendadak saja dari simpang empat gang di depan, muncul lagi dua pria berpakaian serba hitam, bertopeng hitam dan juga bertopi hitam.
"Kenapa ini? Siapa kalian?" Gadis yang menyandang tas warna merah muda mulai meninggikan volume suaranya.
Kedua gadis muda itu spontan mundur beberapa langkah karena dua pria di depan mulai bergerak maju. Mendadak saja dari belakang, mulut kedua gadis itu dibekap dengan sapu tangan yang tentu saja sudah dilumuri dengan sejenis obat bius. Tampak kedua gadis tersebut meronta-ronta dan sempat memekik tertahan sebelum akhirnya tubuh keduanya melemas dan berhenti memberontak.
"Bawa mereka!" perintah salah seorang pria yang sepertinya adalah ketua gerombolan tersebut.
Sebuah mobil hitam muncul dari simpang empat gang tersebut dan berhenti tepat di depan gerombolan tersebut. Kedua gadis tersebut dinaikkan ke dalam mobil. Pintu tertutup dan mobil segera bergerak meninggalkan daerah sunyi tersebut.
Di perjalanan, ponsel si ketua gerombolan berbunyi. Si ketua gerombolan menjawab panggilan tersebut. Entah apa yang dikatakan oleh si penelepon di seberang, si ketua gerombolan hanya menjawab,
"Kedua gadis ini adalah mahasiswi jurusan teknik di salah satu universitas kecil di Jakarta sini. Kemungkinan besar mereka itu masih… perawan…"
Entah apa yang dikatakan oleh si penelepon di seberang sana dan si ketua gerombolan hanya mangut-mangut saja sebelum akhirnya ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya.
Mobil tersebut terus melaju membelah jalanan Jakarta yang mulai renggang walau masih ada sedikit kemacetan di beberapa titik.
***
Jakarta, pertengahan Maret 2012
Pagi yang sangat cerah… Natsumi Kyoko berjalan keluar dari kelas. Dia ingin mencari Maxy Junior. Ada sesuatu yang berhubungan dengan OSIS yang ingin dibicarakannya dengan sang pangeran tampan. Hanya terlihat tas di dalam laci meja sang pangeran tampan tapi bayangan yang bersangkutan entah ada di mana. Natsumi Kyoko menebak pastilah Maxy Junior sudah tiba di sekolah, tapi sedang bercengkerama dengan teman-temannya entah di mana.
Natsumi Kyoko masuk ke dalam kantin sekolah. Tidak tampak Maxy Junior dan keempat sahabatnya di sana. Malah terlihat sosok Kimberly Phandana dan Frebelyn Meyrita Jaya di sana. Kimberly Phandana sepertinya habis menangis karena kedua rongga matanya terlihat sedikit sembap.
"Apakah aku mengganggu?" tanya Natsumi Kyoko takut-takut.
Kimberly Phandana hanya tersenyum simpul melihat kedatangan Natsumi Kyoko ke kantin. Frebelyn Meyrita Jaya menyambut kedatangan Natsumi Kyoko dengan kelegaan yang memancar dari sorot matanya.
"Kau datang tepat pada waktunya, Natsumi. Mungkin kau bisa membantuku menenangkan Kimberly yang sedang patah hati ini…" kata Frebelyn Meyrita Jaya sedikit bernapas lega.
"Patah hati?" Natsumi Kyoko terlihat sedikit mengerutkan dahinya. "Aku tidak tahu selama ini kau sedang kasmaran sama seorang cowok, Kimberly."
Kimberly menyandarkan kepalanya ke bahu Natsumi Kyoko. Ia mulai sedikit terisak di sana.
"Sebenarnya ya, Nat… Kimberly selama ini menyukai… menyukai… Sean…" Frebelyn Meyrita Jaya mulai menceritakan isi hati temannya kepada Natsumi Kyoko.
"Dan Sean ternyata tidak memiliki perasaan yang sama dan malah menyukai cewek yang lain?" Natsumi Kyoko membuat suatu tebakan.
"Aku tidak tahu…" sahut Kimberly Phandana masih sedikit terisak.
"Tidak tahu? Kau belum menyatakan perasaanmu kepada Sean?"
Kimberly Phandana hanya menggeleng lirih.
"Dan apa yang membuatmu sedih saat ini, Kimberly?"
"Sepertinya Sean tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku, Nat. Sia-sia penantianku selama dua tahun ini. Sia-sia aku diam-diam menyukainya selama dua tahun ini. Dia sekarang lagi dekat dengan si Wilona Jeanette itu."
"Tidak mungkin kan Kimberly yang maju ke depan Sean dan bilang dia menyukainya?" Frebelyn Meyrita Jaya membantu Kimberly Phandana menjelaskan duduk persoalannya.
Natsumi Kyoko mangut-mangut. Dalam kamusnya juga sama dengan kamus Kimberly Phandana. Tidak mungkin perempuan duluan yang menyatakan perasaannya kepada laki-laki yang mereka sukai.
"Dan dua hari yang lalu dan kemarin, ketika kau cuti itu, terjadi sesuatu… sesuatu antara Kimberly dan Sean, Nat…" desis Frebelyn Meyrita Jaya.
Natsumi Kyoko membesarkan matanya. Kira-kira apa yang bisa terjadi di antara mereka?
"Sean dua hari yang lalu bergabung dengan teman-temannya ke pub. Sean mungkin minum banyak di sana. Habis mabuk, dia tidak mungkin mengendarai mobilnya sendirian pulang ke apartemennya. Dia meneleponku, Nat. Dia teringat padaku. Aku senang sekali waktu itu. Aku naik Grab ke pub menjemputnya. Aku mengendarai mobilnya dan membawanya pulang ke apartemennya."
"Kau memapahnya masuk ke dalam apartemennya? Dia tinggal sendiri di apartemennya?" Natsumi Kyoko menaikkan kedua tangannya dan menutupi mulutnya yang mulai melangah. "Di dalam apartemen itu, terjadi sesuatu di antara kalian?"
Natsumi Kyoko menantikan jawaban Kimberly Phandana dengan napas setengah tertahan.
"Hanya… Hanya berciuman sih… Badannya berat sekali… Aku kewalahan memapahnya sampai ke tempat tidurnya. Aku silap langkah dan terjatuh ke tempat tidur. Dia… Dia… menindihku di atas tempat tidurnya dan kami berciuman di tempat tidurnya. Tidak terjadi apa-apa lagi sih… Aku menggeliat menghindar dan kemudian aku berdiri dari tempat tidur. Aku membuka sepatunya, menaikkan kedua kakinya ke tempat tidur, menyelimutinya dan habis itu aku cabut dari apartemen itu."
Natsumi Kyoko bernapas lega. Sama seperti dirinya, Kimberly Phandana hanya kehilangan ciuman pertamanya, bukan kehilangan kegadisannya.
"Hari ini Sean ulang tahun loh, Nat…" desis Frebelyn Meyrita Jaya lagi.
"Aku sudah membuatkan satu cake cokelat untuknya dan membelikannya sebuah ikat pinggang yang sudah lama ia damba-dambakan. Tapi, aku tidak jadi memberikannya cake dan ikat pinggang itu." Kimberly Phandana kembali sedikit terisak di atas bahu Natsumi Kyoko.
Natsumi Kyoko sedikit mengernyitkan dahinya. "Kenapa tidak kauberikan, Kimberly?"
"Aku berusaha memancingnya soal ciuman pertamaku yang diambilnya itu ketika di apartemennya. Dia ingat aku membawanya pulang ke apartemennya. Dia mengucapkan terima kasih kepadaku karena telah membawanya pulang ke apartemennya. Namun, dia sama sekali tidak mengungkit soal ciuman pertamaku yang telah diambilnya itu."
Isakan Kimberly Phandana bertambah satu tingkat sekarang. Natsumi Kyoko juga merasa terkesiap. Sedikit banyak dia menyadari dia dan Kimberly Phandana berada di posisi yang sama.
"Hal itu teramat penting bagiku. Dan dia melupakannya begitu saja. Habis itu, ada Wilona Jeanette yang juga memberinya hadiah berupa jam tangan Gucci yang indah. Sean menerima jam tangan itu dengan wajah berseri-seri. Dia kelihatannya sangat menyukai hadiah dari Wilona Jeanette itu. Aku tidak bisa bilang apa-apa lagi. Aku hanya bisa mundur diam-diam."
"Sabarlah… Kalau Sean sama sekali tidak bisa ingat dengan ciuman pertama kalian itu, bisa jadi itu dikarenakan waktu itu dia dalam kondisi mabuk kan?" Frebelyn Meyrita Jaya berusaha memberikan sedikit penghiburan.