Namun, Natsumi Kyoko hanya sembarangan menunjuk ke suatu titik tanpa bisa menyebutkan nama hotelnya lagi. Akhirnya kesadarannya benar-benar tenggelam dan ia pun larut dalam tidurnya yang nyenyak.
"Astaganaga! Kenapa orang-orang itu ingin menculiknya dan mereka pakai obat bius segala!" desah Maxy Junior pada dirinya sendiri.
Maxy Junior mereka-reka selama beberapa menit. Tidak mungkin dia membiarkan sang bidadari cantiknya terlelap di tepi pantai ini sepanjang malam. Mau tidak mau, Maxy Junior memutuskan dia akan membawa Natsumi Kyoko ke hotel tempat ia menginap dulu.
"Kau mungkin akan marah begitu terbangun nanti, kau tertidur di kamarku. Namun, itu lebih baik daripada aku membiarkanmu terlelap di sini sepanjang malam bukan?" Maxy Junior tampak berbicara pada Natsumi Kyoko yang sudah benar-benar terlelap.
"Malam ini kau menginap dulu denganku… Besok pagi baru akan kuantarkan kau kembali ke penginapanmu…"
Maxy Junior membopong bidadari cantiknya. Tiba di dalam hotel, sama sekali tidak ada yang terkejut dan terheran-heran lagi kenapa bisa ada seorang pemuda yang membawa seorang gadis yang sama sekali tidak sadarkan diri. Di Bali sebagai tempat turis dari berbagai negara, hal tersebut sudah menjadi santapan sehari-hari bagi orang-orang yang tinggal ataupun bekerja di sana.
Maxy Junior membawa bidadari cantiknya ke dalam kamar hotelnya dan dengan lembut membaringkannya di atas ranjang. Natsumi Kyoko mengenakan blus yang lumayan pendek dan sepasang celana hot pants karena tadi ia memang berencana jalan-jalan di pantai. Tampaklah sepasang lengan dan tungkai yang putih mulus menggiurkan. Juga terlihat penampakan lehernya yang begitu jenjang menggiurkan. Yang paling membuat Maxy Junior tidak tahan adalah penampakan kedua tonjolan kembar dari balik blus Natsumi Kyoko, yang begitu menantang nan memancing hasrat.
Maxy Junior berkali-kali menelan air liurnya. Dia mulai menyesali keputusannya membawa gadis ini ke kamar hotelnya. Serasa maju kena mundur kena, Maxy Junior hanya bisa memilih masuk ke kamar mandi dan menumpahkan segala hasratnya melalui self-satisfaction.
Menit demi menit berlalu. Maxy Junior sudah berganti pakaian menjadi kaus dan celana pendek biasa. Dia bersiap-siap untuk tidur karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat.
Kenapa pula dia bisa berada di Bali? Apakah dia di sini sendirian? Apa yang sedang dilakukannya di sini? Senandika batin Maxy Junior kembali terdengar membahana.
Baru saja mau membaringkan dirinya di atas tempat tidur, kembali Maxy Junior merasakan ada sesuatu yang memberontak dari balik celananya.
Aduh! Aku bisa gila kalau ini terus terjadi sepanjang malam! Juniorku…! Kenapa kau tidak bisa tenang saja sih dan membiarkan aku tidur tenang malam ini? Aduh! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Senandika batin Maxy Junior kembali terdengar membelungsing.
Tidak tahan lagi, dan setelah menimbang-nimbang selama beberapa menit, akhirnya Maxy Junior memutuskan untuk tidur saja di kamar adiknya malam itu.
Tentu saja Martin Jeremy heran kenapa tiada angin tiada hujan abang sulungnya mau menginap di kamarnya bersama-sama dengannya malam ini. Meski dahi berkerut dalam, dia membiarkan abang sulungnya masuk dan merebahkan diri di atas tempat tidurnya.
"Bisa aku tahu apa sebenarnya yang terjadi, Bang Maxy Junior? Apakah di kamarmu ada hantu?" tanya Martin Jeremy masih dengan dahi yang berkerut dalam.
"Asal kau tahu saja ya… Hari ini aku seakan mendapat durian runtuh dan bintang jatuh pada waktu bersamaan…" kata Maxy Junior menghembuskan napas panjang dan dia terlihat menerawang ke atas langit-langit.
Martin Jeremy masih mengerutkan dahinya. Mau tidak mau, Maxy Junior menceritakan yang sebenarnya pada adik bungsunya. Martin Jeremy mendadak meledak dalam tawa. Gantian Maxy Junior yang mengerutkan dahinya dan memandangi adik bungsunya dengan sedikit raut wajah cemberut.
"Benaran deh… Bang Maxy Junior sedang jatuh cinta." Martin Jeremy masih tidak bisa menahan tawa gelinya.
"Benaran jatuh cinta? Begini nih yang disebut cinta? Aduh! Menyiksa banget… Maju kena mundur kena… Begini salah begitu salah… Entah bagaimana baiknya…" Maxy Junior menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal.
"Kalau cewek yang menjadi pacarmu selama ini, aku jamin cewek itu sudah pasti kehilangan keperawanannya malam ini. Beruntung sekali si Natsumi Kyoko ini masih bisa lolos dari jebakan tikus malam ini." Martin Jeremy meledak dalam tawa gelinya lagi.
"Apakah aku sesadis itu? Dulu aku adalah seorang fuckboy yang kejam, tidak berperasaan dan tidak tahu diri ya?" Maxy Junior memajukan bibirnya beberapa senti ke atas.
"Siapa yang tidak kenal dengan Bang Maxy Junior yang lelaki player dan sudah banyak menggerayangi cewek-cewek tanpa belas kasihan?" Martin Jeremy tampak tersenyum skeptis. "Sungguh tidak kusangka malam ini ia bisa membiarkan seorang cewek lolos dari jeratannya dan cewek itu masih perawan suci, tertidur pulas dalam sebuah sangkar harimau. Sungguh mengagumkan sekali…"
"Kau mau mendengarkan curhatanku atau mau mengejekku, Martin?" kata Maxy Junior setengah menghardik.
Martin Jeremy mengangkat kedua tangannya ke udara.
"Oke… Aku menyerah… Hahaha… Malam ini kau tidur di kamarku saja, Bang Maxy Junior. Besok pagi kau bisa menanyai kenapa cewek itu bisa mendadak berada di Bali."
Maxy Junior diam saja. Dalam pikirannya terus terbayang Natsumi Kyoko yang kini terlelap di kamarnya. Terbayang juga bayangan lehernya yang jenjang. Terbayang juga sepasang tungkai dan lengan yang putih mulus bak gumpalan awan putih di cakrawala siang hari sewaktu musim panas. Terbayang lagi…
Maxy Junior cepat-cepat menepis pikiran tersebut sebelum nanti gairah kelelakiannya bangkit lagi. Dia tidak ingin menjadi bahan tertawaan adik bungsunya lagi malam ini.
Martin Jeremy merebahkan dirinya di samping abang sulungnya. Sejurus kemudian, ia pun mulai tenggelam dalam alam mimpi.
***
"Aku bilang bawa dia kepadaku! Bukan suruh kalian culik dia! Sampai pakai obat bius segala! Goblok banget sih kalian!"
Ryuzaki Hanamura melemparkan gelasnya ke dinding, persis di samping sang anak buahnya berdiri. Ketiga anak buah yang gagal melaksanakan tugas kini hanya bisa berdiri seraya menunduk dan membisu.
"Siapa lelaki yang menyelamatkannya itu? Apakah kalian mengenalnya?" tanya Ryuzaki Hanamura menyipitkan matanya.
"Tidak, Tuan… Tidak kenal…" jawab salah seorang dari ketiga anak buahnya yang gagal melaksanakan tugas itu. Memang sewaktu Maxy Junior memberikan kata-kata sambutan di atas pentas tadi pagi, tak satu pun dari pengawal keluarga Hanamura yang berada dalam hall yang besar itu. Semuanya bertugas dan berjaga di luar.
"Sudah! Sudah! Sudah! Disuruh melakukan tugas mudah seperti itu saja tidak becus! Keluar sekarang! Aku ingin beristirahat!"
Ketiga anak buahnya keluar dari kamar hotel Ryuzaki Hanamura. Tampak kedua lubang hidung si lelaki Jepang itu yang kembang kempis dari tadi. Sedang dikuasai oleh amarah, terlihat ia bernapas dengan cepat dan sedikit tersengal.
Ryuzaki Hanamura sebenarnya tidak pernah mengindahkan segala perkataan ayahnya. Tentu saja dia tidak pernah peduli aturan keluarganya yang harus menjunjung tinggi keperawanan dan kesucian setiap istri yang akan mereka nikahi dan mereka bawa masuk ke dalam keluarga besar Hanamura mereka. Aturan kuno! Ryuzaki Hanamura yang merupakan salah seorang lelaki modern, tidak pernah mempedulikan aturan yang dianggapnya kuno tersebut.
***
Pagi datang menjelang… Perlahan-lahan, Natsumi Kyoko membuka matanya. Kendati efek obat bius sudah menghilang, rasa pusing dan pening masih mendera kepalanya. Serasa ada banyak sekali martil kecil yang dipukulkan ke kepalanya. Natsumi Kyoko berhasil membuka kedua matanya dan memandang ke sekeliling.
Terhenyak bukan main Natsumi Kyoko karena ia menyadari itu bukanlah di kamar hotelnya sendiri. Ada di mana dia sekarang? Bayangan kejadian mengerikan kemarin malam di tepian pantai kembali berkelebat di dalam tudung pikirannya. Dia memperhatikan kembali pakaiannya. Untunglah pakaiannya masih sama dengan yang dikenakannya kemarin.