Chereads / 3MJ / Chapter 29 - Bingung Dua Arah

Chapter 29 - Bingung Dua Arah

"Oke deh… Aku akan cari tahu bagaimana tanggapan Natsumi Kyoko terhadap Shunsuke Suzuki itu dulu. Aku ingin tahu apakah dalam hatinya ada posisi untukku atau tidak."

Maxy Junior memantapkan hati dan pendiriannya.

"Aku tidak ingin menanyakan hal ini, tapi aku ingin tahu apa persiapanmu jika dalam hati Natsumi Kyoko sekarang tidak ada posisi sama sekali untukmu, Maxy Junior," tukas Verek Felix menatap lekat-lekat ke kedua bola mata Maxy Junior.

"Aku akan merebut posisi itu dan membuatnya jatuh hati padaku," kata Maxy Junior dan kali ini dengan kepercayaan dirinya yang berangsur-angsur telah kembali.

Keempat sahabatnya bisa sedikit bernapas lega malam itu.

"Aku ingin makan pizza-ku lagi," kata Maxy Junior menyodorkan tangannya ke samping kiri meminta sepotong pizza. Namun, Saddam Demetrio memberinya spageti. Maxy Junior melahap saja spageti itu dengan penuh semangat, tanpa menyadari itu bukanlah pizza yang ia minta.

Kali ini keempat sahabat Maxy Junior benar-benar harus menahan tawa mereka supaya tidak meledak keluar.

***

Ciciyo Suzuki juga merasa stressed malam itu. Natsumi Kyoko Suzuki juga merasa sedikit tertekan dan dilematis malam itu. Karena tidak tahan lagi, dia mencari adiknya sebagai tempat mencurahkan isi hatinya.

"Hah? Bang Shunsuke Suzuki menyatakan perasaannya kepada Kakak? Bagaimana tanggapan Kakak?" Ciciyo Suzuki bagai disambar geledek malam itu. Dia merasa seluruh tulang-belulangnya lepas dan berhamburan ke segala arah.

"Kakak menerimanya?" tanya Ciciyo Suzuki dengan tenggorokannya yang serasa tercekat. Dia tampak menelan ludah dan merapatkan sepasang bibirnya.

Natsumi Kyoko memandangi adiknya dengan sedikit kerutan di dahi.

"Tentu saja tidak… Selamanya Bang Shunsuke tetaplah seorang abang di hatiku. Aku takkan bisa melihatnya lebih dari itu."

Ciciyo Suzuki sedikit bernapas lega. Setidaknya ia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan hati abang angkatnya itu. Setidaknya ia tidak perlu bersaing dan bersitegang dengan kakak perempuannya sendiri dalam mendapatkan hati Shunsuke Suzuki.

"Bang Shunsuke pasti kecewa sekali Kakak menolaknya tadi sore," gumam Ciciyo Suzuki sedikit lirih.

"Aku tak punya pilihan, Ciciyo. Masalah perasaan adalah hal yang berada di luar kendali kita bukan? Aku mana mungkin bisa mengendalikan perasaanku ini supaya aku bisa suka sama siapa begitu. Begitu suka, ya suka… Itu sungguh di luar kendaliku, Ciciyo…"

"Kakak ada menyukai seorang cowok dalam hati Kakak sekarang?" Tampak kedua mata Ciciyo Suzuki mulai membesar. Dia merasa terkejut dan berbahagia pada saat bersamaan.

Natsumi Kyoko sedikit menundukkan kepalanya. Rona merah kembali menyelimuti kedua belahan pipinya. Ciciyo Suzuki memperhatikan kedua belahan pipi sang kakak perempuan sembari berdecak kagum. Tidak pernah sebelumnya dia menjumpai gejala serupa pada kakak perempuannya. Memang tidak salah lagi, kakak perempuannya sedang jatuh cinta.

"Tidak salah lagi… Kakak kesengsem banget sama cowok itu. Siapa dia, Kak? Apakah aku juga kenal dengannya?" Ciciyo merasa semakin penasaran.

Natsumi Kyoko masih sedikit menundukkan kepalanya. "Dia teman sekelasku. Entah kau kenal dengannya atau tidak."

"Siapa namanya, Kak?" Ciciyo terlihat mengerutkan dahinya.

"Maxy Junior… Maxy Junior Tanuwira…" Pernyataan si kakak perempuan membesarkan kedua bola mata Ciciyo Suzuki.

"Wow… Tentu saja kenal dong, Kak… Maxy Junior Tanuwira itu terkenal banget loh di sekolah kita, Kak… Aku tidak tahu dia sekelas denganmu, Kak. Dia itu tajir, tampan dan menjadi incaran cewek-cewek di sekolah kita."

"Aku sekelas dengannya. Aku duduk sebangku dengannya."

"Wow… Beruntung banget Kakak… Astaga… Teman-temanku di kelas bisa iri padaku jika mereka tahu kakakku duduk sebangku dengan Maxy Junior Tanuwira. Astaganaga... Sungguh-sungguh tidak menyangka kakakku ini duduk sebangku dengan si Maxy Junior yang tersohor itu dan bisa menyukainya."

Natsumi Kyoko hanya tersenyum manis.

"Jadi bagaimana dengan si Maxy Junior itu, Kak? Apakah dia tahu perasaan Kakak terhadapnya? Dia menerima perasaan Kakak?"

Natsumi Kyoko menggelengkan kepalanya dengan sedikit raut wajah masam. Ciciyo Suzuki kembali mengerutkan dahinya.

"Aku sepertinya memiliki seorang saingan, Ciciyo…" Terdengar Natsumi Kyoko sedikit menarik napas panjang kemudian menghembuskannya.

"Ada cewek lain yang juga menyukai Maxy Junior, Kak? Tapi, itu tidak heran sih… Memang banyak cewek-cewek di sekolah kita yang juga berharap-harap bisa sekelas dengannya dan duduk sebangku dengannya. Dibandingkan dengan mereka, keberuntunganmu sudah di peringkat tiga deh, Kak. Tetap semangat ya, Kak Natsumi…"

"Adik angkatnya, si Mary Juniar itu ternyata juga menyukai dan mencintainya. Mary Juniar sudah mencintai abang angkatnya itu sejak dia berusia sembilan tahun." Natsumi Kyoko kemudian merapatkan sepasang bibirnya.

"Hah? Mary Juniar juga menyukai Maxy Junior selama ini? Dia juga menyimpan rasa terhadap abangnya selama ini? Bukankah dia adalah adik kandungnya, Kak? Kok bisa jadi menyimpan rasa terhadap abangnya sendiri?" Kerutan di dahi Ciciyo Suzuki menjadi semakin dalam.

"Aku dengar pembicaraannya di kamar mandi dengan dua teman dekatnya, Ciciyo. Permasalahan keluarga mereka sungguh pelik. Maxy Junior bukanlah abang kandungnya. Mereka bukan saudara sedarah. Mary Juniar sudah menyukai, atau bahkan mencintai abang angkatnya itu sejak ia berusia sembilan tahun."

"Kakak jadi merasa stressed gara-gara itu?"

"Tentu saja… Dibandingkan dengan kebersamaan mereka yang dari sejak kecil, aku yang baru saja mengenalnya tidak lebih dari satu bulan ini tidak berarti apa-apa," kata Natsumi Kyoko merasa tersisihkan.

"Tetap semangat ya, Kak… Memang kita yang jadi cewek ini selalu berdiri di pihak yang dirugikan. Tidak menyatakan perasaan, bisa saja kita merasa tertekan dan tidak tahan memendam rasa ini sendirian. Menyatakan perasaan, bisa-bisa kita pula yang malu karena ujung-ujungnya cowok itu tidak memiliki perasaan yang sama terhadap kita."

"Aku bingung apa yang harus aku lakukan sekarang. Mulai esok aku akan menghabiskan lebih banyak waktuku dengan Maxy Junior di sekolah. Aku tidak tahu apakah ke depannya aku masih bisa terus menganggapnya sebagai teman atau tidak."

"Kenapa Kakak akan menghabiskan banyak waktu dengannya di sekolah mulai esok hari?" Ciciyo kembali sedikit mengernyitkan dahinya.

"Dia kan terpilih menjadi ketua OSIS tadi, Ciciyo. Dia memintaku menjadi sekretarisnya. Aku sudah menyetujuinya." Senyuman tipis menghiasi wajah Natsumi Kyoko yang cantik nan lemah lembut.

"Selamat dong, Kak… Itu berarti Kakak masih ada harapan, Kak. Kalau dia sendiri yang meminta Kakak menjadi sekretarisnya, itu berarti dalam hatinya setidaknya ada sekian persen posisi yang untuk Kakak. Iya nggak?"

"Semoga saja kau benar, Ciciyo…" Tampak kedua mata Natsumi Kyoko menerawang keluar melalui jendela kamarnya.

"Kak… Aku juga ada dengar Maxy Junior itu sebenarnya seorang lelaki player, sama kayak Bang Shunsuke kita. Gadis mana pun yang berani mendekatinya atau bahkan berpacaran dengannya, akan kehilangan keperawanan mereka." Ciciyo tiba-tiba teringat sesuatu yang ingin dikatakannya kepada kakak perempuannya.

"Apa yang ingin kaukatakan kepadaku, Ciciyo?" Terlihat sebersit senyuman tipis Natsumi Kyoko.

"Ya aku tidak bisa menghalangi Kakak untuk tidak menyukainya. Ada asap karena ada api kan, Kak? Yang penting Kakak berhati-hati saja. Suka sih boleh, tetapi harus mempergunakan akal sehat Kakak. Jangan semuanya Kakak berikan ke dia. Kakak seharusnya lebih mengerti hal itu dibandingkan denganku kan?" Ciciyo Suzuki sedikit bergidik ketika ia mengatakan hal tersebut kepada kakak perempuannya.

"Tentu saja, Ciciyo… Thanks banget karena sudah mengkhawatirkan aku. Aku berjanji akan selalu menjaga diri di mana pun aku berada." Senyuman Natsumi Kyoko kembali menghiasi wajahnya yang cantik jelita.

Ciciyo Suzuki memeluk kakak perempuannya sejenak. Dia dan posisi kakak perempuannya sama sekarang. Mereka sama-sama menyukai seorang laki-laki, tanpa kepastian, tanpa kejelasan, dan tanpa keyakinan apakah laki-laki tersebut juga memiliki perasaan yang sama atau tidak.

Keriap bingung dan remiak gulana mulai melungkup di benak kedua bersaudari itu.