Chereads / 3MJ / Chapter 10 - Terpaksa Pindah Sekolah

Chapter 10 - Terpaksa Pindah Sekolah

Plak! Plak! Plak!

Tiga tamparan mendarat di masing-masing wajah ketiga bersaudara Suzuki. Tampak mata Bu Faustina Tokwin yang bagaikan mata singa yang siap menelan ketiga anaknya bulat-bulat.

"Berani sekali kalian mengajak Natsumi keluar ya! Kalian pikir Ayah dan Ibu tidak ada di rumah, kalian bisa seenaknya melanggar peraturan dan keputusan yang telah dibuat ya! Tadi sore Ibu jelas-jelas sudah beritahu kalian jangan ajak Natsumi ke pesta ultah teman kalian itu lagi karena dia sedang menjalani hukuman! Ini kalian bukan saja membantah perkataan Ibu, tapi kalian bertiga juga ke pesta yang ternyata diadakan di sebuah pub dan minum alkohol yang begitu banyak! Kalau bukan Bu Patricia yang memergoki kalian ada di pub dan menelepon Ibu, Ibu rasa kalian akan semakin menjadi-jadi ya! Dasar anak-anak kurang ajar!"

Plak! Plak! Plak! Tiga tamparan mendarat lagi di masing-masing wajah ketiga bersaudara Suzuki. Sungguh tidak menyangka ada salah satu teman arisan ibu mereka yang memergoki mereka di pub itu dan kemudian menelepon Bu Faustina Tokwin. Habislah sudah semuanya. Tampak ketiga bersaudara Suzuki hanya bisa diam menunduk dan tidak berani mengangkat kepala mereka menatap wajah ibu mereka.

"Percuma membesarkan anak-anak zaman sekarang! Lebih baik memelihara hewan peliharaan saja karena hewan peliharaan jauh lebih tahu budi dan tidak akan membangkang seperti ini! Masuk ke kamar sekarang juga dan tidur!" teriak Bu Faustina Tokwin dengan kasar. Dalam memarahi anak-anaknya, memang Bu Faustina Tokwin sudah terkenal bisa mengeluarkan kata-kata yang teramat kasar dan sungguh tidak manusiawi. Sejak kecil sudah mendapat perlakuan dan perkataan kasar yang demikian, ketiga bersaudara Suzuki tampak diam-diam saja dan terlihat sudah terbiasa.

Ketiganya masuk ke dalam kamar masing-masing.

***

Maxy Junior juga sampai di rumah jam sepuluh malam. Ia membutuhkan waktu kira-kira satu jam dalam perjalanan. Mary Juniar mendengar pintu kamar abangnya dibuka dan ditutup kembali, langsung mengetahui abangnya sudah pulang. Dia melihat ke jam dinding sebentar dan menghela napas panjang.

Mary Juniar keluar dari kamarnya. Ia naik ke lantai tiga dan mengetuk pintu kamar abangnya sejenak. Tampak Maxy Junior kini sudah bertelanjang dada dan membuka pintu kamarnya. Adiknya langsung masuk ke dalam kamar si abang begitu saja. Dilihatnya kaus yang dikenakan oleh abangnya dilemparkan oleh si abang ke atas tempat tidur begitu saja.

"Ada apa malam-malam ke sini?" tanya Maxy Junior mempersiapkan air panas di bath tub dalam kamar mandinya.

Mary Juniar mencium-cium sedikit aroma alkohol yang menempel pada kaus abangnya.

"Kau minum lagi, Bang Maxy? Seorang player yang susah untuk dinasihati ya…" kata Mary Juniar melipat tangan di depan dadanya.

"Hanya sedikit… Takkan bisa membuatku mabuk… Kan aku memiliki toleransi yang tinggi terhadap alkohol, kau sudah lupa?" Kembali Maxy Junior tersenyum menawan.

"Kau main lagi malam ini? Masih dengan seorang gadis perawan yang telah kaubayar mahal?" tanya Mary Juniar merapatkan bibirnya. Memang sudah susah mengubah kelakuan nakal abangnya yang menurutnya sudah mulai mendarah daging.

Maxy Junior mengangguk santai. "Just have fun… Aku bayar dan aku mendapatkan service yang kuinginkan. Aku tidak memperkosa anak orang, Mary. Jadi, kau tidak usah melihatku dengan sorot mata nanar seperti itu."

Maxy Junior tersenyum menawan lagi. Ia masuk ke kamar mandi lagi untuk mengecek apakah air panasnya sudah cukup atau belum. Ternyata belum. Dia berjalan keluar lagi.

"Tidak ada rencana untuk berhenti dan fokus berpacaran dengan satu cewek saja?" tanya Mary Juniar masih dengan sinar mata yang sama terhadap abangnya.

"Belum terpikirkan sampai ke sana… Kenapa? Apakah… kau ingin mencarikan satu cewek yang cocok buatku?" tanya Maxy Junior mendekati adik perempuannya dengan tingkat kepercayaan diri yang begitu tinggi.

"Dan kemudian setelah kaurenggut kesuciannya itu, akan kaucampakkan dia, Bang Maxy? Tentu saja aku tidak sejahat itu memperkenalkan satu cewek untuk dijadikan pacarmu," kata Mary Juniar mendengus sinis.

Maxy Junior mengangguk dan tertawa renyah.

"Banyak teman-teman sekelasku yang minta dikenalkan kepadamu, Bang. Tapi aku bilang nggak karena aku tidak ingin menghancurkan hidup mereka. Sudah malam… Habis mandi, tidurlah…" Mary Juniar kemudian merapatkan bibirnya dan kemudian keluar dari kamar abangnya.

Maxy Junior hanya tersenyum menawan mengantar keluarnya adiknya dari kamarnya. Setelah air panasnya cukup, dia menghidupkan keran air dingin. Bercampurlah air panas dan air dingin menjadi air hangat dalam bath tub-nya. Maxy Junior menanggalkan celana dan undies-nya. Ia mulai berendam dan membasuh diri.

Dia bisa saja adik tiriku. Dia bisa saja adik tiriku… Aku tidak boleh memiliki perasaan yang lain terhadapnya. Namun, kenapa sampai detik ini aku tidak bisa menghapus sosok dan bayangannya dari pikiranku? Oh, shit! Apa yang harus aku perbuat sekarang? Apakah ia benar? Aku telah kena karma dari semua petualangan dan permainanku selama ini. Benarkah itu…?

Maxy Junior menurunkan semua badan dan kepalanya masuk ke dalam air hangat dengan harapan bayangan Natsumi Kyoko bisa menghilang dari benak pikirannya. Namun, tentu saja itu tidak berhasil.

Lindap ketakutan menyelisir di pesisir pantai pikiran Maxy Junior.

***

Pagi sudah datang… Terhenyak bukan main ketiga bersaudara Suzuki ketika mereka lihat di meja ruang tamu Ibu mereka sudah menyiapkan tiga setel seragam yang baru. Di sampingnya sang ayah hanya tampak membaca-baca koran dengan santai dan sesekali menyesap kopi paginya.

"Pindah sekolah hari ini! Pergaulan buruk di sekolah lama itu begitu berbahaya sampai-sampai kalian bisa seperti itu! Ibu sudah mengurus semuanya kemarin malam dan hari ini kalian bertiga akan diantar oleh Bang Iwan ke sekolah yang baru ini! Mulai hari ini kalian akan belajar di Newton Era Intelligence School," kata Bu Faustina Tokwin dengan sinar mata tajam dan raut wajah tanpa senyuman sedikit pun.

"Tapi, Bu… Kurikulum di Newton Era berbeda dengan kebanyakan sekolah pada umumnya. Tahun ajaran baru mereka dimulai pada bulan Februari setiap tahun." Ciciyo melayangkan sedikit protes.

"Iya… Ini mereka baru saja memulai tahun ajaran baru mereka. Memangnya kenapa?" Bu Faustina Tokwin sedikit menaikkan kedua alisnya.

"Kami akan mengulang kembali semua pelajaran setengah tahun lalu dan akan selesai setengah tahun lebih lambat daripada sekolah-sekolah yang lain?" Natsumi Kyoko melayangkan retoriknya dengan sedikit takut-takut.

"Iya… Itulah konsekuensi karena kalian telah berani menginjakkan kaki ke klub malam. Sekarang sarapan dan habis itu, berangkat sekolah…" Bu Faustina Tokwin berkata dengan tegas sembari menunjuk ke ruang makan.

Ciciyo duduk di samping ayahnya kini dan hendak mengajukan sedikit protes ketika sang ayah langsung membuka mulutnya,

"Ayah tidak tahu, Ciciyo. Ayah sudah menyerahkan sepenuhnya kepada ibu kalian untuk mengurus perpindahan sekolah kalian. Siapa suruh kalian berani ke klub malam padahal kalian masih berada di bawah umur!" kata sang ayah dengan sedikit ketus, tanpa melepaskan matanya dari koran yang sedang dibacanya.

Terlihat sang ibu tersenyum puas penuh kemenangan.

"Sarapan sekarang juga, Ciciyo!" Kembali terdengar si ibu mengulangi ultimatumnya untuk yang kedua kali. Ciciyo segera berdiri dan menyusul kedua saudaranya ke ruang makan. Dia tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi apabila ibunya sempat mengulangi ultimatum yang sama untuk yang ketiga kali.