Tangan mulai menjelajahi tubuh si gadis perawan. Tampak raut wajah si gadis perawan yang gugup dan ketakutan bukan main. Terasa sedikit getaran tubuh tersebut di bawah sentuhan kedua tangan Maxy Junior. Dengan sekali menarik seutas tali pakaian pada punggungnya, Maxy Junior berhasil menanggalkan pakaian yang sebenarnya hampir mirip dengan hanya sehelai kain yang menempel pada tubuh si gadis perawan. Tampak si gadis perawan terbaring tidak berdaya, tanpa sehelai benang pun di depannya. Gairah lelaki Maxy Junior mulai merangkak naik. Dia sedikit mundur dan juga menanggalkan baju dan celananya. Tampak seluruh guratan otot yang terukir secara sempurna pada sekujur tubuhnya. Dengan hanya mengenakan undies-nya yang berwarna biru tua, dia kembali menjelajahi sekujur tubuh si gadis perawan.
Dua menit berlalu dan akhirnya tangan Maxy Junior sampai pada kedua gunung kembar yang menjadi bagian favoritnya. Dengan tangan kirinya, dia mulai memberikan pijatan yang bisa dibilang cukup kasar pada salah satu bukit kembar si gadis perawan itu. Sementara tangan kanannya mulai dimasukkan ke dalam liang surga si gadis yang ada di bawah. Jari-jemari Maxy Junior mulai bergerak keluar masuk liang kewanitaan si gadis perawan tersebut. Terdengar lenguhan kenikmatan dari si gadis perawan. Tampak ia menggelungkan leher dan kepalanya ke belakang dan badannya mulai sedikit menggelinjang tak bisa menahan sensasi permainan tangan Maxy Junior di bawah selangkangannya.
Tangan kanan Maxy Junior bergerak keluar masuk semakin cepat lagi. Akhirnya terdengar jeritan dari si gadis perawan dan Maxy Junior merasakan tangan kanannya mulai basah. Si gadis perawan akhirnya memuncratkan cairan orgasmenya.
"Apakah ini yang pertama kali bagimu?" tanya Maxy Junior lagi dengan nada suara yang rendah.
"Iya…" jawab si gadis perawan dengan lirih. Dia tidak bisa melihat apa pun. Namun, Maxy Junior sudah menanggalkan undies-nya dan membiarkan juniornya yang sejak tadi memang sudah memberontak, kini menjulang tinggi.
Tangan meraih satu kondom yang ada di atas rak. Dengan sigap dan cepat, Maxy Junior memakai pelindung dan kini sudah bersiap di depan si gadis perawan. Dia mengangkat kaki kanan si gadis perawan dan meletakkannya pada dada dan pundaknya. Jantung si gadis perawan terasa berdetak semakin dan semakin cepat. Remiak ketakutan kian menguasai dan menggelimuni.
Dengan sekali hujam, Maxy Junior memaksa masuk ke dalam liang yang ternyata masih sempit nan memikat tersebut. Terdengar si gadis perawan berteriak nyaring dan menahan rasa sakit yang membakar perut bagian bawahnya itu.
"Sakit… Sakit…" Terdengar pekikan halus si gadis perawan yang memalingkan kepalanya ke samping, mengeraskan rahang dan berusaha menahan rasa sakit yang bergolak di perut bawahnya.
Namun, Maxy Junior sama sekali tidak peduli. Liang tersebut terasa mulai menjepit walau baru setengah dia menghujamkan barang kejantanannya. Sensasi kenikmatan yang dihadirkan terasa begitu beriak nan bergejolak. Dengan sekali hentak lagi, Maxy Junior akhirnya berhasil menerobos benteng pertahanan liang yang sempit itu sampai tuntas ke dasar. Dia mulai merasakan ada cairan yang menetes-netes ke lantai dan memercik ke kedua kakinya.
"Tenang, Sayang… Selanjutnya takkan terasa sakit lagi. Kau akan terbang melayang ke surga," kata Maxy Junior mulai bergerak memompa. Semakin lama semakin cepat…
Lain yang dikatakan, lain yang benaran terjadi… Lain pengharapan, lain kenyataan. Maxy Junior memompa terlalu kasar. Rasa sakit kian membakar, kian menusuk, dan kian bergolak di perut bagian bawah si gadis perawan. Dia berkali-kali memekik halus, mengeraskan rahangnya dan meneteskan air matanya menahan rasa sakit yang semakin lama semakin tidak terperikan.
Lima menit berlalu dan gerakan memompa Maxy Junior masih saja cepat dan kasar. Dia menurunkan kaki si gadis perawan dan sekonyong-konyong membalikkan tubuh si gadis perawan. Kini gadis itu tertelungkup di atas meja. Beberapa detik kemudian, ia merasakan barang kejantanan Maxy Junior kembali dihujamkan ke dalam liang kehangatannya dan Maxy Junior bergerak memompa lagi dengan cepat dan kasar. Rasa sakit yang sungguh tidak terperikan kembali merobek-robek seluruh persendian tubuhnya. Beberapa menit ke depan, ia hanya bisa tertelungkup pasrah di atas meja eksekusi dan air matanya yang bergulir turun dari sepasang bola matanya mulai membasahi kain penutup mata bagian dalam.
"Sakit… Sakit…" Si gadis perawan terus memekikkan kata yang sama.
"Sebentar lagi, Sayang… Sebentar lagi akan klimaks…" tukas Maxy Junior dalam sensasi kenikmatannya. Seiring dengan klimaks yang sudah semakin dekat, hentakan dari gerakan memompanya semakin kencang dan semakin kuat.
Akhirnya terdengar lenguhan kenikmatan yang panjang dari Maxy Junior. Dia mencabut barang kejantanannya, melepas pelindungnya dan memuncratkan cairan sari-sari vitalnya pada pantat dan punggung bagian bawah si gadis yang baru saja dieksekusinya. Sejurus kemudian, dia mengambil beberapa helai tisu untuk membersihkan pantat dan punggung bagian bawah gadis tersebut.
Tampak Maxy Junior mengenakan undies-nya kembali. Dia merebahkan dirinya sejenak di sofa dan meneguk beberapa gelas alkohol. Air mata si gadis yang kini tak lagi perawan terus berjatuhan dan menetes membasahi penutup matanya yang bagian dalam. Ia masih tertelungkup tidak berdaya di atas meja. Seluruh tubuhnya, terutama pada bagian kewanitaannya, masih merasakan sakit yang mengiris-iris nan tak terperikan.
Maxy Junior sama sekali tidak mempedulikan itu. Dia terus meneguk beberapa gelas alkohol lagi sampai sepuluh menit ke depan.
Sepuluh menit berlalu. Barang junior Maxy Junior memberontak lagi di balik celana dalamnya. Dia berdiri dan kembali menanggalkan undies-nya. Tangan memakaikan kondom pada barang kejantanannya. Dengan sekali hentak, dia kembali menghujamkan juniornya ke dalam liang kewanitaan gadis yang tengah dieksekusinya.
Terhenyak kaget bukan main, si gadis belia itu mencicit kesakitan. Maxy Junior tidak pernah mempedulikan hal itu. Dia bergerak memompa lagi. Sesekali ia akan menghentakkan pinggulnya dengan kasar, mencoba menyesuaikan dengan liang kewanitaan si gadis belia yang terus dan terus menjepit dengan erat. Lima belas menit berlalu. Akhirnya terdengar lenguhan kenikmatan Maxy Junior yang panjang seiring dia mencabut barang kejantanannya, melepas pelindungnya dan memuncratkan cairan vitalnya yang masih banyak pada punggung dan pantat si gadis belia itu.
Tampak si gadis belia ngos-ngosan dan tertelungkup tidak berdaya di atas meja. Rasa sakit itu berangsur-angsur mulai menghilang. Sudah menghilang atau memang ia sudah mati rasa, pasrah terhadap segala yang terjadi pada dirinya malam itu. Ia tidak lagi perawan detik ini dan lebih kejamnya lagi, ia bahkan tidak diperkenankan melihat wajah laki-laki yang telah merenggut keperawanannya atau setidaknya mengetahui siapa namanya. Sungguh suatu kehidupan malam yang kejam di kota-kota besar…
Maxy Junior juga tersengal-sengal karena baru saja menyemburkan cairan kenikmatannya keluar. Namun, itu bukan berarti dia akan berhenti. Dia hanya perlu merebahkan diri sebentar. Tak sampai setengah jam kemudian, barang kejantanannya akan bangkit lagi dan ia akan serasa meledak jika ia tidak menyelesaikannya sampai tuntas.
Demikianlah Maxy Junior terus dan terus mengeksekusi gadis belia itu sampai enam kali malam itu.
***
"Kau tidak ingin nge-dance, Natsumi?" tanya Renata Zelin ketika tangannya sudah digandeng oleh Yamin Dinata Harianto ke lantai dansa.
"Tidak… Aku minum jus ini saja… Kalian dancing. Aku menunggu di sini saja." Natsumi Kyoko menggelengkan kepalanya.
"Aduh… Seharusnya tadi kau dancing saja. Lihat tuh abang dan adikmu jago banget dance mereka," sahut Yamin.
"Aku turut senang jika mereka bisa menikmati pestamu ini," sahut Natsumi Kyoko seraya tersenyum singkat.
Yamin Dinata Harianto hanya meringis. Dia menggandeng tangan kekasihnya dan mereka berdua segera bergerak ke lantai dansa, berbaur dengan kerumunan pria dan wanita yang tengah berjingkrak-jingkrak di sana. Musik keras terus menghentak-hentak.
Natsumi Kyoko berpandangan ke sekelilingnya. Tampak beberapa gadis remaja seumuran dirinya yang tengah menemani bapak-bapak seumuran ayahnya. Ada yang hanya menemani minum. Ada yang hanya merelakan bagian-bagian tertentu dari tubuh mereka menjadi objek pelampiasan blow job bapak-bapak sugar daddy tersebut. Dan, ada yang bahkan rela dibawa ke dalam kamar eksekusi dan dieksekusi di sana.
Natsumi Kyoko melihat dengan pandangan miris. Sebenarnya dia bukan anak main. Shunsuke dan Ciciyo yang sebenarnya merupakan anak main. Sudah beberapa kali ia tahu Shunsuke pernah memakai jasa-jasa wanita panggilan di klub malam. Namun, karena Shunsuke sendiri berlaku sopan selama di rumah dan di sekolah, tidak ada yang menegur ataupun memarahinya. Ciciyo yang menjadi sumber kekhawatirannya sekarang. Gadis itu mulai mengikuti Shunsuke ke klub-klub malam semenjak dia duduk di bangku SMA. Natsumi Kyoko sebenarnya sangat mengkhawatirkan adiknya itu. Namun, karena dia tahu Ciciyo takkan mungkin mau mendengarkan nasihatnya, beberapa kali ia hanya bisa ikut adiknya ke klub malam, diam-diam mengawasinya dan menjaganya dari kejauhan.
Merasa bosan, dia berdiri dan ke kamar kecil sebentar. Lima menit kemudian, ia kembali lagi ke tempat duduknya. Ia terkesiap sejenak. Posisi gelas jus jeruknya sudah berpindah sedikit. Walau sedikit, kesadaran dan perhatian Natsumi Kyoko yang awas bisa menyadari pergeseran gelas jus jeruk tersebut. Dia memutuskan untuk tidak meminum jus tersebut lagi. Natsumi merasa pasti abang dan adiknya belum ingin pulang. Oleh sebab itu, dia memutuskan jalan-jalan sebentar dan mencari angin segar di luar. Dia keluar dari pub sebentar dari pintu belakang.
Kebetulan sekali pada saat yang sama, Maxy Junior yang sudah selesai dengan eksekusi juga bersiap-siap masuk ke dalam mobilnya. Mobilnya diparkir di pelataran parkir belakang. Tampak Maxy Junior masih bisa berjalan dengan seimbang. Dia minum sedikit alkohol saja tadi sehingga sekarang ia bisa mengendarai sendiri mobilnya balik ke Jakarta. Namun, belum sempat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil, tampaklah seraut wajah cantik bak bidadari turun dari kahyangan, laksana sukma buah-buah persik dari surga di atas sana, dan bagaikan cermin yang menyedotnya masuk ke dalam dunia mimpi; Maxy Junior benar-benar terpaku di pelataran parkir tersebut.
Maxy Junior sama sekali tidak berjalan maju lagi ke mobilnya. Dia terus memandangi seraut wajah cantik itu; matanya yang bulat nan bening; rambutnya yang panjang hitam dan sedikit bergelombang dan sesekali akan bergerak bergerai diterpa angin malam. Pandangan mata Maxy Junior terus menyapu sebentuk tubuh yang proporsional; sepasang tangan yang putih bersih nan lemah lembut; dan juga sepasang tungkai yang jenjang, putih bersih nan seksi. Sungguh Maxy Junior hanya bisa berdiri terpaku di tempatnya dan ia sesekali akan menelan ludah berusaha menahan naluri lelakinya yang berangsur-angsur bangkit kembali padahal ia baru saja mengeksekusi korbannya sebanyak enam kali.