"Lagi ngapain kalian?" tanya Maxy Junior bergabung ke empat orang temannya yang sedang asyik menonton sesuatu dari ponsel iPhone salah satu dari mereka.
Begitu Maxy Junior berdiri di belakang mereka, tampak Maxy Junior sedikit merapatkan bibirnya dan mendengus kecil. Sudah bukan hal aneh jika teman-teman yang satu kelompok dengannya sering menonton video JAV yang diunduh dari ponsel mereka.
"Macam tidak kenal kami saja kau, Maxy…" cetus Thobie Chiawan, anak salah satu pengusaha sawit yang bisa dibilang cukup terkenal dan berpengaruh di seluruh negeri.
"Oh iya… iya… Sudah menjadi kebiasaan rutin ya…" kata Maxy Junior sedikit mencibir.
Keempat temannya tertawa serempak.
"Kau suka menonton juga kan?" celetuk Rodrigo Wisanto Tjanggara, anak pemilik perusahaan rekaman yang juga cukup berpengaruh di seluruh negeri. Mendengar itu, Maxy Junior tetap merapatkan sepasang bibirnya dan mendengus kecil.
"Mana berlaku bagi Maxy Junior kalau menonton saja… Nanti malam masih ke tempat yang sama, Maxy?" tanya Verek Felix Tionadi, anak salah seorang produsen dan distributor pakaian dalam yang cukup terkenal dan berpengaruh di seluruh negeri. Tampak Verek Felix menggoyang-goyangkan alisnya dengan penuh arti.
Maxy Junior mengulum senyumannya dengan penuh arti. "Tentu saja… Kalian mau join?"
Keempat temannya kembali bersorak.
"Aku mau merekomendasikan ke tempat lain saja. Kalian mau?" celetuk Saddam Demetrio Wietono, anak seorang direksi redaksi koran berbahasa Inggris yang cukup terkenal dan berpengaruh di seluruh negeri.
"Apa itu?" tanya Thobie Chiawan memajukan wajahnya dengan penasaran.
Tampak kelima anak laki-laki dengan paras rupawan di seluruh sekolah itu, berbisik-bisik satu sama lain di ujung ruangan kelas mereka. Tidak ada yang berani mengganggu mereka. Mereka terkenal selain karena memiliki paras rupawan, juga karena orang tua mereka yang sangat kaya dan cukup berpengaruh. Dunia mereka hanya milik mereka berlima dan orang luar takkan diizinkan ikut campur.
"Pub yang baru telah dibuka di Bogor sana… Ayahku ada investasi di pub itu. Kalau tidak salah, ayahku ada investasi sekitar 60% saham ke pub itu," celetuk Saddam Demetrio sembari menyeringai nakal.
"Dari mana kau tahu? Tidak mungkin dong ayahmu langsung cerita dia ada tanam saham di sebuah pub di Bogor sana…" tukas Verek Felix.
"Aku menguping pembicaraannya dengan si pemilik pub itu di telepon," kata Saddam Demetrio mengerling-ngerlingkan matanya dengan nakal.
Keempat temannya mendorong kepalanya sesaat.
"Oke deh… Aku rasa itu bagus juga… Aku bawa mobil malam ini. Ikut ke mobilku saja…" kata Rodrigo Wisanto sembari menjentikkan jarinya.
"Tentu saja bagus dong… Sesekali harus ke pub yang ada di luar Jakarta sini. Cewek-cewek yang ada di pub-pub Jakarta ini itu-itu saja… Sudah bosan aku…" sahut Saddam Demetrio.
"Iya sih… Sudah sering ke pub yang ada di Jakarta ini, sudah mulai bosan aku…" kata Maxy Junior sedikit mendengus dengan raut wajah bosan.
"Iya… Membosankan sih… Semoga saja cewek-cewek yang ada di Bogor sana jauh lebih cantik dan lebih mengasyikkan…" kata Verek Felix dengan kerlingan mata nakal yang sama.
"Nanti terlalu asyik, kau KO pula di ronde kedua," Thobie Chiawan mendorong kepala Verek Felix.
"Tidak pernah ya… Kau sendiri yang pernah KO di ronde ketiga karena kurang obat kuat yang kauminum malam itu…" Verek Felix membalas dengan cibiran yang sama ke Thobie Chiawan. Ketiga teman yang lain kini menyiku dan menyodok Thobie Chiawan.
"Yang paling hebat tetap adalah Maxy kita deh… Sering ke gym, makan banyak makanan bergizi, tidak merokok, dan hanya sedikit alkohol. Waktu itu kau tahan berapa ronde sama si cewek perawan itu?" tanya Saddam Demetrio dengan kerlingan mata nakalnya.
Maxy Junior tersenyum menawan dan sedikit menunduk malu. Namun, di depan keempat sahabatnya ini dia selalu terbuka apa adanya dan jarang ada rahasia antara dirinya dengan keempat sahabatnya ini.
"Sudah lupa… Ada tujuh hingga delapan kali saja seingatku…" Maxy Junior menunduk malu lagi. Dia tampak menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Keempat temannya sedikit bersorak dan mereka menepuk-nepuk pundak Maxy Junior sambil berdecak kagum. Maxy Junior masih terlihat tersenyum menawan dan sedikit menunduk malu.
Mendadak saja, seorang gadis kelas dua mendatangi mereka dengan menggenggam sebuah cokelat di tangannya. Dengan malu-malu, dia menghampiri Maxy Junior. Seketika kelima sahabat itu terdiam dan menatap si gadis dengan sorot mata ingin tahu.
"Senang bertemu denganmu, Maxy Junior… Aku Celine… Kau masih ingat aku?" tanya si gadis dengan malu-malu dan penuh-penuh harap dalam saat bersamaan.
Maxy Junior hanya bisa menunjukkan sebersit senyuman menawannya. Dia tampak mengorek ke dalam ingatannya yang dalam.
"Celine yang mana ya…? Maaf… Aku sudah lupa…" kata Maxy Junior masih dengan senyuman menawan yang sama, yang menghiasi wajahnya yang tampan.
"Tentu saja Maxy Junior akan lupa… Mana mungkin dia ingat," bisik Rodrigo Wisanto kepada ketiga temannya yang lain. "Kan ada banyak cewek cantik yang berlalu-lalang dalam ingatan Maxy Junior kita."
Keempat teman Maxy Junior diam-diam tertawa cekikikan di belakangnya. Maxy Junior tentu saja mengetahui hal itu.
"Tahun lalu saat aku kelas sepuluh, kita sama-sama pernah masuk OSIS. Saat itu kita ada beberapa kali terlibat dalam kepanitiaan yang sama. Aku terus berpikir tentang dirimu sejak saat itu. Apakah… apakah… apakah kau mau menjadi pacarku?" tanya si Celine memberikan cokelatnya kepada Maxy Junior sambil sedikit membuang pandangannya ke arah lain.
Maxy Junior terdiam untuk beberapa saat. Dia kembali menampilkan senyumannya yang menawan.
"Apa kau yakin? Kau belum begitu mengenalku; kau sudah ingin berpacaran denganku," kata Maxy Junior dengan sorot mata penuh arti.
"Cewek ini tidak begitu cantik. Meski tubuhnya sedikit aduhai, aku tidak yakin kali ini Maxy Junior kita akan serius terhadapnya," bisik Saddam Demetrio kepada ketiga temannya.
"Sudah pasti… Maxy Junior sudah memberikannya pertanyaan peringatan tuh…" bisik Verek Felix kepada ketiga temannya.
"Tentu saja aku yakin…" jawab si Celine seraya mengangguk antusias. Keempat teman Maxy Junior di belakang saling bertukar pandang satu sama lain dengan penuh arti.
"Dengan berpacaran, kita akan memiliki kesempatan untuk saling mengenal lebih baik," kata si Celine.
"Oke deh… Malam ini aku akan menjemputmu ke tempat kencan pertama kita, bagaimana?" bisik Maxy Junior di telinga si Celine seraya menerima cokelatnya. Sungguh desahan napas dan suara seksi Maxy Junior terasa melambungkan jiwa gadis belia itu ke langit ketujuh.
Tentu saja si Celine mengangguk antusias. Ia pun segera berlalu dari hadapan mereka semua dan keluar dari kelas tersebut.
"Mau kauapakan dia?" tanya Thobie Chiawan kini.
"Apakah kau belum mengenal Maxy Junior kita dengan baik? Tentu saja malam ini Maxy Junior akan memberinya sedikit pelajaran penting." Rodrigo Wisanto meledak dalam tawanya.
"Kau mau membawanya ke pub itu malam ini?" tanya Verek Felix bukan dengan nada iba, melainkan dengan nada penasaran.
"Kau tega merenggut keperawanan anak gadis orang, yang baik-baik, yang polos, yang tidak tahu apa-apa itu?" tanya Saddam Demetrio lagi, bukan dengan nada iba, melainkan dengan nada sedikit menyindir.
"Aku memiliki perhitungan dan pertimbanganku sendiri." Kembali tampak senyuman semringah Maxy Junior yang menawan nan menggetarkan hati.