Imlek baru saja berlalu. Selama beberapa hari terakhir ini, rumah besar keluarga Kendo Suzuki sudah mulai sepi. Tamu-tamu sudah sedikit yang bersilaturahmi ke rumah sang pemilik salah satu perusahaan barang-barang elektronik terkemuka di Jepang. Sebenarnya Kendo Suzuki adalah warga negara Jepang. Namun, karena dia menikahi Nyonya Faustina Tokwin yang merupakan warga negara Indonesia, dia menetap di Indonesia dan sedikit-sedikit mempelajari bahasa Indonesia. Nyonya Faustina Tokwin juga sedikit-sedikit mempelajari bahasa Jepang. Jadilah suatu keluarga hangat yang harmonis dengan satu anak laki-laki dan dua anak perempuan mereka – setidaknya itulah yang terlihat selama ini di mata para tetangga dan orang banyak.
"Sudah kaudaftarkan dirimu ke tempat les Cemerlang Education Center itu, Natsumi?" tanya Bu Faustina Tokwin sedikit penasaran melihat anak perempuan keduanya pulang cepat hari ini. Baru jam dua siang… Ini hari Kamis… Biasanya hari Kamis begini Natsumi Kyoko akan pulang ke rumah jam-jam empatan menjelang jam-jam limaan.
Tampak Natsumi Kyoko menyibakkan rambutnya yang panjang dan sedikit bergelombang ke belakang dengan sedikit gugup. Ia tampak tersenyum gugup di depan ibunya. Kendati tampak gugup, tetap saja ia tidak bisa menyembunyikan wajah cantiknya – yang merupakan perpaduan Tionghoa Indonesia dengan Jepang asli, dengan kedua mata yang bulat bening, bentuk hidung dan rahang yang sempurna, serta bulu mata yang begitu lentik dan seksi.
Tampak si ibu kini menghampiri anaknya dengan wajah tanpa senyum dan tatapan matanya yang tajam.
"Ada apa ini? Kau ke mana saja? Kau tidak pergi les?"
"Tadi… Tadi…"
"Tadi apa…? Apa Ibu pernah bilang kau boleh ke tempat lain selain tempat les? Juni ini kau akan ujian kenaikan kelas. Kau harus dapat juara umum pertama, kau mengerti kan? Jika kau juara tiga seperti tahun lalu, Ayah dan Ibu akan malu di depan para relasi bisnis dan kerabat dekat keluarga besar Suzuki. Kau mengerti tidak sih?"
Tampak Natsumi Kyoko sedikit menundukkan kepalanya.
"Ibu suruh kau mendaftarkan diri di tempat les bahasa Inggris itu, kenapa kau tidak mendaftar?" Terdengar suara ibunya yang sudah setengah menghardik.
"Maaf, Bu…" Hanya itu yang mengalir keluar dari sepasang bibir Natsumi Kyoko yang mungil, imut nan tipis. Dia masih tampak melihat ke lantai rumah dan tidak berani menatap mata ibunya yang sudah seperti mata singa yang hendak menerkam mangsanya.
"Tadi ke mana saja? Ayo jujur! Kalau tidak jujur, jangan harap malam ini kau boleh keluar dengan teman-temanmu ya!" Bu Faustina Tokwin mulai mengancam.
"Aku… Aku… Tadi Renata ajak ke karaoke sebentar jadi…" Belum sempat Natsumi Kyoko menyelesaikan kalimatnya, satu tamparan ringan sudah mendarat di wajahnya. Tampak Natsumi Kyoko berpaling ke samping dengan dahinya yang berkerut dalam.
"Berani sekali! Sejak kapan kau mulai ke tempat yang tidak berguna seperti itu! Sejak kapan kau mulai menghabiskan waktumu untuk hal-hal yang seperti sampah itu!" Teriakan si ibu berdentum ke seisi rumah. Para pembantu, abang dan adik Natsumi sama sekali tidak ada yang berani keluar dan ikut campur.
"Tidak bolehkah sesekali aku ke karaoke dengan teman-temanku, Bu? Aku tidak sering-sering melakukannya. Salahkah aku ke karaoke yang tidak lebih dari dua jam?" Memang Natsumi Kyoko pamitan pada teman-temannya dan pulang lebih awal karena takut dimarahi oleh ibunya. Toh hasilnya sama saja dia pulang lebih awal atau tidak.
"Apa karaoke bisa membuat nilai-nilaimu naik dan membuatmu mendapatkan juara umum pertama! Apa karaoke bisa membuat Ayah dan Ibu bangga dengan mengatakan , 'Oh… Anak kami sangat pintar dalam menyanyi dan setelah dia tamat SMA, kami akan mendaftarkannya ke salah satu agensi terkenal di Korea Selatan sana…' Apakah seperti itu!" Terdengar suara si ibu yang masih berdentum.
Natsumi Kyoko menggigit bibir bawahnya dan masih menundukkan kepalanya melihat ke lantai.
"Oke… Daftarnya Sabtu ini saja… Awas kalau kau berani bolos lagi Sabtu ini! Masuk ke kamarmu dan belajar soal-soal bahasa Inggris yang Ibu beli Selasa lalu. Jangan harap malam ini kau bisa dapat makan apalagi keluar bersama teman-temanmu jika kau belum menyelesaikan 200 soal bahasa Inggris itu!"
Karena kamar tidur Natsumi Kyoko berada di lantai bawah, dia cukup jalan beberapa langkah dan masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamarnya, dia menghembuskan napas berat dengan wajah masam. Sudah terbiasa diperlakukan begitu sejak kecil, dia hanya bisa mencoba menghadapi amarah dan hukuman ibunya dengan senyum. Bu Faustina Tokwin memang terkenal perfeksionis dan banyak tuntutannya terhadap ketiga anaknya.
Sudah mulai sepi di luar. Beberapa saat kemudian, Shunsuke dan Ciciyo Suzuki mengendap-endap, membuka pintu kamar Natsumi Kyoko dan masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa pula kau bolos, Natsumi? Dan habis itu, kau jujur lagi sama Ibu Angkat… Kena dong hukuman nanti malam tidak bisa keluar." Shunsuke Suzuki tampak menepuk jidatnya sejenak. Dia memang bukan anak kandung pasangan Kendo Suzuki dan Faustina Tokwin. Dia adalah anak dari adik bungsu Kendo Suzuki yang menikah dengan seorang perempuan Korea. Karena kedua orang tuanya meninggal dalam suatu kecelakaan pesawat ketika dia masih berusia enam tahun, jadilah dia dibesarkan oleh pasangan Kendo Suzuki dan Faustina Tokwin – dan memanggil mereka Ayah dan Ibu Angkat.
"Iya, Kak… Mana bisa lagi Kakak ke pesta ulang tahun Bang Yamin malam ini. Padahal kita bertiga sudah kongsian beli satu setel tuksedo yang keren buat Bang Yamin…" sambung Ciciyo Suzuki dengan memasang raut wajah cemberut.
Karena merupakan anak blasteran, tentu saja Shunsuke terlihat tampan dengan gaya rambut cepaknya. Apabila tersenyum, akan terlihat kedua lesung pipitnya yang membuatnya semakin seksi. Karena juga rajin berenang, tampak guratan otot-otot yang menampilkan sisi maskulinitasnya walau ia masih berusia 18 tahun. Ciciyo Suzuki juga sama. Tampak perawakan tubuh yang walau kecil, tetap terlihat dia sangat imut, cantik nan seksi dengan garis-garis wajah dan lekuk-lekuk tubuh yang begitu sesuai.
Tampak Natsumi Kyoko sedikit tersenyum nakal.
"Tadi pagi aku dengar Ayah akan pimpin rapat di kantor sampai jam 10 malam. Ibu sendiri ada ikut acara arisannya sampai jam 10 malam. Aku diam-diam menguping pembicaraan Ibu dengan salah satu teman arisannya lewat telepon tadi pagi," kata Natsumi Kyoko masih menampilkan senyuman yang sama.
Shunsuke dan Ciciyo saling berpandangan sesaat. Sehabis itu, mereka bersorak dengan riang.
"Wah… Mantap betul tuh, Kak…" kata Ciciyo dengan raut wajah berseri-seri.
Shunsuke langsung duduk di tempat tidur adik pertamanya dan meletakkan tangannya di pundak adik pertamanya.
"Mantap banget, Natsumi… Malam ini kita akan bersenang-senang di pesta si Yamin itu. Aduh! Sudah lama sekali rasanya tidak ke pesta dan bersenang-senang. Pasalnya setiap hari kita hanya disuruh belajar, belajar dan belajar oleh Ibu Angkat."
Natsumi mengulum senyumannya. Dia sedikit menyibakkan rambutnya ke belakang punggung.
"Tapi aku mesti pulang jam sembilan lewat. Aku tidak bisa lama-lama di sana. Walau Ibu sendiri akan sampai di rumah jam 10 lewat, aku tidak berani mengambil risiko, Bang Shunsuke."
"Tidak masalah… Kami akan menemanimu sama-sama pulang jam sembilan lewat, Nat. Iya kan, Ci?" tanya Shunsuke beralih ke adik keduanya. Tampak sedikit raut kecewa menggelantung di wajah adik keduanya.
"Hah? Pulang jam sembilan, Bang Shunsuke? Bukankah itu terlalu cepat?"
" Tidak juga deh… Lagian, malam ini ada sedikit PR Geografi yang harus kuselesaikan, Ci. Pulang jam sembilan ada bagusnya juga sih. Jadi, aku bisa menyelesaikan PR itu dan besok tidak perlu pinjam dari kawan."
Natsumi Kyoko tersenyum lagi. Tangan sang abang sulung pada bahunya belum turun. Dia tahu sejak kecil abangnya itu sangat menyayanginya, selalu membela dan mengedepankan kepentingannya. Dalam hati, ia sangat bersyukur memiliki seorang abang seperti Shunsuke Suzuki walau mereka bukan saudara sedarah.
Beberapa menit kemudian, sudah tampak Shunsuke dan Ciciyo diam-diam keluar dari kamar Natsumi Kyoko dan berjalan menaiki tangga ke lantai atas.
"Bang Shunsuke… Tidak bisakah kita jangan pulang jam sembilan? Kan bisa kita antarkan Kak Natsumi pulang jam sembilan dan habis itu kita balik ke pesta lagi. Seperti yang Bang Shunsuke katakan, jarang sekali loh kita ada kesempatan ke pesta bersenang-senang. Masa jam sembilan sudah pulang," kata Ciciyo sedikit bersungut.
"Tidak apa… Kasihan Natsumi pulang dan sendirian di rumah. Kalau ada kita yang menemaninya pulang, dia juga akan merasa ada kita berdua yang juga senasib dengannya," timpal Shunsuke.
"Jadi tadi Bang Shunsuke bilang ada PR Geografi, itu sebenarnya tidak ada?" Ciciyo sedikit membesarkan matanya.
"Ada sih… Tidak terlalu banyak… Bisa kuselesaikan dalam waktu satu jam…" sahut Shunsuke dengan sebersit seringai kecil menghiasi wajahnya yang tampan.
Shunsuke melihat ke jam tangannya sebentar. "Aku mau berenang sore sebentar. Mau ikut, Ciciyo?"
"Masih ada PR yang harus kuselesaikan," kata Ciciyo masih dengan sedikit raut wajah merengut. Ia berlalu melewati abangnya dan masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Shunsuke tampak bersemangat. Dia masuk ke kamarnya untuk mengambil kacamata renang dan celana renangnya.